“Ada apa, hm?” tanya Milea saat siang itu Hanzel datang menjemputnya tapi terlihat banyak beban.Hanzel menoleh Milea, tampaknya dia memang tak bisa menyembunyikan apa yang sedang dipikirkan.“Ada apa, hm? Apa mau ke tempat tenang dulu sebelum ke toko?” tanya Milea yang seolah tahu jika Hanzel butuh bicara.Hanzel mengangguk mendengar tawaran Milea. Mereka pun akhirnya pergi ke kafe untuk bicara lebih dulu.“Ada apa? Kalau ada masalah cerita saja, bukankah kita sepakat untuk saling membicarakan masalah kita satu sama lain,” ujar Milea mengingatkan akan janji mereka sendiri.Hanzel menatap Milea yang tampak cemas. Dia bingung harus bercerita dari mana, sampai-sampai sedikit menunduk sambil menghela napas kasar.Milea pun masih menunggu Hanzel bicara. Dia menatap pria itu serta memberi waktu agar Hanzel siap.“Sebenarnya aku ingin membahas soal Jill, tapi aku takut kmu tidak berkenan,” ujar Hanzel tak langsung membahas inti permasalahan.Milea cukup terkejut mendengar Hanzel ingin memba
“Apa? Singapore? Mau apa, Hanz? Kamu mau tunangan, kenapa malah pergi?” tanya Cheryl heran dan bingung saat mendengar ucapan Hanzel. Hanzel menatap sang mami yang tampak cemas, lantas menjelaskan perlahan. “Mami ingat Jill?” tanya Hanzel. “Jill? Tunggu! Jangan bilang kamu tak bisa melepasnya sedangkan kamu mau menikah dengan Milea. Jangan melakukan hal tidak masuk akal, Hanz.” Cheryl mendadak syok membayangkan apa yang hendak dilakukan putranya. “Mi, tidak seperti itu. Jill sakit parah, aku ingin menemuinya hanya untuk memastikan serta memberinya dukungan saja,” ucap Hanzel menjelaskan. Cheryl dan Orion diam mendengar ucapan Hanzel, keduanya menatap bersamaan ke pria itu. “Apa Milea tahu?” tanya Orion memastikan agar putranya tak salah jalan. “Tahu, aku sudah bicara kepadanya. Bahkan dia yang memintaku untuk menemuinya, meski memang aku ingin,” jawab Hanzel. Orion menoleh ke istrinya, melihat betapa cemasnya sang istri. “Ya, kalau memang Milea pun mengizinkan. Papi juga takkan
“Sudah gosok gigi?” tanya Milea saat Kai baru saja keluar dari kamar mandi.Kai langsung memperlihatkan deretan giginya ke Milea untuk menjawab pertanyaan sang mama.“Pintar, sekarang ayo bobok.” Milea mengajak Kai untuk naik ranjang.Kai naik ranjang, lantas menarik selimut.“Apa papanya Kai pergi lama?” tanya Kai karena tahu kalau Hanzel pergi.“Tidak,” jawab Milea sambil memulas senyum.Kai sudah berbaring sambil memandang Milea yang duduk menatapnya.“Papa pergi sebentar karena ada urusan, nanti juga cepet pulang,” ujar Milea, “kenapa Kai tanya? Sudah kangen, ya?” Milea menggoda putranya itu.“Papa janji mau ajak Kai lihat pertandingan bisbol. Jadi Kai mau nagih kalau Papa pulang,” ucap Kai.Milea memulas senyum lantas mengusap kening Kai.“Sekarang tidur, ya.” Milea mengecup kening Kai agar segera tidur.Kai memejamkan mata menuruti perintah Milea untuk tidur.Milea pun diam sambil menatap Kai yang mengharapkan Hanzel segera pulang.Setelah Kai tidur pulas, Milea pun keluar dari
Hanzel pergi ke rumah sakit setelah semalam menginap di hotel. Dia mencari ruang inap Jill setelah sebelumnya bertanya ke bagian resepsionis.Hanzel berjalan di koridor sambil mengecek nomor kamar, hingga dia melihat ibu Jill keluar dari salah satu ruangan di sana.“Bibi.” Hanzel langsung menyapa wanita itu.Ibu Jill tampak terkejut melihat ada yang menyapanya.“Iya,” ucap wanita itu sambil memperhatikan wajah Hanzel.“Benar ini kamar Jill?” tanya Hanzel sopan.Wanita itu semakin terkejut mendengar Hanzel bertanya soal putrinya.“I-iya,” jawab wanita itu tergagap. “Kamu siapa?” tanya wanita itu balik.“Saya Hanz, temannya Jill.” Hanzel pun memperkenalkan diri.Wanita itu kaget karena pria yang ada di hadapannya memperkenalkan diri sebagai Hanzel.“Ah … Hanz yang suka ngajak Jill pergi?” tanya wanita itu memastikan.Hanzel yang kini terkejut mendengar pertanyaan wanita itu. Dia memulas senyum sambil menganggukkan kepala.“Kamu ke sini ingin menjenguk Jill?” tanya wanita itu.“Iya,” jaw
