"Raisa ... Raisa!"
Dia pun mengejar gadis itu. Yang langsung tertuju pada tas coklat milih Bu Hariyani. Lalu Raisa seperti orang yang kebingungan sedang mencari sesuatu."Kamu cari apa Raisa?"
"Di mana foto itu, Mas?"
"Fo-to yang mana? Dua gadis kembar?"
Raisa tak menghiraukan pertanyaan Delon. Tangannya terus bergerak mmebongkar isi tas. Membuat Delon semakin penasaran. Apalagi dia masih sangat syok, dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Peristiwa yang membuat Raisa menjadi sosok aneh. Beringas dan jahat.
"Raisa! Ini kah fotonya?"
Seketika dia menoleh ke arah Delon. Lalu menyambar cepat foto itu. Delon pun mendekatinya.
"Ada apa Raisa?"
"Dia, Mas! Lihat sosok hitam ini. Sosok yang selalu berada di antara keluarga Mariman ini. Dia ini seorang wanita. Dan--"
Tatap matanya membulat mengarah pada Delon. Yang terus menatap Raisa dengan keheranan.
"Dan, apa?"
"Sosok ini telah melakukan perkawinan
Tiba-tiba, Delon merasa ada yang aneh di dalam saku kemejanya. Sesuatu terasa sangat panas. Segera dia merogoh sakunya. Terkejut bukan main. Karena tiba-tiba ponsel itu berasap. Spontan Delon melempar ke lantai Dan .... Bluuup! Tercium aroma hangus dan sesuatu yang terbakar. Ponsel Delon tiba-tiba saja mengeluarkan percikan api. Hanya dalam sekejap, ponsel itu terbakar. "Mas Delon, lihat HP kamu itu!" teriak Raisa panik. Api menyambar ponsel miliknya. Bergegas Delon mengambil air mineral dan mengguyurnya. Wussssh! Seketika api padam. Hanya saja dia tak bisa lagi menghubungi Hamaz. Dalam pikiran Delon pastilah ini perbuatan makhluk itu. Sepintas dia melihat Raisa menyeringai tipis. Akan tetapi itu bukanlah Raisa. Delon berusaha menarik napas dalam-dalam. Mencoba untuk bersikap tenang. "Kenapa kamu lihatin aku kayak gitu, Sa?" tanya Delon penuh curiga. Karena sulit baginya tahu mana Raisa, mana makhluk yang menjel
Raisa mulai menggerakkan kedua tangan, yang mengarah pada leher Delon. Lelaki tampan berwajah oriental itu, mulai merasakan panas yang mengeliling lehernya. Tiba-tiba, dia merasa tercekik. Tak bisa bernapas sama sekali."Aaaarghhh!"Delon berusaha untuk melepaskan sesuatu yang kian mencekik dirinya. Namun tenaga yang dia miliki tak kuasa. Yang ada Delon semakin jatuh tersungkur dengan kedua tangan memegang leher.Tak jauh dari tempat Delon. Sosok Raisa dengan kedua kaki yang masih terangkat. Terus menggerakkan kedua tangannya. Terkadang seperti menekan atau memelintir sesuatu secara perlahan. Yang membuat Delon berteriak kesakitan.Tampak Wajah Delon merah kebirauan. Dia kali ini benar-benar kehabisan oksigen. Tenggorokannya seperti di tekan oleh sesuatu yang tajam. Hingga bunyi bel terdengar. Membuat manik mata Delon bersinar, seolah ada harapan hidup baginya.Namun dia tak bisa berbuat banyak. Bahkan saat ingin menggapai pintu kamar, tenaga
Kini pandangannya tertuju pada langit-langit kamar. Saat darah terus menetes ke lantai."Turun kan dia sekarang!"Terdengar tawa Raisa yang melengking tinggi."Hihihihiiiii ...."Seolah mentertawakan mereka."Kau iblis laknat, setan keparat. Tinggalkan tubuh wanita itu sekarang!"Kini tubuh Raisa berputar mengelilingi langit-langit kamar. Seperti merayap tapi dengan punggung yang menempel. Kedua mata Raisa terpejam. Dengan jemari tangan yang seolah mencengkaram sesuatu. Dan kedua lutut yang tertekuk. Membuat siapa saja yang melihat, pasti bisa merasakan sakitnya tubuh Raisa diperlakukan seperti ini."Turunlah kau sekarang! Atau aku akan membuangmy ke tempat yang tak kau sukai iblis laknat.""Eeerghhhh!""Turun!" sentak Hamaz.Lelaki muda itu terlihat sangat tenang. Kedua sorot matanya memandang pada Raisa. Tanpa jeda sedikit pun.Lalu sosok Raisa mulai merambat turun. Masih merayap dengan terlentang. Dia mu
