"Ya. Aku masih menunggu iktikad baiknya," balasnya tidak mengambil keputusan yang tergopoh-gopoh.Aku sangat salut atas keputusan yang diambil beliau. Walaupun dirinya sudah dinyatakan meninggal, tetapi hatinya masih dingin dan tidak langsung tersulut emosi.Bu Aisyah diam sejuta bahasa. Dia merenung dengan bulir bening yang sudah sebak di pipi. Menyesal ... itulah yang dapat dia lakukan pada saat ini. Mau mengadu kepada sang ibu tercinta, sudah tidak ada lagi. Dulu selagi ibunya hidup. Apapun itu yang dia mau dan meskipun itu salah. Dia lakukan dan paksa agar keinginannya terkabul.Ternyata tidak selamanya hidup ini sesuka hati dan di atas. Terkadang kita dibenturkan dengan keadaan yang jauh menyimpang dari apa yang diharapakan. Terkadang jalan yang ditempuh sangat mulus dan tanpa ada sama sekali lubang dan tikungan. Kehidupan inilah yang membuat manusia tidak sadar akan hidup yang tidak kekal selamanya."Maafkan aku yang sudah mengikuti apa mauku. Aku mengakui salah dan murni ini un
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 65: Pengakuan Pak Sudrajat Lagi"Tolong lepaskan aku, Sudrajat! Aku tidak mau mendekam seumur hidup di balik jeruji besi ini!" teriak Bu Aisyah tidak terima. Dia terus meronta laksana anak remaja yang lagi kesurupan. Aku mohon lepaskan aku!" imbuhnya lirih dengan isak tangis yang tiada tara. Bulir bening dan keringat sebak membasahi pipi dan keningnya."Aku melakukan ini kepadamu bukan suatu tanpa alasan." Sudrajat berkata santai, tetapi sangat menyayat hati. Ekor matanya memperhatikan retina mantan istrinya. "Harapanku ... kamu bisa berubah dan menginstropeksi diri setelah mendekam di penjara ini," imbuhnya."Aku tahu aku salah! Aku mohon beri kesempatan kepadaku kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki diri," pintanya dengan lemas. Tubuhnya yang kekar kini terjerembab lemah. Kedua kaki menjulur begitu saja. Rambutnya yang ikal kini sudah tidak rapi. Penghuni tahan yang satu kamar dengannya hanya mampu tersenyum melihatnya ulah Bu Aisyah."Kalau
"Baiklah, jika bapak tidak mau berkata dengan jujur." Aku menyuap soto Medan ke dalam mulutku. Aku merasa senang ketika bersua dengan Pak Sudrajat.Alunan musik mengiringi makan siang ini. Aku tetap berpikir keras untuk menyelesaikan masalah ini. Biarpun itu Bu Aisyah sudah di balik jeruji besi. Masih banyak lagi yang akan terlibat dalam skandal rumah tanggaku. Utamanya Rusly sebagai dalang semuanya."Oh ya, Pak. Hm –," ucapku grogi sehingga aku tidak berani melanjutkan pembicaraanku. Aku menggaruk leherku yang tidak gatal."Ada apa?" sapa Pak Sudrajat sembari menikmati nasi gorengnya. Tidak perlu buang-buang waktu. Nasinya sudah habis dilahap dengan cepat. Pak Sudrajat meneguk jus Martabe (markisa dan terong belanda)."Apakah bapak sudah pernah menjenguk Bu Aisyah di penjara?" tanyaku memberanikan diri. Walaupun ada rasa takut, aku memberanikan diri agar penasaranku terobati."Ya. Tadi pagi aku ke sana." "Sungguh, Pak?!" tanyaku spontan. Intonasi nadaku jauh lebih kuat dari biasanya
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 66: Jangan Sentuh Aku"Waktu besuk sudah selesai," ucap penjaga sipir. Aku menatap sorot mata pria itu. Berharap ada tambahan waktu. Namun, aturan tetap aturan. Tidak bisa diganggu gugat. Sebut saja namanya Leo. Leo menuntun Bu Aisyah agar berdiri dan melangkah menuju jeruji besi. Akan tetapi, beliau meronta dan tidak terima."Aku belum selesai bicara. Jangan paksa aku bersifat arogan di sini," berangnya tidak karuan. Dia terus meronta agar tidak dipaksa masuk ke dalam kamar."Kasihan juga Bu Aisyah. Pasti batinnya tersiksa akibat dia di jebloskan ke dalam penjara," ucapku sambil menggeleng kepala. Apa mau dikata, nasi sudah jadi bubur. Setiap perbuatan harus dipertanggungjawabkan. Apa yang kita semai pasti itu yang kita tuai. Maka dari itu, jangan sesekali berbuat khilaf dan dosa jika tidak mau menanggung akibatnya dihari senja kelak. Lebih baik kita terus berbuat baik walaupun kebaikan kita itu tidak pernah dibalas seseorang. Kita tidak tahu ke
