"Ya wajar dong, seorang paman minta uang samaku. Lagi pula, dia yang sudah merawat aku sejak kecil."Lala terpaksa berbohong. Dia takut kalau rahasianya terbongkar."Aku tidak percaya. Sini ponselmu!""Ka-kamu mau ngapain? Nggak usah telelepon pamanku.""Kalau kamu tidak mau jujur dan meneleponnya, berarti pria itu suamimu."Rusly menatap tajam, dia sudah mencoba sabar. Namun, Lala tetap berkelit dan menutupi kebohongannya.Mau tidak mau, Lala terpaksa memberikan gawainya kepada Rusly."Ii-ini."Lala terpaksa dan pasrah begitu saja.Rusly mengotak-atik ponsel milik istrinya. Namun, dia mengerutkan dahi."Sejak kapan ini dikunci?" tanya Rusly heran."Sejak lama.""Serius?""Ya.""Silakan buka kuncinya!"Lala bangkit lalu menerima gawai miliknya. Sebenarnya dia tidak mau melakukan itu. Akhirnya, dia pasrah begitu saja. Apapun itu nanti hasilnya."Sudah."Rusly menerima ponsel milik Lala lalu memanggil kontak Pak Eko. Namun, tidak dapat lagi dihubungi.'Kamu kira bisa menelponnya? Kamu t
'Aku harus mencari ide agar rencana Rusly gagal.'Akhirnya Lala diam dan pasrah. Namun, otaknya terus berpikir untuk melahirkan ide.Mau tidak mau, Rusly menarik paksa lengan istri ke tiganya. Padahal tadi, dia mau ke rumah sakit membesuk ibunya. Tidak tahu kenapa, semua berubah haluan."Sayang, yakin mau ke rumah pamanku?" tanya Lala.Dirinya kini seperti seekor kerbau yang ditarik paksa oleh tuannya."Ya.""Ke-kenapa harus ke sana? Hari ini 'kan jadwalnya mau ke rumah sakit. Terus nggak ke sana dulu besuk ibu.""Tidak."Tidak berapa lama, Rusly dan Lala sampai di halaman rumah. Rusly membuka pintu mobil lalu masuk ke dalam. Tidak buang-buang waktu, Rusly menyalakan mesin mobil. Setelah semua aman. Dia menyuruh Lala masuk ke dalam lewat pintu samping.Lala mengikuti perintah Rusly. Kali ini dia tidak berani membantah.****Sesampainya di depan rumah repot, Rusly menatap ke arah Lala."Apa benar ini rumahnya?" tanya Rusly parau."Ya."Kali ini Lala enggan membuka mulut. Apa yang ditan
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 47: Lala Pergi SelamanyaPak Eko lari sudah tidak berkutik. Tubuhnya dikunci kuat sama Rusly.Di samping mobil, Lala sudah meringkuk kesakitan. Dia terus minta tolong agar dirinya diselamatkan."To-tolong," ucap Lala lirih.Darah terus mengalir membuat Lala semakin lemah seolah tidak berdaya. "Dasar kamu sudah gila! Kamu lebih mementingkan aku dari pada istrimu! Cepat larikan Lala ke rumah sakit," sindir Pak Eko.Rusly melepaskan Pak Eko lalu berlari menghampiri Lala."Sayang, aku yakin kamu pasti kuat. Ayo kita ke rumah sakit."Rusly menggendong tubuh istrinya dengan sedikit kesulitan. Darah segar masih terus mengalir. Wajah Lala semakin pucat. Tangan kanannya dia lingkarkan ke leher Rusly dan tangan kirinya dia memegang perutnya yang kena tusuk."Maafkan aku, sayang. Aku sudah banyak salah selama ini. Tolong maafkan diriku yang sudah berdusta kepadamu."Kaki Rusly terhenti mendengar perkataan istrinya. Namun, dia tetap menggendong tubuh istrin
Seminggu setelah kepergian Lala, Rusly tidak mau makan, minum, mandi bahkan rambut dan kumisnya sudah tidak pernah dicukur. Kepergian Lala membawa malapetaka baginya."Kamu masih memikirkan Lala?" tanya Ririn.Ririn merasa senang atas kepergian Lala. Dia sekarang memikirkan bagaimana caranya agar bisa mendapatkan harta kekayaan milik suaminya.Rusly masih saja bergeming sambil menatap lekat foto Lala. Ririn terbakar api cemburu melihat tingkah suaminya."Move on, Bang! Lala itu sudah tiada. Dia hanya kenangan pahit di masa lalu!" pekik Ririn.Rusly menoleh ke arah Ririn. Ririn merasa takut melihat sorot mata suaminya. Perlahan, Ririn bringsut dengan wajah takut. Dia tidak berhenti berdoa agar suaminya tidak melakukan hal yang aneh."Ini semua pasti gara-gara kamu, Rin!" bentak Rusly. Dia melempar figura yang dipegangnya ke sembarang tempat.Ririn terkejut dan merasa shock melihat keadaan yang ada."Pergi dari sini! Kamu sudah melenyapkan nyawa istriku!"Rusly mengacak-acak rambutnya s