Raisa mulai bergerak perlahan. Dia mendongakkan kepala mengarah pada Hamaz dan Rustam. Pandangannya seperti melihat sesuatu yang aneh."A-aku ... di mana sekarang?"Hamaz langsung memberikan segelas air mineral padanya. Raisa yang merasa kelelahan meneguk habis tanpa sisa. Lalu dia mulai memerhatikan mereka satu persatu. Dia merasa tak mengenalnya."Si-siapa kamu?""Aku, Hamaz. Dan, Bapak ini Rusatam. Teman saya.""Lalu, untuk apa ada di kamar ini?" tanya Raisa. Pandangan matanya memutari sekeliling kamar. Dia terhenyak saat menyaksikan semua menjadi sangat berantakan. Hingga pandangan matanya tertuju pada sebuah foto di lantai."Foto itu!"Telunjuknya mengarah di mana foto itu berada. Sontak membuat Hamaz menoleh. Lalu dia berjalan mendekati dan meraihnya."Jangan perhatikan keduagadis itu. Jangan! Dia akan merasuki siapa saja yang melihat bayangan hitam itu, Mas."Seketika Raisa terkejut mendapati tubuh Delon yang amsi
"Iya, Mas. Tapi, yang saya heran tadi. Kok bisa Mas Hamaz ujug-ujug ke kamar saya? Dan sempat bunyikan bel, lalu ketuk-ketuk pintu juga 'kan?"Hamaz mengangguk."Tapi, kok bisa langsung balik lagi, setelah saya coba mati-matian agar bisa menendang pintu, Mas. Tujuan aku cuman satu. Agar aku bisa menimbulkan bunyi=bunyian. Biar Mas hamaz tahu aku di dalam.""Saya tahu. Jadi setiba saya di hotel. Saya langsung hubungi HP Mas Delon. Lama saya telepon enggak ada nada suara.""Iya, Mas. Aneh juga sih menurut saya ini. Setelah menelepon Mas Hamaz. Hp saya langsung terbakar.""Terbakar?""Iya Mas. Dan menurut saya karena faktor X yang enggak bisa dijelasin."Hamaz manggut-manggut."Memang itu ulah makhluk hitam yang merasuki Mbak Raisa.""Terus dari mana kalau Mas Hamaz tau keadaan kita dalam bahaya?" Delon menoleh pada Hamaz yang terfokus pada jalan.Lelaki muda itu pun tak langsung menjawab."Apa dia akan datang
Segera Raisa menutup teleponnya. Lalu dia berjalan menuju sebuah ruang yang cukup luas. Di sana Delon dan Hamaz sudah duduk di atas karpet yang tergelar."Silakan duduk, Mbak Raisa!""Makasih Mas Hamaz. Pondoknya kok sepi ya Mas?""Pondoknya di belakang Mbak Raisa. Kalau ini tempat tinggal saya."Terlihat Raisa manggut-manggut."Coba keluarkan lagi foto usang itu, Mas Delon!""Baik, Mas."Saat Delon menarik koper coklat itu. Tiba-tiba Raisa berteriak kencang. Dia manehan agar Delon tak membukanya."Jangan, Mas Delon!""Ta-tapi, kenapa Raisa?""A-aku takut dia datang lagi."Mendengar ketakutan Raisa. Hamaz mencondongkan wajahnya. Hingga mendekat ke arah mereka."Apa yang membuat Mbak Raisa takut?" bisik Hamaz."Makhluk hitam itu. Kukunya tajam, hitam, terus kedua matanya juga hitam besar. Dia bisa jadi wanita itu. Wanita yang aku lihat di kamar.""Kamar?""Iya, Mas. Kamar rumahnya
"Di gendong?" "Iya, Mas Hamaz. Saya melihat ini, dalam mimpi saya. Antara sadar dan tidak sadar. Saya melihat semua." Tampak lelaki muda itu, berpikir keras. Lalu mengarahkan pandangannya bergantian pada Raisa dan Delon. "Lalu apa yang harus kami lakukan Mas?" tanya Raisa. "Tolong ceritakan dulu dari awal. Bagaimana kalian bisa berhubungan dengan Bu Sapto ini?" Perlahan Raisa mulai menceritakan dari awal mula. Saat pertama mendapat tugas memandikan jasad Bu Sapto. Sampai pertemuan dia dengan Mbah Karsiyem. Hingga kematian para pemandi jenazah. Sampai akhirnya mereka berkunjung ke rumah Bu Sapto. Menyaksikan toples-toples yang berisi potongan atau sisa tubuh korban kecelakaan. Tumbal dari pesugihan Bu Sapto. Hingga mereka berkunjung ke salah seorang anaknya. Tampak Hamaz mendengarkan dengan mimik wajah yang sangat serius. Lalu sekilas memerhatikan Raisa. Yang terlihat kuyu dan lelah. "Dari anak Bu Sapto, Mas Delon dan Mb
"Kau bisa merasakannya Raisa?" bisik Delon. "Iya, tengkuk aku berdiri, Mas. Merinding benagt, kayak ada angin dingin." "Itu kekuatan dari makhluk ini. Dia ingin berusaha menembus rumah ini tapi tak bisa. Dia juga ingin menembus Mbak Raisa juga enggak bisa. Makanya Mbak Raisa merasakan hal aneh." Lalu Hamaz mengambil sebuah buku tua yang tersimpan di dalamnya. Lalu menunjukkan pada Raisa dan Delon. "Apa Mas Delon dan Mbak Raisa sudah membaca ini?" Mereka menjawab dengan gelengan kepala. "Saat kami ingin membaca, Raisa sudah dirasuki terlebih dahulu, Mas Hamaz." "Kita baca sama-sama. Jangan lupa sholawat ya. Karena makhluk ini mengincar Mbak Raisa. Jangan lupa dalam hati kalian terus berdoa. Dia benar-benar bisa merasuki kita dalam keadaan apa pun. Jadi hanya diri kita yang harus bisa menjadi benteng yang kuat. Untuk diri kita sendiri." "Baik, Mas," ucap mereka berdua. Hamaz mulai memerhatikan buku yang ada di tan