Aku menggeliat sambil membentangkan tangan ke atas. Kusapu pandanganku ke arah samping kiri dan kanan. Aku terkejut melihat siapa yang tidur di sampingku. 'Tidak ...! Ini tidak mungkin. Apa Rusly benar-benar menjamahku dan dia meniduriku malam ini?' tanyaku dalam hati. Hatiku tersayat kalau benar-benar itu terjadi. Bulir bening sebak dari ekor retinaku. Aku langsung meraba pakaianku, ternyata sudah tidak ada. "Ini tidak mungkin?! Pasti mimpi!" racauku tidak terima apa yang baru saja dilakukan Rusly kepadaku. Tiba-tiba, tubuhnya menggeliat. Perlahan dia membuka matanya lalu mengusapnya. Rusly menguap dan langsung bangun."Terimakasih sayang sudah melayaniku malam ini sampai puas," ucapnya datar sembari mengulas senyum. Dia bangkit dan duduk tepat di sampingku. Rusly mengusap pucuk kepalaku dengan lembut.Aku sangat merindukan momen ini, tetapi ini tidak mungkin kuladeni. Aku dan dia sudah tidak ada lagi ikatan halal. "Ya Allah, maafkan aku yang sudah berzina," ucapku lirih. Tangisku p
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 67: Adu Kebenaran "Apa yang kalian lakukan barusan Nesya?" tanya Pak Sudrajat dengan panik. Dia asal masuk saja ketika mendengar percakapan antara aku dan Rusly."Masih berani kamu menyentuh wanita yang tidak mahrammu, ya?!" cela Pak Sudrajat sembari melayangkan sebuah tamparan tepat di pipinya, Rusly."Apa yang bapak lihat, tidak sesuai dengan kenyataannya," kelakarnya sambil mengusap pipinya yang sakit dan panas akibat tamparan yang diberikan bapaknya."Jangan berkelakar lagi kamu Rusly! Cukup sudah sandiwara yang kamu cipta selama ini dengan Aisyah."Retina Rusly berputar seolah berpikir apa maksud dan tujuan bapaknya. Dia tidak mengerti apa yang dikata oleh pria itu."Aa-aku tidak mengerti apa maksud dan tujuan cakap bapak. Tolong jangan hakimi aku dengan seperti ini," ucapnya mengiba. Namun, Pak Sudrajat tidak ada sama sekali merasa kasihan."Jangan kamu berbohong! Katakan jika kamu memang sadar dan tidak ada sama sekali dipelet atau diguna
Pak Sudrajat menarik paksa lengan Rusly dan akun untung saja diriku sudah memakai pakaian. "Ki-kita mau ke mana, Pak?!" tanyaku terbata. Aku mencoba meronta, tetapi tidak bisa. Akhirnya aku pasrah walaupun tidak merela."Kita ke kantor polisi. Aku mau buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Biar tidak ada dusta diantara kita semua."Setelah sampai di teras rumah. Pak Sudrajat meminta kunci mobilku. Aku lupa letak di mana. Ternyata mobilku sudah terparkir rapi di garasi. Seingatku masih berada di luar pagar. 'Kenapa bisa dia masuk ke dalam garasi? Apa dia bisa jalan sendiri?' pertanyaan konyol lahir di benakku."Nggak usah panik gitu. Aku kok yang memarkirkannya ke garasi. Kulihat kamu sudah lelah dan ngantuk itu sebabnya kuparkirkan ke dalam. Takut mobil kesayanganmu hilang ditelan bumi begitu saja.""Nggak usah sok menjadi pahlawan kesiangan. Bilang saja kamu –," ucapku terjeda ketika melihat Ririn datang di depan pagar. Mau ngapain lagi wanita piranha itu datang kemari?' ta
Tepat di parkiran lapas. Aku sengaja lebih cepat turun dari dalam mobil. Selain apek dan sumpek, aku muak melihat Ririn di sini. Padahal aku sudah tidak mau lagi melihat batang hidungnya. Namun, sang pencipta alam bertolak belakang dengan apa yang aku harapkan."Mohon maaf bapak dan ibu mau besuk siapa?" tanya penjaga sipir. Beliau sudah hafal betul dengan wajah kami karena hampir setiap hari membesuk Bu Aisyah di sini selama dia dipenjara."Mau besuk atas nama Aisyah," jawab Pak Sudrajat parau. Dia mengusap keningnya yang sudah mulai di banjiri keringat. Cuaca pagi menjelang siang ini sangat gerah membuat semua orang rentan keringat."Beliau sudah bebas –," jawabnya terjeda sembari melihat wanita yang sedang melangkah gontai menghampiri meja piket."Kenapa dia bisa bebas? Terus siapa yang membebaskan dirinya?!" racau Pak Sudrajat tidak terima. Kepalan tangan hendak melayang ke atas permukaan meja yang ada di depannya. Namun, batas kesabarannya masih terkontrol."Ka-kalau masalah itu