"Aa-aku sudah tidak nyaman menikmati harta yang kuraih dengan instan. Belakangan ini, hidupku tidak nyaman dan tenang."Tiba-tiba, lampu listrik hidup."Aa-alhamdulillah," ucap Ririn.Rasa haus kini hadir di tenggorokan Ririn. Wajahnya sudah mulai tenang karena ruangan itu sudah terang. Dia hendak melangkah menuju pintu kamar. Niatnya mau keluar mengambil air putih. Namun, lengannya ditarik paksa suaminya."Kamu mau ke mana?!" bentak Rusly.Ririn kembali terkejut mendengar bentakan suaminya. Perlahan dia menatap bola mata suaminya."Aa-aku mau ke dapur. Aa-ada apa rupanya?" tanya Ririn terbata.Rasa haus semakin terasa di tenggorokannya. Kakinya gemetar ditambah cairan bening mengalir deras tempat dia berdiri tegak."Ngapain kamu ke dapur?" tanya Rusly."Ma-mau mengambil air putih. Tenggorokanku terasa kering. Aku sangat haus.""Kenapa air cairan mengalir?" tanya Rusly sambil menunjuk ke arah lantai tempat Ririn berdiri.Ririn menunduk dan melihat ke arah lantai tepat dia berdiri. Dia
"Ada apa, sayang?!" teriak Ririn dengan nada kuat.Ririn langsung bangkit dari atas ranjang melangkah ke arah dapur. Langkah kakinya sengaja dia ayunkan dengan sigap agar bisa lebih cepat sampai ke dapur.Rusly mengelus dadanya sambil mengucap istighfar tiada henti. Wajahnya pucat pasi ditambah kakinya gemetar. Dia menyandarkan tubuhnya ke dinding lalu memejamkan mata."Apa yang terjadi? Mana malingnya?" tanya Ririn sambil mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan dapur."Ti-tidak ...!" teriak Rusly kencang sambil memeluk istrinya dengan erat.Ririn heran kenapa suaminya bersifat aneh seperti itu. Dia mencoba melepaskan peluka suaminya. Amun, Rusly terus memeluknya dengan kuat. Ririn merasa susah bernapas.****Pagi telah tiba menyapa bumi. Ririn beranjak dari atas ranjang lalu berjalan menuju ruang dapur. Pagi ini, dia memasak sarapan pagi buat suaminya tercinta.Dia membuka pintu kulkas lalu memeriksa sisa bahan makanan yang bisa diolah buat menu sarapan pagi.'Ya ela, hanya
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 48: Amanah Bu Aisyah"Bagaimana keadaan ibu."Aku melangkah gontai menghampirinya. Wajahnya masih pucat pasi. Rasa lelah dan jenuh rebahan setiap hari di atas brangkar membuat dirinya ingin segera pulang. Sudah dua bulan lebih dirawat di rumah sakit."Sudah membaik, Nak. Cuma, dokter bilang belum bisa pulang ke rumah.""Se-serius, Bu?" tanyaku kaget.Aku menatap ke arah wajah ibu mertuaku. Dia buang muka ke arah jendela. Aku menghela napas lalu menghembuskannya dengan kasar."Ibu makan buah dulu ya! Aku tadi singgah ke tokoh buah buat beli ini."Aku menarik kursi lalu duduk di samping ibu mertuaku. Pisau putih berada di tangan kanan, sementara buah pir ada di tangan kiri. Tanpa buang waktu, aku mengupas buah pir."Sepertinya usiaku sudah tidak lama lagi, Nak."Aku berhenti mengupas buah pir lalu mengarahkan pandanganku ke wajah ibu."Ibu, tidak boleh berkata seperti itu. Seolah-olah ibu mendahului takdir."Aku meletakkan buah pir dan pisau di ata
Aku heran kenapa Bu Aisyah diam dan seperti ketakutan. Aku menggeleng memberi kode apa yang terjadi. Bu Aisyah seperti ketakutan melihat hantu atau pocong."Ibu ada apa?" tanyaku.Aku menggenggam erat tangan kanannya lalu mengelus keningnya. Suhu badannya biasa saja dan tidak panas."Ada apa, Bu? Ibu ceritalah! Ada aku yang selalu setia menemani dan menjaga ibu di masa tuamu.""Ii-itu ada ...," ucap Bu Aisyah terhenti.Bu Aisyah memejamkan mata sambil menunjuk ke arah belakangku dengan jari telunjuk. Aku berdiri lalu melihat ke arah belakang. Aku terkejut melihat Rusly dan Ririn sudah mematung di belakangku dengan wajah senyum simpul."Kenapa kalian ada di sini?" tanyaku sinis.Aku menatap ke dua manusia iblis itu dengan sangar."Nggak usah kamu nyolot seperti itu. Santai saja keles.""Dasar manusia tidak berhati! Sedikitpun tidak ada rasa malu. Apa belum puas kamu merusak rumah tanggaku bahkan merebut Rusly dari pelukanku? Apa belum puas kamu mengirim buah hatiku menghadap duluan kepa