Cheryl sedang bicara dengan tamu yang hadir, hingga saat akan menghampiri sang kakak ipar yang duduk bersama mertuanya, tiba-tiba saja dia mendengar dua tamu malah bergunjing tentang Milea, membuat wanita itu murka dan langsung menggampar kepala salah satu wanita.“Kalian bicara apa tadi, hah?” Cheryl langsung mengamuk mendengar dua wanita itu bergosip soal Milea.Aruna yang awalnya ingin melabrak, kini sangat syok melihat Cheryl mengamuk lebih dahulu.“Memangnya bicara apa? Kenapa asal pukul?” Wanita itu melayangkan protes sambil memegangi kepala yang terkena gampar.“Kalian ini tak tahu malu, datang mengucap selamat, tapi bergunjing di belakang! Kalau mau bergunjing, pergi dari sini!” amuk Cheryl.Pertengkaran itu pun menarik perhatian para tamu yang datang, bahkan Milea dan Hanzel pun sampai terkejut saat melihat Cheryl bertengkar.“Benar, kalian bercerita yang bukan-bukan. Aku mendengarnya,&rdquo
“Kamu ingat saat pertama kali merayuku?” “Kenapa dibahas sekarang?” Hanzel menoleh Milea yang tiba-tiba membahas masa lalu mereka. Sejujurnya dia malu karena banyak cara dilakukan untuk bisa mendapatkan wanita itu tapi semuanya zonk meski akhirnya bisa bersama. Milea menoleh Hanzel, lantas tertawa. “Soalnya kamu lucu,” ucap Milea jika ingat bagaimana pria yang dua tahun lebih muda darinya itu dulu mengajaknya kencan padahal mereka dulu rival balapan. Hanzel menatap Milea yang malah tertawa lagi. Jika ingat bagaimana dulu dirinya berjuang mendapatkan hati wanita itu, bukankah sepadan dengan apa yang didapatkannya sekarang, sebab itu Hanzel tak bisa melepas Milea begitu saja. Hanzel mendorong tubuh Milea ke belakang hingga jatuh ke ranjang, membuat Milea terkejut dan berhenti tertawa. Milea menatap Hanzel yang mengunci dirinya di bawah tubuh, membuat jantungnya berdegup dengan sangat cepat. “Dulu aku selalu mengikutimu seperti penguntit. Merayumu dengan apa pun agar bisa mendapatk
“Kalian jangan mencemaskan apa pun. Kami akan jaga Kai dengan baik. Tapi kalau ada apa-apa, segera hubungi kami,” ucap Aruna saat Milea dan Hanzel menitipkan Kai ke mereka.Kai tidak mau ditinggal Milea dan Hanzel pergi. Bocah itu tidak mau bersama orang tua mereka, hingga akhirnya Milea dan Hanzel meminta tolong Aruna karena hanya Emily yang bisa membuat Kai betah.“Maaf merepotkanmu,” ucap Milea karena tak mungkin membawa Kai, takut jika nantinya sang putra cerita ke keluarga soal apa yang mereka lakukan di Singapore.“Tidak apa, lagi pula Kai juga seneng kok.” Aruna mencoba membuat Milea agar merasa tenang.Milea mengangguk-angguk mendengar ucapan Aruna, lantas menoleh ke Kai yang sedang duduk bersama Emily.“Kai di sini sama Emi. Harus bersikap baik dan nurut sama Bibi Runa juga Oma Bintang,” ucap Milea.“Iya, Kai pasti jadi anak baik. Mama sama Papa tenang saja. Pergi aja ga papa.&rd
“Selamat, ya. Maaf karena tidak bisa datang ke pesta pernikahan kalian.”Jill langsung mengucapkan selamat saat melihat Milea dan Hanzel datang ke rumah sakit.“Terima kasih,” ucap Milea, “tidak apa, kondisimu juga seperti ini,” imbuh Milea.Jill mengangguk-angguk dengan senyum hangat ke Milea.“Aku mau menemui dokter dulu, kamu di sini temani Jill dulu,” ucap Hanzel ke Milea.Milea mengangguk-angguk mendengar ucapan Hanzel. Suaminya itu pun pergi bersama orang tua Jill menemui dokter untuk membahas soal operasi Jill.Milea sebenarnya masih agak canggung, apalagi dirinya sempat takut jika Jill nantinya merebut Hanzel darinya.“Kai tidak ikut?” tanya Jill karena tak melihat bocah itu.“Tidak,” jawab Milea, “kami sepakat tidak memberitahu orang tua kami soal niat Hanzel, karena itu lebih baik tak mengajak Kai,” imbuhnya.Jill mengangguk-angguk, lantas menatap Milea yang duduk di samping ranjang.“Maaf karena sudah membuat kalian repot,” ucap Jill sambil menatap Milea.“Tidak apa. Bukank
