KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (1)
"Mas, minta uang untuk belanja ya? Kebutuhan dapur habis semua soalnya," ucapku dengan suara pelan karena takut pada Mas Dicky, suamiku yang hendak berangkat ke kantor.
Mas Dicky menatapku tajam lalu mendengkus tak suka. "Habis? Kemarin kan sudah Mas kasih dua ratus ribu buat belanja seminggu. Kok sudah habis?" tanya suamiku itu sambil menyeringai lebar. "Kurang, Mas. Kemarin lima puluh ribu buat beli token listrik. Tiga puluh buat beli gas. Seratus dua puluh ribu buat beli beras, gula, kopi sama sayur mayur. Tapi udah empat hari kan udah habis, Mas." "Hari ini nggak ada apa apa lagi di dapur. Beras udah habis, minyak dan sayur mayur juga sudah nggak ada lagi. Gas aja yang masih ada, Mas," terangku menjelaskan satu per satu. Namun, mendengar penjelasanku, Mas Dicky tak terlihat tertarik sedikit pun. Tetap saja menyeringai tak suka menatapku. "Kalau habis ya sudah! Hari ini nggak usah makan dulu. Puasa! Siapa suruh jatah seminggu nggak bisa dimaksimalkan! Kamu pikir nyari uang itu gampang? Dua ratus ribu satu minggu itu besar, toh Mas juga jarang makan di rumah! Mas makan di kantor dan seringnya juga makan di rumah Ibu!" "Kamu jadi istri borosnya nggak ketulungan! Coba kalau kamu bisa hemat, kamu pasti bisa nabung untuk kebutuhan mendadak seperti sekarang ini! Bukannya minta dan minta lagi sama suami!" "Kamu pikir Mas ini bank yang bisa cetak uang sendiri? Sudah! Mas mau berangkat dulu! Kalau persediaan dapur habis ya sudah, nggak usah masak dulu! Dengar!" hardik Mas Dicky tanpa sedikit pun merasa empati pada keluhan istrinya sendiri. Padahal sebagai seorang manager operasional di sebuah perusahaan spare part mobil, gaji Mas Dicky pasti besar. Tidak kurang dari sepuluh juta rupiah bahkan lebih, itu yang aku ketahui dari browsing di g****e, sebab laki laki itu tak pernah terus terang padaku berapa gajinya setiap bulannya sejak dia diangkat dari seorang staf biasa menjadi seorang manager. "Tapi, Mas ... Kayla gimana? Masa mau disuruh puasa juga? Tadi saja ke sekolah nggak bawa apa apa. Nggak bawa uang jajan. Kamu nggak kasihan?" Aku masih mencoba meluluhkan hatinya. Namun, lagi lagi Mas Dicky menyeringai tak suka. "Sudahlah! Nggak usah jadikan Kayla sebagai alasan kamu untuk minta uang terus! Kalau dia lapar, itu urusan kamu!" "Salahmu yang nggak becus ngatur uang belanja! Sudah! Mas berangkat dulu! Pagi pagi udah bikin pusing aja!" hardik Mas Dicky kembali sebelum kemudian meninggalkan ruang tengah dengan langkah kasar dan menuju halaman rumah lalu pergi dengan mobilnya sembari menyentak gas kuat kuat. Sepeninggal Mas Dicky, aku menghembuskan nafas kuat kuat. Hatiku nyeri dan benak rasanya kalut serta penat tak karuan memikirkan uang belanja yang sudah tak ada lagi. Harus ke mana mencari uang sementara aku hanya ibu rumah tangga biasa yang tak punya pekerjaan sampingan karena aku pikir lebih baik fokus mengurus rumah tangga dan suami dari pada sibuk mencari tambahan penghasilan. Tapi ternyata aku salah karena dengan fokus mengurus rumah tangga aku jadi bergantung sepenuhnya dengan suami yang tak bertanggung jawab seperti Mas Dicky dan akhirnya kesulitan sendiri seperti sekarang ini. Tadi pagi saja putriku berangkat sekolah tanpa sarapan atau pun berbekal uang jajan. Hanya air putih saja yang masih bisa aku bawakan di dalam tasnya. Miris sebenarnya, tapi bagaimana lagi. Punya bapak seorang manager perusahaan, tapi di rumah mau makan saja susah. Kalau aku ceritakan ke orang orang, pasti tak akan ada satu orang pun yang percaya. Ting! Sedang aku bingung dan gundah memikirkan uang belanja yang tak akan bisa lagi aku dapatkan dari Mas Dicky, tiba tiba terdengar suara ponsel tanda ada notifikasi pesan masuk pada aplikasi berwarna hijau yang kini lebih populer digunakan daripada SMS. Segera aku bergerak mencari sumber suara tersebut dan terkejut saat