Aruna duduk di depan meja rias. Dia memandang bayangan dari pantulan cermin sambil mengeringkan rambut dengan hairdryer. “Apa kamu tidak mau menjelaskan apa pun kepadaku, Ans?” Aruna menunggu Ansel jujur. Entah kenapa dia ingin sekali mendengar pengakuan Ansel tanpa dia tanya. Dia hanya ingin tahu alasan Ansel memilih mengakhiri hubungan mereka, daripada menjelaskan yang terjadi. Andai Ansel dulu jujur, bisa saja Aruna memilih menunggu jika saja pernikahan Ansel hanya sebuah kontrak. “Aku benar-benar tak bisa memahami, Ans.” Aruna mendengkus kasar lalu meletakkan hairdryer di meja. Dia berpikir sambil menyisir rambut, apa yang sebenarnya diharapkannya sedangkan dia sendiri masih bersikap dingin ke pria itu. “Kenapa aku jadi memikirkanmu?” Aruna menggelengkan kepala pelan karena pikirannya sendiri. Dia memilih berhenti memikirkan Ansel karena tak ingin jatuh lebih dulu seperti sebelumnya. ** Aruna makan malam bersama kedua orang tuanya seperti biasa. Mereka sudah berada di mej
“Saya baru saja dapat kabar kalau Bu Aruna sudah menerima bunga dan makanan yang Anda berikan, Pak.” Asisten Ansel menyampaikan informasi yang didapatnya dari kurir yang mengirimkan barang pesanan Ansel. “Baik, terima kasih sudah melakukannya untukku,” ucap Ansel. “Siap, Pak. Saya permisi dulu.” Asisten Ansel pun pamit pergi meninggalkan ruangan Ansel. Ansel menautkan jemari untuk digunakan sebagai penyangga dagu, kedua sikunya bertumpu di meja, kini dia sedang memandang ponsel yang ada di hadapannya. Dia menunggu Aruna menghubungi, berharap wanita itu menghubunginya lalu memberikan maaf yang sangat diharapkan. Namun, setelah hampir 30 menit Ansel hanya memandangi ponselnya. Dia tidak mendapat panggilan atau pesan sama sekali dari Aruna. “Apa dia masih belum bisa memaafkanku?” Ansel bertanya-tanya sendiri. Dia mulai gelisah karena Aruna masih tak mau memaafkannya. “Tidak bisa! Aku tidak bisa membiarkan ini,” ucap Ansel yang tidak sabar dan panik. Ansel bertekad untuk terus b
“Nanti sore jangan pulang terlambat ya, Run.” Aruna berhenti melangkah saat mendengar ucapan sang mommy. Dia baru saja hendak berangkat ke kantor, tapi sang mommy mengajaknya bicara. “Memangnya ada apa?” tanya Aruna sambil memandang Bintang. Bintang hanya tersenyum mendengar pertanyaan Aruna. “Tidak ada. Mommy hanya ingin makan malam bersama saja,” jawab Bintang.Aruna menaikkan satu sudut alis, hingga ingat ucapan Bumi kemarin. “Maksudnya makan malam dengan Bumi dan Paman?” tanya Aruna menebak. Bintang tak terkejut mendengar tebakan Aruna. Dia pun menjawab, “Iya, nanti Sashi, Archie, dan Nanda juga datang. Jadi mommy memang ingin makan malam keluarga bersama.” Aruna mengangguk-angguk mendengar jawaban Bintang. Dia lantas pamit karena harus segera pergi ke kantor. “Mommy benar-benar ingin mengadakan makan malam,” ucap Aruna saat menghubungi Bumi sambil menyetir. “Mommymu mengatakan alasannya?” tanya Bumi dari seberang panggilan. “Katanya hanya ingin makan bersama saja. Kak S
Aruna hendak memulai pekerjaan setelah memindah buket pemberian Ansel. Dia sudah duduk di kursinya, hingga ponselnya berdering, membuat tatapan Aruna tertuju ke ponsel. “Ans.” Aruna melihat pesan dari Ansel. Dia pun mengambil ponselnya, lantas melihat pesan apa yang dikirimkan pria itu. Aruna mengerutkan alis membaca pesan dari Ansel. [Apa kamu tidak suka bunganya? Apa kamu benar-benar tidak bisa memaafkanku? Apa aku harus ….] “Harus apa? Kenapa kamu mengirim pesan sepenggal doang?” Aruna malah memaki ponselnya karena kesal Ansel hanya mengirim pesan sepenggal. Tentu saja dia penasaran dengan apa yang hendak dilakukan Ansel. “Apa dia melakukan ini hanya untuk memancingku agar aku menghubunginya?” Tiba-tiba saja pemikiran itu melintas di kepala. Jika dia menghubungi lebih dulu, artinya dia memaafkan Ansel. Jadi Aruna pun berpikir jika mungkin saja Ansel mengirim pesan sepenggal agar dirinya penasaran, lantas menghubungi pria itu. “Ingin aku membalas pesanmu, agar aku dianggap me