Milea mengantar Hanzel menemui Jill setelah kondisi suaminya itu membaik. Saat sampai di kamar Jill, di sana ada orang tua dan adik Jill.“Kalian datang, sini duduklah.” Ibu Jill sangat ramah karena merasa berhutang budi dengan kebaikan Hanzel.Hanzel dan Milea hanya tersenyum sambil mengangguk, lantas Milea membantu Hanzel duduk.“Bagaimana kondisimu? Maaf belum melihatmu setelah operasi,” ucap ibu Jill.“Tidak apa Bibi, kalian juga pasti sibuk mengurus Jill,” balas Hanzel.Wanita paruh baya itu mengangguk-angguk mendengar ucapan Hanzel.“Kami sangat berterima kasih dengan kebaikanmu. Jika ada sesuatu yang kamu inginkan dari kami, katakan saja. Pasti akan kami kabulkan,” ucap ayah Jill sambil menatap Hanzel.Hanzel menoleh ke pria paruh baya itu, lantas membalas, “Tidak usah terlalu berlebihan, Paman. Runa sepupuku sedangkan dia istri dari keponakan Paman, anggap saja aku membantu saudara. Bukankah begitu, Jill?”Hanzel menatap Jill, tampaknya dia ingin menganggap wanita itu sebagai
“Kamu benar-benar akan ke Jerman?” Jean yang hari itu datang ke rumah sakit, langsung menanyakan niat sang sepupu ingin ke Jerman. “Iya, nanti setelah sembuh total. Aku berencana mengurus hotel yang ada di sana,” jawab Jill sambil menatap Jean yang berdiri di samping ranjang. Jean menatap Jill yang masih bisa tersenyum setelah hal yang dilalui. “Kamu pergi bukan untuk menghindari pria itu, kan? Tapi ada bagusnya pergi daripada kamu sakit hati,” ucap Jean masih tak menyukai Hanzel. Jill hanya tersenyum mendengar ucapan Jean. Dia menarik napas panjang lantas mengembuskan perlahan sambil menatap jendela. “Aku akan lebih tenang jika tak melihatnya. Bukan aku patah hati atau tidak bisa melepas, hanya saja ini akan jadi bagian caraku untuk tak membuat orang lain merasa tak nyaman. Hanz dan Milea sangat baik kepadaku, aku tak bisa menjadi bayangan di antara mereka,” ujar Jill menjelaskan. Jean pun terdiam mendengar ucapan Jill. Dia tahu bagaimana effort Jill agar bisa bersama Hanz
Winnie menatap Bumi yang baru saja keluar dari kamar mandi. Suaminya itu tampak berjalan ke meja rias, lantas mengambil sisir.Bumi berdiri di meja rias, lantas menyisir rambut yang setengah basah hingga tatapannya tertuju ke pantulan bayangan Winnie yang terlihat di cermin.“Ada apa, hm?” tanya Bumi saat melihat Winnie terus memandangnya.Bumi membalikkan badan, lantas menatap Winnie yang duduk di atas ranjang.Winnie memandang suaminya yang kini menatap dirinya. Dia hanya menggeleng menjawab pertanyaan Bumi.Bumi pun mendekat ke ranjang, lantas duduk di hadapan Winnie.“Kenapa kamu diam saja? Apa tadi Aruna dan yang lain mengatakan sesuatu yang membuat tak enak hatimu?” tanya Bumi sambil menarik telapak tangan Winnie untuk digenggam.“Tidak, mereka baik-baik, bagaimana bisa mengatakan hal tak baik,” jawab Winnie.“Lalu, kenapa kamu jadi mudah melamun?” tanya Bumi karena sejak siang tadi dia melihat Winnie banyak diam.Winnie menatap Bumi yang selalu sabar terhadapnya, hingga berpiki
“Bagaimana kabarnya bayi kita?” tanya Ansel sambil mengusap perut Aruna yang sudah besar. “Dia baik, sangat baik dan sehat,” jawab Aruna sambil menatap Ansel yang sedang menyentuhkan telinga di perutnya. Ansel mengangkat kepala, lantas menatap Aruna yang duduk sambil memandangnya. “Besok jatah kontrol, kan?” tanya Ansel. “Iya, kamu mau nemenin?” tanya Aruna balik setelah menjawab pertanyaan Ansel. “Iya,” jawab Ansel begitu semangat. “Yakin? Ntar kayak kemarin katanya mau nemenin tapi malah ada rapat dadakan,” ujar Aruna agak kecewa karena sebelumnya Ansel tak bisa menemaninya. “Iya maaf, tapi kali ini tidak akan ada rapat dadakan. Aku sudah memastikan,” balas Ansel meyakinkan. Aruna pun tersenyum mendengar balasan Ansel. Usia kandungannya kini sudah memasuki tujuh bulan. Perutnya tampak besar kadang membuat Aruna susah bergerak dan sulit tidur. “Baiklah, awas saja kalau sampai ga bisa ikut lagi. Aku akan merajuk tujuh hari tujuh malam,” ancam Aruna. “Ibu hamil dilarang gampan