menemukan ponsel Mas Dicky ternyata tertinggal di atas meja ruang tengah. Kuambil benda tersebut dengan tangan bergetar dan dengan penuh rasa ingin tahu mencoba membuka benda tersebut. Selama ini aku sudah tahu sandi ponsel Mas Dicky karena sering tak sengaja melihat gerakan tangannya saat membuka layar hapenya. Benar saja, tanpa kesulitan yang berarti aku pun berhasil juga membuka layar ponsel Mas Dicky dan langsung membuka aplikasi W******p yang tampaknya dipenuhi beberapa buah pesan masuk yang belum dibuka oleh Mas Dicky tersebut. Mungkin tadi laki laki itu tak sempat membuka ponselnya sehingga pesan pesan tersebut belum dibalasnya. Aku langsung membuka pesan yang dikirimkan oleh ibu Mas Dicky yang tak lain adalah ibu mertuaku yang tampaknya beberapa kali mengirimkan chat. [Dick, uangnya udah masuk. Lima juta kan? Cuma ini kayaknya masih kurang, Dick. Soalnya selain buat DP motor adikmu, Mira, Ibu juga mau beli perhiasan. Jadi tolong siang nanti kamu kirim lagi lima juta ya. Itu juga dapatnya paling cincin dua mayam.] tulis ibu di papan obrolan. Seketika aku merasa kaget membaca pesan tersebut. Selama ini walau pun tahu kode ponsel Mas Dicky tapi aku memang tak pernah ingin tahu aktivitas pribadi suamiku itu di dalam benda segi empat miliknya tersebut karena aku berusaha percaya dan positif thinking terhadapnya. Tetapi ternyata diam diam Mas Dicky royal pada ibunya dan sebaliknya sangat pelit dan perhitungan terhadap istri dan anaknya sendiri. Aku mencoba patuh, berbaik sangka dan tak pernah menuntut padanya meskipun dia hanya memberiku uang sebesar dua ratus ribu rupiah setiap minggunya untuk belanja rumah tangga kami termasuk biaya sekolah Kayla yang sekarang sudah duduk di kelas dua Sekolah Dasar. Jika dikalkulasikan maka dalam sebulan paling aku hanya mendapat uang sebesar delapan ratus ribu rupiah saja untuk biaya hidup kami selama satu bulan. Tak sampai satu juta rupiah untuk biaya hidup keluarga kami selama sebulan, hingga terkadang aku dan Kayla terpaksa harus menahan lapar bila persediaan dapur sudah habis. Tapi dengan ibunya, Mas Dicky kelihatannya justru sangat royal. Sekali memberi uang saja sebesar lima juta rupiah. Itu pun tak cukup karena sepertinya ibu mertua ingin kembali meminta transferan pada suamiku itu. Bukan untuk belanja dapur supaya bisa tetap makan sepertiku, tetapi untuk biaya tersier yang tidak urgen seperti yang diminta ibu mertua tadi. Beda denganku yang saat ini terancam tak bisa makan sebab Mas Dicky kekeh tak mau memberi tambahan uang belanja karena jatahnya minggu ini sudah dia berikan sebesar dua ratus ribu rupiah. Jadi menjelang laki laki itu memberiku uang lagi, aku dan Kayla harus puasa tiga hari lamanya tanpa sahur dan tanpa berbuka kecuali dengan air putih. Kalau beruntung, biasanya ada Mbak Sari, tetangga sebelah yang hobi sedekah makanan yang seringkali memberikan lauk pauk dan kue kue buatannya setiap kali tetanggaku yang baik hati itu habis masak. Kalau tidak, maka aku dan Kayla harus sabar berpuasa hingga tiba saatnya Mas Dicky memberiku jatah belanja untuk satu minggu ke depan. Miris sekali. Membaca pesan dari ibu mertua tersebut aku pun hanya bisa tersenyum getir. Aku bukan iri atau tak rela Mas Dicky memberikan uang pada ibunya karena aku sadar, surga suami memang berada di telapak kaki ibu kandungnya, tapi kalau dengan istri sendiri, dia bersikap pelit setengah mati, apa aku harus manut manut saja dan nurut nurut saja dia batasi seminim minimnya uang belanja seperti ini?KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (2)Setelah membuka buka pesan ibu mertua yang ternyata dipenuhi permintaan uang yang dilakukan hampir tiap minggunya itu, aku kemudian membuka pesan dari kontak W******p yang lain. Dan mataku seketika membulat saat melihat pesan yang dikirimkan oleh sebuah kontak W******p dengan profil seorang wanita cantik dengan anak perempuan berusia