Mungkin mata ku tidak akan bisa melihat mereka kembali.
Tetapi, aku akan selalu menghormati keberadaan mereka.
Mungkin tak dapat dilihat oleh mata, tetapi bisa di mengerti melalui Sang Pencipta.
* * *
Aku menelepon kakek dan menceritakan perihal mimpi itu. Tentang sosok yang kutemui, taman itu, dan dua gerbang dunia di sana yang berbeda. Air yang aku minum dan juga kulihat. Lalu kakek bilang aku sangat beruntung. Ada makna dalam mimpi tersebut, satu mengenai bagaimana caraku menggunakan kemampuan melihat makhluk itu. Kedua mengenai bagaimana selama ini aku membantu dengan kemampuan itu, dan yang ketiga adalah apa yang terjadi jika aku menggunakannya dengan tidak bijaksana. Juga, mengenai balasan apa yang akan diterima jika perbuatan kita baik atau buruk.
Namun kakek mengingatkan bahwa, semua kembali pada cara ku memperlakukan kehidupan.
Surya telah mengatakannya pada Enah dan Bapak. Aku mengantarkann
Tak ada yang tau bagaimana jalan cerita ini. Cerita hidupku, dan masa depanku. Maka dari itu aku butuh seseorang meyakinkan ku. Bahwa semua ini bisa kami jalani bersama. * * * Satu malam sebelum hari pernikahan tiba esok. Naya memilih duduk di kursi santai yang tepat menghadap kolam renang hotel. Tempat di mana acara pernikahan mereka akan dilaksanakan. Mungkin menakutkan ya memang, apa lagi pandangan mata Naya tidak sama seperti yang lainnya. Namun kali ini, dia merasa akan baik-baik saja. Salah satunya karena Aiza duduk di sampingnya. Malam itu langit bertabur bintang, cerah seperti yang mereka inginkan. Kedua kakak beradik ini akan terpisah jarak dan waktu. Tetapi bagi keduanya, tidak ada penyesalan yang harus mereka sesali. Sementara Nayanika menatap bintang, Aiza menunggu apa yang ingin adiknya itu sampaikan. Lelaki jangkung itu sedikit bingung. Untuk apa Naya memanggilnya tiba-tiba. Apa lagi di tempat sepert
Mitos: Jika kau mendengar burung gagak bersuara atau berpapasan, katanya nasib mu akan sial.* * *Pukul delapan pagi perkuliahan ku akan dimulai, jarak dari kosan menuju kampus tak terlalu jauh. Jika kau memotong ke salah satu gang, hanya butuh 15 menit sampai di pertigaan menuju jalan utama kampus.Sayangnya, sedikit sekali orang yang ingin melewati gang setapak itu. Pasalnya di sana banyak sekali burung gagak, yang bertengger dan bersuara nyaring. Mendengar dari kejauhan saja, orang banyak akan mengusir mereka dengan jampi-jampi. Tapi aku memutuskan untuk melewatinya, hanya berbekal sebungkus roti murah.Gang itu hanya memiliki lebar satu meter, dengan panjang... entahlah aku tidak tau. Batas kiri kanan adalah tembok panjang berbahan batako, samping kiri adalah pekuburan dan samping kanan adalah batas belakang dari rumah penduduk.Begitu sampai di gang tersebut, sekawanan gagak dengan bulu hitam mengkilap cantik bertengger di salah
Penasaran: perasaan Wira tentang Aiza.* * *Teng! Teng! Teng!!Bola basket di tangannya tak mau juga masuk ke dalam ring, sementara teman-temannya yang berdiri di lapangan merasa bingung."Wir! Off Wir' off! Berhenti ajalah. Lu ngapain sih terus ngelakuin itu, agh!" Benny, pemuda berkepala plontos menggelengkan kepala, menyuruh semua anggota timnya meninggalkan Wira sendirian sekarang. Pemuda itu tak mau mendengarkan dan sedang kesal, karena hasil ujian semesternya benar-benar hancur di mata kuliah Pa Ratno.Taklif dan Aiza menyaksikan sobat mereka dari awal sampai akhir, bahkan ketika anggota timnya pergi. Benny bahkan meminta Aiza untuk membuat Wira menghentikan kegilaannya. Sementara Taklif memilih meminum air mineralnya sampai habis, selagi duduk di sisi lapangan karena cuaca hari ini terlalu panas. Aiza menghampiri Wira dan merebut bola di tangannya paksa."Balikin Za." Pinta Wira yang seluruh tubuhnya sudah diguyur kerin
