Share

BAB 6

"Apaan ini, Bu?" tanya Dika masih tetap men-scroll layar HP Fara.

"Biar Ayah tahu kelakuan adik ipar Ayah selama ini," sahut Fara masih berusaha bersikap tenang.

Dika tak menjawab, bola matanya masih bergerak ke kiri dan ke kanan, pertanda ia masih membaca pesan itu dengan seksama. Berulang kali ia baca, mencoba menyangkal dengan apa yang terjadi sebenarnya.

"Kamu gak usah sok kegatelan, Bu! Gak usah deketin Andre! Inget, Andre itu suami adik ipar kamu," sanggah Dika yang sukses membuat Fara mematung.

"Masa Andre tiba-tiba kirim pesan beginian, kalo gak dimulai? Ayah tahu siapa Andre, orang kecilnya aja Ayah tahu, kok!" seru Dika.

Dika sebenarnya bingung hendak mempercayai siapa, istrinya atau iparnya. Ia sama sekali tak percaya jika Andre bisa berbuat seperti itu, karena selama ini ia dan Rita sangat baik pada keluarga kecilnya. Namun ia juga tak bisa mengabaikan Fara, karena Fara tak akan bertindak jika tak ada bukti.

Fara tak percaya, suami yang ia harap bisa melindunginya, malah melimpahkan kesalahan padanya. Padahal sudah jelas-jelas ada bukti-bukti yang memperkuat alibi Fara.

Mata Fara menghangat, pelupuk matanya sudah mengembun, dan tak lama buliran bening itu jatuh membasahi  pipi Fara membentuk aliran sungai.

"Ayah nuduh ibu deketin Andre?" tanya Fara sambil terisak, dan sesekali mengusap pipinya kasar.

Dika tak mampu menjawab. Tapi dari gerak tubuhnya terlihat ia juga menahan amarah. HP Fara yang masih tergenggam erat ditangannya, ia lempar ke kasur, kemudian Dika berlalu sambil membanting pintu.

Fara menangis dalam diam, tubuhnya luruh ke lantai seiring dengan buliran air yang semakin deras. Far menutup wajah dengan kedua tangannya, merasaka sesak yang menghimpit dadanya.

Karena terlalu lama menangis, akhirnya Fara tertidur di lantai yang beralaskan karpet. Fara terjaga ketika ia mendengar suara pintu yang terbuka. Dik masuk ke rumah dengan tampilan yang acak-acakan, dan bau alkohol yang menyengat.

"Apa dia sama tertekannya denganku?" batin Fara tanpa mencoba untuk membantunya berjalan.

Fara membiarkan Dika jatuh bangun sendiri, dan akhirnya ambruk di kasur, tepat sebelah Reza. Fara yang tengah bersedih, memilih untuk mengadukan semuanya pada Sang Pencipta. Ia lekas mengambil wudhu dan mendirikan sholat. Ia menangis tersedu sambil menengadahkan tangan.

"Kuatkan aku ya Allah, luaskanlah hatiku...." lirih Fara sambil terisak, ia menutup wajah dengan mukenanya karena tak sanggup lagi berkata.

 

Pagi itu Dika bangun dengan kepala yang sedikit berdenyut. Retina matanya mencoba menyesuaikan dengan cahaya yang msuk. Setelah betul-betul sadar, Dika segera beranjak ke kamar mandi tanpa menghiraukan Fara yang sedang memasak untuk sarapan.

Berhari-hari sepasang suami-istri itu berdiam diri. Fara sendiri masih shock, mendapati suami yang ia banggakan selama ini, malah menuduhnya mendekati adik iparnya sendiri.

"Bu, Ayah minta maaf, Ayah gak mau Ibu diemin Ayah terus," pinta Dika saat malam sudah menyapa.

Fara yang sedang menonton TV enggan untuk menoleh. Sedetik kemudian, digenggamnya tangan Fara oleh Dika yang membuat Fara terpaksa menoleh ke arah Dika.

Fara melihat ada penyesalan di mata Dika. Pasti, Dika tak akan mau jika ia harus kehilangan Fara. Fara yang melihat kesungguhan Dika pun akhirnya luluh.

"Kalo Andre ngirim pesan lagi ke kamu, jangan diladenin ya, Bu!" seru Dika sebelum berangkat bekerja, sambil mencium kening Fara.