Semua orang pun dibuat bingung karena ucapan Bintang. Mereka sampai saling tatap sebelum akhirnya memandang Ansel. Ansel hanya diam mendengar ucapan Bintang, apalagi wanita itu kini menatap tajam penuh kebencian. Dia memberi isyarat ke asistennya agar pergi bersama yang lain sedangkan dia harus menghadapi Bintang. Semua orang pun pergi, kini tinggal Ansel, Bintang, dan Sashi yang ada di sana. “Mom, sudah.” Sashi mencoba meredam kemarahan ibunya itu. Bintang tetap tidak mau mendengarkan Sashi. Sejak dulu Bintang ingin meluapkan kekesalan karena Ansel sudah membuat Aruna pergi, tapi karena terus ditahan Langit, membuatnya memilih mengabaikan dan fokus ke Aruna. Namun, karena bertemu langsung dengan Ansel, membuat Bintang kembali murka. “Mohon maaf atas kesalahanku, Bibi.” Ansel menundukkan kepala, lantas sedikit membungkukan badan untuk meminta maaf ke Bintang. “Maaf, kamu pikir bisa minta maaf begitu saja!” Bintang benar-benar mengamuk. Ansel hanya diam menunduk mendengarkan amu
Di ruang makan, terlihat banyak menu makanan yang disajikan oleh pembantu rumah keluarga Aruna. Malam itu diadakan makan malam bersama yang hanya dihadiri oleh keluarga Aruna dan keluarga Bumi. “Kenapa kamu pakai pakaian begitu?” tanya Bintang saat melihat Aruna hanya memakai kaus pendek dan celana denim sebatas lutut. “Memangnya kenapa, Mom?” tanya Aruna keheranan karena pertanyaan Bintang. “Kita ‘kan mau makan malam, Runa. Kenapa kamu malah pakai pakaian seperti itu? Ganti sana!” Bintang meminta Aruna mengganti pakaiannya. Aruna mengerutkan alis mendengar ucapan Bintang. “Makan malamnya sama Paman dan Bumi doang ‘kan, Mom? Ga ada orang asing atau rekan bisnis Daddy, kan?” tanya Aruna keheranan karena sikap Bintang. “Iya memang tidak ada. Tapi tetap saja, kamu harus berpakaian rapi. Sana ganti baju, ganti dengan pakaian yang sopan, kalau perlu dress yang cantik!” perintah Bintang tak mau dibantah. Aruna tak bisa membantah perintah Bintang. Dia pun kembali naik ke lantai atas un
“Kalian pasti mau, kan? Apalagi kalian sebelumnya juga pernah saling suka.”Bintang bicara sambil memandang Aruna dan Bumi secara bergantian.Bumi dan Aruna masih syok karena tak menyangka jika mereka dijodohkan.Bumi hendak bicara untuk menolak rencana Bintang, tapi ayahnya langsung menggenggam telapak tangannya, membuat Bumi menoleh ke Anta.Anta menggelengkan kepala, meminta agar Bumi tidak langsung menolak atau memprotes rencana Bintang.Langit, Sashi, dan Nanda hanya diam mendengar keputusan Bintang. Mereka tidak ada yang membantah atau membantu Aruna bicara.Aruna sendiri masih syok, tapi berusaha untuk tetap tenang. Kini dia paham akan maksud ucapan Langit.“Mom, bukannya aku ingin menolak. Tapi aku merasa semua ini terlalu mendadak,” ujar Aruna mencoba untuk menolak tapi dengan cara yang halus.Bintang menatap Aruna yang baru saja mengemukakan pendapat.“Apanya yang mendadak? Mommy sudah bicarakan ini dengan daddymu juga ayahnya Bumi,” balas Bintang.Aruna terkejut hingga lang
Aruna pergi ke perusahaan di hari berikutnya. Dia berjalan masuk lobi, hingga langkahnya terhenti saat melihat banyak orang sedang berkerumun di sana.“Bu Aruna.”Aruna menoleh saat melihat satpam menghampirinya.“Ada apa ini, Pak?” tanya Aruna ke satpam.“Itu ada kiriman bunga untuk Bu Aruna,” jawab satpam.Aruna terkejut mendengar ucapan satpam. Dia pun buru-buru mendekat ke kerumunan staff yang ada di sana, lantas melihat bunga apa sampai semua orang berkerumun di sana.Hingga Aruna terlihat sangat terkejut ketika melihat banyaknya buket bunga yang ditata di tengah lobi, jika dihitung mungkin lebih dari puluhan buket.“In-ini?” Aruna sangat syok dengan yang dilihatnya.Di saat yang bersamaan Langit pun baru saja tiba di lobi. Dia melihat staff yang berkerumun di sana, sehingga dia mendekat untuk melihat apa yang terjadi.“Dari siapa untuk siapa?”Suara Langit mengejutkan semua orang, terutama para staff. Mereka menoleh ke Langit, hingga satu persatu dari mereka membubarkan diri kar