Milea duduk di belakang meja kerjanya, mengecek beberapa berkas tapi pikirannya tak fokus. Dia sesekali melirik ke ponsel karena menunggu Hanzel menghubungi. Hingga akhirnya ponselnya berdering, nama Hanzel terpampang di layar membuatnya sangat bersemangat. “Halo, Hanz.” Milea langsung menjawab panggilan itu. “Kamu di mana?” tanya Hanzel dari seberang panggilan. “Di kantor, mengecek beberapa berkas,” jawab Milea sambil memainkan pulpen. “Bagaimana kabar Jill?” tanya Milea meski rasanya berat bertanya. “Tidak terlalu baik. Tapi dia sudah mendapat pengobatan di sini. Akan aku ceritakan semua saat pulang nanti,” jawab Hanzel, “aku menghubungi karena mencemaskanmu,” ucap Hanzel lagi. “Kenapa mencemaskanku?” tanya Milea sambil menegakkan badan. Dia mengulum senyum karena mendengar Hanzel mencemaskan dirinya. “Aku takut kamu berpikiran yang tidak-tidak jika aku tak menghubungi, karena itu aku menghubungi dulu,” jawab Hanzel. Milea mengangguk-angguk mendengar ucapan Hanzel, meski dir
Tiga hari berlalu, hari pertunangan Hanzel dan Milea pun sudah di depan mata tapi belum ada tanda-tanda Hanzel pulang.“Apa Hanz sudah mengabarimu kalau mau pulang?” tanya Aruna saat bertemu Milea.“Dia mengirim pesan jika akan pulang secepatnya, tapi belum tahu pasti kapan pulangnya,” jawab Milea sambil mengaduk jus dengan sedotan.Aruna pun menoleh ke Ansel, merasa kasihan karena Milea terlihat sedih.“Mungkin Hanz belum pulang makanya belum mengabari,” ujar Ansel mencoba menenangkan perasaan Milea.Aruna pun mengangguk-angguk mengiakan ucapan Ansel untuk mendukung Mila.Milea menatap Aruna dan Ansel yang mmeberi dukungan kepadanya., lantas memulas senyum.Mereka pun kembali makan, hingga Aruna menatap ke arah pintu.“Itu Winnie,” ucap Aruna sambil menunjuk ke pintu.Ansel dan Milea langsung menoleh saat mendengar ucapan Aruna.“Winnie.” Milea langsung berdiri untuk menghampiri saudaranya itu.Winnie tersenyum melihat Milea dan yang lain. Dia berjalan menggunakan satu tongkat untuk
Milea berlari keluar dari kamar setelah mendapatkan panggilan telepon dari satpamnya. Dia menuruni anak tangga dengan cepat, sampai tak peduli jika suara langkah kaki cepatnya bisa membangunkan semua orang di rumah itu. Milea keluar dari rumah meski waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Dia berhenti sejenak saat melihat seseorang di depan pos satpam sedang duduk dengan penjaga rumah, hingga Milea kembali berlari untuk menghampiri. “Hanz!” panggil Milea sambil berlari saat memastikan jika pria itu benar sang pujaan hati. Hanzel menoleh saat mendengar suara Milea. Dia melihat wanita itu berlari ke arahnya, membuat Hanzel langsung berdiri untuk menyambut Milea. “Mi--” Hanzel baru ingin menyapa tapi terkejut saat Milea langsung memeluknya. Satpam yang tadinya di luar menemani Hanzel, langsung masuk pos karena tak mau mengganggu Milea dan Hanzel. “Kenapa tidak menghubungiku jika pulang, hah?” tanya Milea dengan nada tinggi tapi meski begitu sebenarnya dia sedang senang setelah
Ansel bangun di tengah malam. Dia meraba sisi ranjang, tapi tak mendapati istrinya ada di sana, membuat Ansel langsung duduk. “Runa!” Ansel memanggil sang istri, tapi tak mendapati Aruna di kamar. “Ke mana dia?” Ansel melihat jam dinding yang menunjukkan pukul satu malam, membuatnya memutuskan untuk mencari keberadaan Aruna. Ansel turun ke lantai bawah, lantas melihat lampu dapur yang menyala. “Kamu sedang apa?” tanya Ansel saat melihat Aruna sedang sibuk di dapur. Aruna terkejut mendengar suara Ansel, sampai-sampai tangannya tergores pisau saat akan memotong wortel. “Ans!” Aruna merengek karena jarinya terluka. Ansel sangat terkejut melihat Aruna terluka. Dia buru-buru menghampiri, lantas meraih tangan Aruna untuk dibersihkan. Ansel mengalirkan air untuk mencuci jari Aruna dari darah. “Kenapa tidak hati-hati?” tanya Ansel sambil membersihkan luka Aruna, lantas mengeringkan dengan tisu. “Kamu mengagetkanku. Kenapa bertanya secara tiba-tiba?” Aruna menjawab sambil mengeluh ka