"Nona! Apa kamu baik-baik saja? Saya antar pulang ya?" Narendra pura-pura bertanya untuk mengecek apakah Karin masih sadar atau tidak,"Berhasil! Istri Abimana tertidur," Narendra kembali menyeringai licik. Dengan cekatan ia menggendong Karin keluar dari club malam itu dan membawanya pergi. Tentu setelah meninggalkan pesan untuk Wulan bahwa Karin pulang duluan,"Halo! Cepat ke Helena Club! Ada yang harus kamu kerjakan!" Narendra meminta anak buahnya datang,"Ada apa, Bos?" tak lama setelah Narendra mengeluarkan perintah, tiga orang pria berbadan tegap mendekati mobil Narendra,"Cepat kamu bawa mobil itu ke alamat ini! Bilang bahwa pemiliknya menginap di rumah Wulan dan menyuruhmu mengantarkan mobilnya!" Narendra menunjuk mobil Karin dan memberi secarik kertas bertuliskan alamat rumah Karin. .Tentu saja Narendra tau alamat rumah Karin. Karena selama ini dia selalu menguntit Abimana untuk mencari kelemahannya,"Baik Bos! Kita kerjakan sekarang!" anak buah Narendra bergegas menuju mobi
Brak,Karin membuka pintu kamarnya sangat kencang. Ia merebahkan tubuhnya yang terasa ngilu itu di ranjang kesayangannya. Seluruh tubuhnya sakit tapi tidak sesakit hatinya yang hancur. Harga dirinya hancur tak bersisa, kini ia merasa hanya sebagai barang bekas yang sangat hina,"Apa yang telah aku lakukan kemarin?" Karin menangis sambil memukul kepalanya. Ia benci idenya pergi ke rumah Wulan. Ia benci telah mengikuti kemauan Wulan, ia benci dirinya sendiri,"Bagaimana kalau Mas Abi mengetahui hal ini? Bagaimana kalau aku hamil anak bajingan itu? Karin... Bodoh sekali kamu!" Karin kembali memukul kepalanya sendiri. Bahkan vas bunga yang tertata cantik di samping lemari ia lemparkan sekuat tenaga mengenai pintu kamar. Pecahan beling dari vas bunga berserakan memenuhi kamar Karin. Belum puas melempar vas bunga, Karin yang merasa hina dan kotor itu malah menarik bajunya dengan jijik."Brengsek kamu Narendra!" Karin menjerit menumpahkan semua kekesalannya. Perlahan Karin bangkit mengambi
"Pergi dari sini! Pergi...." Karin meronta mencoba melepaskan cengkraman tangan Wulan dan Bu Ajeng. Melihat Wulan seperti melihat kejadian tadi malam yang sangat mengerikan bagi Karin.Puas meronta, perlahan pemberontakan Karin mulai melemah, tenaganya terkuras habis. Dirinya lemah tak berdaya dengan bayangan kejadian semalam yang terus menari di pelupuk matanya,"Non Karin!" Bu Ajeng menggosok telapak tangan Karin yang terasa dingin. Karin hanya merespon dengan lirikan mata dan airmata yang terus mengalir menganak sungai di kedua pipinya,"Lo sebenernya kenapa? Cerita sama gue!" Mode bicara Wulan kembali ke asal, Lo-Gue.Mendengar Wulan bicara, Karin hanya membuang muka ke arah lain. Dirinya belum mampu menatap wajah Wulan setelah kejadian semalam,"Sepertinya non Karin butuh istirahat," Bu Ajeng bergumam lirih, tangannya sibuk memijit kaki Karin,"Karin sudah makan belum, Bu?" Wulan menghilangkan jejak airmata di pipi Karin dengan tissue,"Belum, Non! Ibu baru ingat!" Bu Ajeng seger
"Pergi kamu bajingan! Jangan berani sentuh aku, atau aku akan membunuhmu sekarang juga!" Karin berteriak seperti orang kesetanan. Prang!Karin memukulkan gelas kristal yang dia ambil dari meja rias tepat disamping ranjang king size mereka. Matanya tetap nyalang menghunuskan potongan gelas kristal yang runcing kepada Abimana,"Sayang? Are you ok?" Abimana beringsut mundur berusaha turun dari ranjang. Menatap Karin dengan tatapan sulit diartikan,"Apa yang terjadi denganmu, Sayang?" Abimana mulai turun dari ranjang dan berjalan mundur menjauhi Karin, nyawanya lebih berharga dari sekedar memeluk Karin."Pergi kamu! Jangan sentuh aku! Aku hanya ingin suamiku!" Karin menjerit sambil berlinang airmata. Dalam pandangan matanya, lelaki yang barusan seranjang dengannya adalah lelaki yang sama dengan lelaki yang telah menodainya, Narendra.Abimana menyugar rambutnya frustasi melihat keadaan Karin yang sangat aneh dan membingungkan. Tubuhnya butuh istirahat, tetapi bukannya istirahat dirinya ma
