Bab 98Siti menyapukan lipstik ke atas bibir ranumnya. Dia mempersiapkan segalanya untuk bertemu dengan Adi. Dia telah pulang dari rumah sakit dan bersiap untuk pergi. Sumi telah mengambil alih untuk menjaga Putri selama beberapa jam dan Siti tak perlu merasa khawatir."Sepertinya ini sudah cukup. Nggak terlalu menor, 'kan?" monolognya. Ditatapnya lekat pantulan cermin di hadapannya. Siti menghela napas pelan. Wajah pucatnya kini terlihat jauh lebih segar."Rasanya seperti mimpi," lirihnya.Siti pada awalnya memang ingin bertemu dengan Adi. Dia ingin menyelesaikan semua masalah dan segera terlepas dari Adi. "Ya Allah, kuatkan hamba agar bisa menghadapinya tanpa rasa takut."Sekali lagi dia menghela napas dan menyambar tas sebelum berlalu pergi. Tatang juga bersiap untuk mengantar sampai ke cafe. Sebelum pergi, Handi sudah menghubungi pengacara dan siap mengawal Siti. "Mang, ayo berangkat sekarang saja. Takutnya Pak Ardi menunggu lama di sana," ujarnya seraya mendekat. Tatang diam
Bab 99Siti berjabat tangan dengan Ardi. Bagaimanapun juga masalahnya bisa diselesaikan dengan mudah karena bantuan nya. "Terimakasih karena sudah berkenan untuk datang dan menemani saya bernegosiasi dengan Mas Adi, Pak."Ardi mengangguk pelan. "Ini sudah kewajiban saya untuk melindungi klien, Bu."Handi juga memintanya untuk mengawasi Adi, itulah sebabnya dia setuju untuk ikut bertemu meski sebenarnya merasa kurang nyaman."Kalau gitu saya permisi dulu, Pak Ardi."Pria itu kembali mengangguk dan hanya bisa menatap punggung kliennya yang mulai menjauh dan masuk ke dalam mobil. "Sepertinya si gunung es itu sudah menemukan bidadarinya," lirihnya sambil mengulas senyum tipis. Di waktu yang bersamaan, Adi baru saja sampai di rumahnya. Retno yang mendengar deru mesin mobil anaknya, lantas langsung membuka pintu.Wanita paruh baya itu sangat penasaran akan hasil pertemuan anaknya dengan Siti."Gimana jadinya, Di? Siti mau cabut laporan, 'kan?"Adi hanya diam. Pria itu justru masuk ke dal
Bab 100"Apa Putri takut?"Putri menganggukan kepalanya perlahan karena gadis kecil itu memang takut jika dirinya kembali bertemu dengan Retno. Siti meremas tangannya sendiri agar bisa menekan gejolak yang semakin membuat dirinya tak tahan. "Putri nggak perlu takut karena Ibu pasti akan mengantar serta menjemput nanti," ujarnya seraya mengelus pelan puncak kepala putrinya dengan lembut.Siti berharap agar dia kembali membuat anaknya bersemangat untuk menempuh ilmu seperti sebelumnya. Padahal Putri tengah bersemangat karena dia telah mencicipi bangku sekolah. Perlahan gadis kecil itu mulai mengangkat wajahnya dan menatap lekat bola mata hitam milik Siti."Tapi Nenek–""Nenek nggak akan berani gangguin Putri. Ibu yakin, kok," potongnya.Putri kembali diam. Namun pada akhirnya gadis kecil itu menganggukkan kepalanya perlahan. "Tapi Ibu janji harus antar Putri, ya?"Siti menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis dan langsung menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Iya, Put … i
Bab 101"Um, wanita sebenarnya jauh lebih suka mendapatkan perhatian. Mulai dari hal kecil dan sepele saja, Pak. Misalnya saat dia butuh bantuan atau tempat sandaran, kita ada untuknya."Perkataan Rosa berhasil membuat pria itu terlihat berpikir. "Apakah itu sudah cukup?"Rosa mengerutkan keningnya. Namun tak lama dia mengangguk. "Menurut saya pribadi, itu sudah cukup, Pak."Handi hanya diam. Pria itu memilih untuk fokus bekerja kembali. Alasan utamanya menanyakan tentang hal aneh ini pada sang sekretaris tentu saja karena melakukan sesuatu yang disukai oleh wanita. Mungkin, Handi bisa lebih dekat dengan Siti. Rosa mengangkat bahunya dengan acuh dan kembali bekerja. Sejujurnya dia merasa aneh dengan tingkah sang atasan, tapi dia juga tak ingin bertanya lebih jauh. 'Apa Pak Handi punya kekasih?' batinnya.Rasanya aneh karena Rosa tahu atasannya selama ini hampir tak pernah dirumorkan dekat dengan wanita manapun. Pria berahang tegas dan tatapan dingin itu selalu terlihat seperti gunu