Fara mengangguk, kemudian tersenyum. Diciumnya punggung tangan suaminy dengan takzim.

Pagi itu Fara dikejutkan dengan keberadaan Rita yang sudah siap akan mengantar Nuri ke sekolah.

"Kamu gak kerja, Ta?" tanya Fara heran.

"Aku udah resign, Kak," sahut Rita tersenyum. "Bang Andre yang kerja sekarang, Alhamdulillah, Kak dia udah dapet hidayah," imbu Rita antusias.

Fara menghembuskan nafas lega, akhirnya ia bisa terhindar dari adik iparnya yang tak sopan itu.

"Alhamdulillah, aku ikut seneng," sahut Fara tersenyum.

"Ma, Papa berangkat ya!" Suara yang sangat familiar di telinga Fara.

Segera Fara menoleh, dan benar saja, itu suara Andre. Ia tersenyum pada Fara, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka. Fara dengan cepat menguasai diri, dan sekedar berbasa-basi.

"Kerja dimana, Ndre?" tanya Fara yang sudah meremas tangannya dari tadi.

"Di Telkom, Kak. Alhamdulillah ada lowongan kerja disana. Ya udah, aku berangkat dulu, Kak," pamit Andre pada Fara.

"Hati-hati ya, Pa!" ucap Rita mencium punggung tangan Andre.

Rita menoleh pada Fara, "Yuk, Kak berangkat," ajak Rita sambil menggandeng tangan Fara, sedangkan anak-anak berjalan di depan.

Untung saja jalan yang mereka lalui hanyalah sebuah gang, yang hanya dilintasi motor. Itupun mereka harus hati-hati, karena jalanannya sudah banyak yang berlubang dan terdapat beberapa polisi tidur.

Sepanjang perjalanan ke sekolah, Rita tak henti-hentinya menceritakan perihal Andre yang akhirnya mau bekerja kembali. Karena semenjak menikah dan terkena PHK, Andre sama sekali enggan bekerja. 

"Aku gak nyangka banget, Kak, akhirnya Bang Andre mau kerja lagi. Buah kesabaran aku kali ya, Kak?" ujar Rita antusias.

"Iya, Ta. Aku juga seneng dengernya, akhirnya yang nyari nafkah tulang punggung, bukan tulang rusuk," ujar Fara sedikit bercanda.

"Kak Fara bisa aja! Aku juga udah capek, Kak jadi gunjingan orang. Gara-gara aku yang kerja, terus Bang Andre yang di rumah," keluh Rita dengan muka yang sulit diartikan.

Tak terasa, langkah kaki mereka sudah menginjak pelataran sekolah.

"Waaah, Mama Nuri sekarang nganter ke sekolah, ya?" tanya Cindy, wali murid yang paling periang.

Rita hanya tersenyum tanpa ada niatan untuk menjawab. Ibu-ibu wali murid yang lain sudah hafal dengan perangai Rita, yang terkenal sedikit angkuh. Saat sedang berbincang bersama ibu-ibu yang lain, HP Fara berbunyi. Ia merogoh HP-nya di saku celana, kemudian membaca pesan yang tertera di layar.

"Dia lagi," gumam Fara.

Fara yang enggan membaca isi pesannya langsung memasukkan kembali gawainya ke saku celana. Namun, seolah tahu jika Fara tak membaca pesannya, Andre terus saja mengirimi Fara pesan.

Sebenarnya Fara risih, tapi mau bagaimana lagi? Ingin berceritapun tak ada tempat untuk mengadu. Dengan sangat terpaksa, Fara akhirnya menon-aktifkan HP-nya untuk sementara waktu, guna menghindari 'teror' dari Andre.

"Huft ... Selesai juga kerjaan rumah. Enaknya ngapain ya?" Fara memindai seisi rumah yang sudah rapi, sambil meregangkan otot-otot legannya.

Akhirnya Fara mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Ia mulai meng-aktifkan kembali ponselnya, dan langsung berselancar di aplikasi biru.

Fara mulai membaca status teman-temannya yang berseliweran di beranda. Namun ada satu hal yang menarik perhatian Fara, ia tak sengaja menangkap satu nama yang rasanya sudah tak asing baginya.

"Yuda Hermawan ... ?" lirih Fara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status