"Ingat Clau! Buat Abimana dan Karin sengsara lebih dari yang kamu alami! Permalukan dia di depan umum, biar dia tau dengan siapa dia berurusan!" Aunty Nindya mengelus kepala Aisyah penuh sayang. Dalam hati terdalam, ia tak rela berpisah dengan keponakan tersayangnya itu,"Aunty mau ikut ke Jakarta nggak besok?" Aisyah membalikkan badannya berharap aunty nya ikut pulang,"I am so sorry, honey! Disini banyak sekali kerjaan yang nggak bisa aunty tinggalkan. Karena terikat kontrak sebelumnya," Aunty Nindya memohon pengertian Aisyah. Ditatapnya wajah cantik Aisyah yang tampil berbeda sekarang ini. Aunty Nindya yakin, tidak akan ada yang mencurigai penyamaran keponakannya kali ini. Aisyah tampil begitu sempurna menjadi sosok Claudia. Dari penampilan, cara berbicara dan body language nya benar-benar berubah 360 derajat. Meskipun ada satu kesan yang sama di dua karakter itu, sama-sama cantik.Aisyah membereskan peralatan panahan miliknya. Ia ikut bergabung bersama aunty dan Stevan santai bers
"Steve! Bisa kita bicara sebentar?" Aunty Nindya mendekati Steven dan Aisyah yang masih bercengkrama ria,"Kalau begitu Aisyah tidur duluan, Aunty!" Aisyah melempar senyum kepada aunty Nindya dan Steven sebelum mengunci kamarnya, sementara aunty Nindya menggandeng tangan Steven menjauh dari kamar Aisyah,"Mommy, aku ke kamar dulu bentar ya! Mau ambil jaket dulu, dingin sekali malam ini!" Steven bergegas menuju kamarnya. Ia mengambil jaket berwarna denim lalu memakainya,"Perasaan tadi buku gue ada disini, sekarang kok nggak ada? Apa gue masukin laci ya tadi?" Steven urung keluar menemui mommy nya. Steven malah sibuk mencari buku kecil miliknya,"Nggak ada ya? Jangan-jangan jatuh waktu di kampus tadi. Gimana kalau dibaca sama geng gue yang pada kurang kerjaan itu?" Steven menutup mukanya kalut memikirkan buku kecil yang hilang. Semua sudut kamarnya ia buka, bahkan seprei dan selimut berserakan dibawah ranjang. Namun buku kecil miliknya tidak ditemukan."Cari ini, Steve?" Aunty Nindya m
"Yakin Lo nggak mau ikut ke Jakarta?" Aisyah . koper miliknya ke bagasi mobil dibantu Steven. "Lo punya kuping kan buat mendengar? Tadi mommy gue udah bilang gue ada kegiatan mendadak di kampus! Sudah untung ada yang bantuin, tetep aja berisik!" Steven mencibir Aisyah yang menurutnya terlalu ikut campur. Meskipun dalam hatinya menolak bersikap kasar kepada Aisyah, tetapi keadaan memaksanya demikian."Lo kenapa sih? Dari kemarin jutek banget sama gue?" Aisyah merasa heran dengan perubahan sikap Steven. Padahal ini saat terakhir mereka bertemu,"Bisa diam nggak mulutnya?" Steven membanting bagasi dengan keras lalu pergi meninggalkan Aisyah yang bengong menatap punggungnya yang menjauh,"Sudah jangan pedulikan Steven! Dia sedang kacau pagi ini!" Aunty Nindya bersiap mengemudikan mobilnya. Dengan cepat, Porsche yang mereka tumpangi melesat membelah jalanan ibu kota Singapore."Hati-hati Aisyah! Semoga kita bisa bertemu kembali di lain waktu," Steven yang sedari tadi berdiri di balkon mem
"Bos, aku menunggumu di ujung perumahan sekarang juga!" Rendra menghubungi Mahesa Bagaskara."Lama sekali kerjamu!" Mahesa membentak Rendra di telpon,"Sudahlah, Bos! Mau apa nggak nih rumah? Kalau nggak aku batalkan kontrak rumah ini!" Rendra balik mengancam bos nya. Ia kesal kena tegur pengembang perumahan elit ini karena kurangnya administrasi. Beruntung uang bisa membeli segalanya. Pengembang perumahan langsung memberi kunci rumah kepada Rendra saat melihat tumpukan uang yang Rendra berikan."Sial! Awas kau Rendra!" Mahesa mendesis geram, mobilnya melaju ke tempat dimana Rendra berada."Ini rumahnya?" Mahesa berdecak kesal melihat rumah paling sederhana yang ia lihat,"Kenapa? Kurang sederhana kah? Asal Bos tau aja ya, ini rumah paling sederhana di kompleks elit ini! Kalau Bos nggak mau, cari aja sendiri!" Rendra memalingkan mukanya membuka pintu mobilnya,"Selangkah lagi kau masuk ke dalam mobil, aku pastikan keluargamu kelaparan besok!" Mahesa memberikan ancaman kepada Rendra,"