Bab 102Tepat di hari ini, Siti akan menghadiri sidang pertama agar proses perceraiannya berjalan dengan lancar karena Adi telah menyetujui gugatannya."Mang, tolong tunggu disini sampai urusan saya selesai, ya?"Tatang mengangguk dengan cepat. "Siap, Ti!"Wanita itu menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis dan berbalik menatap sosok pria berjas warna abu-abu."Maaf karena saya datang sedikit terlambat sebab jalanan pagi ini cukup macet, Pak Ardi."Pria itu menganggukkan kepala perlahan dan memahami tentang situasi yang baru saja dilalui oleh Siti. Rasanya wajar jika jalanan macet karena orang-orang memang pergi bekerja di pagi hari."Tak masalah, Bu. Kalau begitu mari kita masuk," ujarnya mempersilahkan.Siti mengangguk pelan. Wanita itu berjalan lebih dulu dan Ardi mengikuti langkahnya dari belakang. Namun baru saja hendak melangkahkan kakinya masuk ke kantor pengadilan agama, Siti dihadang oleh seorang pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya."Sidang pertam
Bab 103"Sialan!"Adi memukul setir mobilnya dengan kasar. Napasnya kian memburu naik turun karena emosi. Perkataan Siti telah membuatnya terhina. Bagaimana tidak?Siti bahkan bersikap sangat arogan padahal seharusnya wanita itu menyesali keputusannya karena memilih untuk bercerai."Berani sekali wanita sialan itu menghinaku habis-habisan! Padahal seharusnya dia berlutut dan meminta untuk kembali. Tapi apa ini?"Adi pikir dia hanya diancam saja. Namun Siti benar-benar berniat untuk lepas darinya."Ha ... sialan! Awas saja, dia pasti akan kembali lagi. Aku yakin!"Usai mengontrol emosinya kembali, Adi menyalakan mesin mobil dan melajukannya hingga keluar dari area pengadilan agama. Besok, dia juga berencana untuk kembali ke kota tempatnya bekerja. Tak mungkin jika dia terus mengambil cuti karena Adi tahu ada banyak tikus licik yang berani untuk berbuat curang di belakangnya.Sepanjang perjalanan menuju rumah, Adi seringkali tersulut emosi karena dia masih ingat jelas ekspresi wajah ma
Bab 104"Kamu rindu padaku atau tubuhku?"Wajah Adi kini terlihat dihiasi dengan semburat merah merona. Tebakan Yayuk barusan tidaklah salah.Tangan pria itu kemudian terulur dan langsung mencengkram erat jemari Yayuk. Keduanya kembali bertatapan dengan mesra seperti kekasih yang baru saja bertemu setelah sekian lama."Dua-duanya," bisiknya pelan.Yayuk memutar bola matanya dengan malas. Dia sudah menebaknya sejak awal. Yayuk menarik tangannya kembali karena wanita itu enggan bicara omong kosong dengan Adi. Sudah cukup dia bermain-main dengan pria yang telah berani meremehkannya."Itu masalahmu sendiri, Adi. Jadi jangan mencariku hanya karena kamu butuh kepuasan," desisnya.Mata Adi kini terlihat membulat dengan sempurna setelah mendengar penolakan yang begitu menyakitkan terlontar dengan mudahnya dari bibir ranum Yayuk."A-apa? Kamu jangan bercanda, Yuk! Kenapa kamu malah--""Nggak usah marah, Di. Memangnya kamu sudah lupa perlakuanmu terakhir kali padaku, huh? Kamu bahkan tidak mau
Bab 105"Put, bangun. Udah pagi," lirih Siti.Gadis kecil itu mengerjapkan matanya perlahan sambil menguap. Kening Putri terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu karena Siti tiba-tiba membangunkannya."Ini 'kan hari minggu, Bu. Putri sekolahnya libur," lirihnya.Siti menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis dan mengelus pelan puncak kepala putrinya dengan lembut."Iya, Put. Ini memang hari Minggu, tapi sebaiknya kamu bangun karena kita akan pergi.""Kemana, Bu?""Putri pasti bosan karena di rumah saja, 'kan? Pak Handi ngajakin kita buat piknik ke taman," jelasnya.Seketika pula mata gadis kecil itu membulat dengan sempurna. Ada binar penuh kebahagiaan yang mulai muncul di bola matanya."Om Handi ngajak kita jalan-jalan, Bu?!"Siti mengangguk perlahan. Dia merasa senang saat melihat putrinya begitu bersemangat."Iya, Put. Makanya Putri bangun dan siap-siap, ya. Takutnya Pak Handi udah nungguin."Tanpa banyak bicara lagi gadis kecil itu langsung bangkit dari kas