sekitar dua atau tiga tahun di sisinya. Penasaran, aku pun segera membuka pesan dari kontak W******p tersebut. [Makasih ya, Mas. Transferannya udah Mia terima barusan. Lima juta kan? Tapi minggu depan tambahin lagi ya, Mas soalnya Mia pengen beli cincin lagi, seperti yang kemarin Mas kasih itu. Cantik banget. Makanya Mia pengen nambah satu atau dua lagi biar nggak malu kalau kumpul kumpul sama temen arisan. Ya, Mas?] Begitulah isi pesan tersebut. Deg! Jantungku seolah hendak lepas dari tempatnya. Kalau tadi aku hanya terkejut saja membaca pesan dari ibu mertua, tapi sekarang selain kaget luar biasa aku juga merasa shoc
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (3)"Nina! Nin! Kamu lihat nggak hape dan dompetku! Kok Mas cari cari nggak ada!" Baru saja aku masuk ke dalam rumah dan pura pura sedang mencuci pakaian, Mas Dicky masuk dengan wajah terlihat gusar. Melihat itu aku pura pura bengong dan tak mengerti. "Hape dan dompet? Maksudnya? Mana aku tahu. Dari tadi aku nyuci baju, Mas," sahutku pura pura tenang padahal dalam hati merasa bersalah tak karuan dan berdosa karena harus membohongi suami sendiri seperti ini. Hal yang baru kali ini aku lakukan tentu saja dengan sangat terpaksa dan berat hati. "Hape dan dompet Mas nggak ada! Mungkin ketinggalan! Coba tolong carikan!" ujar Mas Dicky lagi dengan nada gusar dan intonasi suara yang tak juga berkurang dari sebelumnya. Aku kembali menggelengkan kepala. "Tapi aku benar benar nggak tahu, Mas. Coba Mas cari di depan. Kali aja ketinggalan di kursi karena Mas kan tadi duduk di sana. Atau kalau nggak ada mungkin jatuh di jalan nggak? Soalnya aku lihat Mas suka na
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (4)PIN ATM : 221222 Setelah capek mencari cari informasi berapa nomor PIN ATM Mas Dicky, akhirnya aku menemukan juga angka tersebut tertulis di buku agenda Mas Dicky yang tersimpan di dalam laci meja kerjanya yang berada di kamar sebelah. Kamar yang selama ini menjadi tempat dia bekerja kala harus lembur akhir bulan. Mendapati nomor PIN ATM tersebut, tanpa ba-bi-bu lagi aku pun langsung menuju keluar rumah dan dengan menggunakan ojek online pesanan, segera menuju Anjungan Tunai Mandiri terdekat. Dengan tak sabar lagi, aku pun segera masuk ke dalam ruang ATM saat sudah sampai, dan gegas memasukkan kartu serta nomor PIN yang aku temukan tadi ke dalam mesin ATM. Sukses. Hanya saja aku terbelalak kaget saat tak menemukan nominal yang aku harapkan di dalam rekening Mas Dicky. ATM Mas Dicky ternyata tak ada isinya. Padahal kalau aku kira kira, gaji Mas Dicky setiap bulannya bisa saja mencapai angka dua puluh juta rupiah, bahkan lebih sebab dalam satu bulan
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (5)"Ya udah. Kayla sabar ya. Nanti Ibu belikan, tapi nggak sekarang ya. Tunggu ayah kasih Ibu uang dulu, biar Ayah nggak tanya tanya beli sepatu dan tas dari mana," kataku berjanji pada Kayla, nanti setelah Mas Dicky memberi aku uang untuk satu minggu ke depan, satu persatu aku akan membelikan putriku itu barang barang kebutuhannya. Mulai dari sepatu yang sebenarnya memang sudah tak layak pakai lagi itu. Tas, yang juga sudah robek resletingnya, seragam yang sudah dua tahun tak ganti ganti dan buku baru yang sudah mulai habis dipergunakan. Tak tega rasanya diriku, di saat ibu dan adik adik Mas Dicky berlimpah uang pemberian darinya. Pun istri mudanya kenyang beli perhiasan hasil transferan darinya, aku dan Kayla justru kelaparan dan hidup miskin meski punya suami dan ayah seorang manager perusahaan. Mau tak percaya, tapi nyatanya aku mengalaminya sendiri! "Ibu nggak bohong kan? Hore ... alhamdulilah kalau Ibu mau belikan Kayla sepatu dan tas baru. Jadi
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (6) "Nin, tolong nanti kalau ada go food nganterin makanan, diterima ya. Mas mau nyusun laporan soalnya di dalam," kata Mas Dicky saat melewatiku yang sedang pura pura melipat baju di ruang tengah setelah sebelumnya berhasil menguping pembicaraan antara dirinya dengan Mia, wanita perusak rumah tangga orang itu.Aku menoleh lalu tanpa senyum, membuka suaraku."Memangnya Mas pesan apa?" tanyaku."Ayam geprek sama jus alpukat. Tapi cuma satu. Jadi kamu sama Kayla nggak usah minta! Salahmu sendiri jadi istri boros.! Jadi jangan salahkan aku kalau makan sendirian!" ujar Mas Dicky tanpa perasaan.Mendengar perkataannya, aku tersenyum tipis lalu menggelengkan kepalaku."Maaf, Mas ... tapi aku mau main ke rumah Mbak Sari. Dia barusan suruh aku main ke sana karena dia juga baru coba bikin ayam geprek buat jualan. Dan aku disuruh jadi tester pertama bareng Kayla karena kalau enak, rencananya dia mau jualan ayam geprek di ruko yang baru dia bangun.""Alhamdulillah
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (7)"Nin, ini ayamnya, dibawa pulang ya. Dan ini sisa buah melon dan semangkanya juga dibawa aja sekalian ya. Ada kulkas kan di rumah? Kalau nggak habis nanti simpan aja, soalnya Mbak sama Mas Heru udah kenyang. Jadi biar buat Kayla aja nanti. Ya, Sayang?" ujar Mbak Sari sembari mengelus sayang rambut putriku.Mbak Sari memang belum dikaruniai keturunan meski sudah hampir lima tahun menikah dengan suaminya, Mas Heru yang berprofesi sebagai seorang kepala cabang di sebuah perusahaan otomotif. Itu sebabnya wanita anggun itu begitu menyayangi Kayla yang sudah dianggapnya putrinya sendiri."Wah, makasih banyak ya, Mbak. Jadi repot repot begini sama Nina dan Kayla. Semoga rejeki Mbak selalu dilancarkan Allah ya, Mbak. Aamiin," ucapku penuh haru."Aamiin," balas Mbak Sari pula sembari tersenyum lembut.Setelah berpamitan, aku dan Kayla pun langsung pulang ke rumah.Sampai di rumah, aku melihat Mas Dicky masih sibuk di ruang kerjanya. Wajah laki laki itu terliha
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT )8)"Huek ... !" Mas Dicky memuntahkan buah yang berada dalam mulutnya ke tong sampah yang ada di dekatnya."Buah apaan sih ini! Kok rasanya pahit banget! Gila kamu ya, buah pahit begini kamu kasih ke Mas!" sungut Mas Dicky sembari menjauhkan piring berisi buah tadi dari atas meja kerjanya.Aku tersenyum simpul mendengar perkataannya."Salah Mas sendiri. Udah tahu ini makanan khusus untuk orang susah yang terpaksa nggak bisa makan karena kehabisan uang belanja, eh Mas minta juga. Bukan salahku kalau Mas merasa pahit karena dah biasa makan yang manis manis dan enak enak. Tapi kalau aku dan Kayla yang biasa nahan lapar dan puasa, rasa pahit pun jadi manis karena butuh makan, Mas, biar nggak mati," ujarku dengan nada tenang, meski dalam hati rasanya sesak sekali.Aku tahu aku berdosa sudah berbohong pada suami seperti ini, tapi kalau suami itu tabiatnya seperti Mas Rama, apa aku masih dosa juga jika aku membalas perbuatan zolim nya pada kami berdua itu deng
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (9)Aku bangun pelan-pelan saat Mas Dicky kulihat telah tertidur lelap. Dengan gerakan hati-hati aku pun berjalan mendekati lemari pakaian yang barusan Mas Dicky buka tadi dan mengambil dompet yang laki-laki itu simpan di sana, di bawah tumpukan baju-baju miliknya. Kuhitung jumlahnya ternyata ada sepuluh juta rupiah uang berwarna merah.Aku pun tersenyum simpul dengan benak mulai memikirkan bagaimana caranya supaya uang sepuluh juta ini bisa jatuh ke tanganku dengan tak dicurigai oleh Mas Dicky ika akulah yang telah mengambilnya.Beberapa saat kemudian, aku pun tersenyum simpul. Sebuah ide melintas di kepalaku. Ya, aku sudah menemukan caranya. Meski cara ini sedikit ekstrim dan riskan tapi cara inilah yang paling masuk akal untuk aku lakukan dan bisa dijadikan alibi hilangnya uang Mas Dicky dari dalam lemari.Aku akan pura pura ada orang yang masuk ke rumah ini tanpa izin alias pencuri dan mengambil uang tersebut. Dengan begitu Mas Dicky tak akan curiga j