Part 2: Misteri jalan pulang Aiza.* * *Genk 3 MATa_ begitulah rekan seangkatan mereka, menyebut tiga serangkai ini jika sedang bersama. Sekarang Wira dan Taklif berencana mengikuti Aiza, menuju kosannya yang baru.Padahal 3 MATa_ ini terkenal karena, kebiasaan mereka terlambat masuk kuliah di angkatan pertama. Namun di tahun kedua ini, Aiza justru rajin datang tepat waktu. Si mata sayu itu bilang, bahwa ia tidak pindah kosan. Tapi terakhir kali ketika mengobrol Aiza bilang, hanya butuh waktu 15 menit jika memotong jalan."Lu beneran gak bohong kan?" Tanya Wira meyakinkan diri, sembari mereka jalan ke kosan Aiza. Untung saja sepanjang jalan setapak kampus rindang, dengan pepohonan yang meneduhkan kepala mereka."Ngapain juga aku bohong.""Si Wira kemenyan ini marah, gegara kamu gak bareng telat sama kita lagi." Timpal Taklif yang malah kena geplak Wira. "Tapi iya kan? Kamu kan marah dari tadi gegara nilai ujian mu jeblok." Tam
Selamat datang di duniaku.Manusia yang percaya, akan keberadaan alam lain dan dimensinya.* * *"Kau di sini?"Warung kopi di samping SMA Bhakti Kencana 2, menyuguhkan gorengan panas setiap hari. Lengkap juga dengan nasi kuning, bagi perut keroncongan yang lupa sarapan."Hm, jam sekolah belum mulai. Jadi aku memilih untuk pergi ke sini sebentar. Mas makan apa?" Gadis itu bertanya dengan riang, duduk di samping pria berusia kisaran 27 tahun."Bi, nasi bungkus dan tempe mendoan dua. Kopi hitam satu, jadi berapa?" Pria itu berdiri sambil mengambil dompet kulit hitam di saku celana, mengambil uang selembar berwarna biru sesuai harga yang disebutkan si pemilik warung. "Kembaliannya simpen aja, buat entar-entar. Makasih Bi!" Pungkasnya sambil berlalu."Kenapa Mas gak jawab aku tadi?" Gadis tadi mengejarnya di samping kiri, dengan nada kesal bertanya kembali. "Aku kan udah jawab, sekalian bayar. Jadi, sekali dayung dua tiga pu
Berhenti mencari, berhentilah bertanya.Saat aku datang, kalian pasti berlari.* * *Semester baru, apa lagi yang akan di kerjakan oleh Genk 3 MATa_ selain kuliah? Tentu saja menikmati hidup.Hampir setiap semester, jurusan perkuliahan mereka mengadakan kuliah lapangan. Baik itu gunung atau laut, lembah atau bukit. Dengan visi dan misi yang sama, 'mempelajari alam raya'.Kampus kecil di sisi kaki gunung, dengan pusat kota sederhana, di kelilingi hutan dan tempat wisata di mana-mana. Menjadi salah satu destinasi yang masih kurang, untuk mereka mempelajari semesta. Oleh karena itu pihak jurusan, dan kampus memperbolehkan mereka untuk mengadakan kuliah lapangan ke bagian zona maritim terdekat. Pantai selatan.Semua mahasiswa jurusan ini sangat antusias, bukan saja karena tempat yang mereka tuju adalah laut. Tapi juga karena seluruh angkatan dari tiga kelas berbeda, melakukan kuliah lapangan di saat bersamaan. Kurang dari 90
Ombak yang indah,Matahari yang menyengat terik, sertaFajar dan Senja yang tak bisa bersatu.* * *Taklif menarik napas dalam, ini adalah momen yang baik untuknya menemukan kekasih hati. Cewe yang sudah menarik hatinya, sejak akhir semester lalu. Ketika mereka berbincang di waktu yang paling menegangkan.Cewe itu berkulit putih, berambut panjang, dengan mata bulat coklat yang indah. Senyum gigi gingsulnya nampak manis. Taklif tidak bisa lupa dengan pertolongan sederhana, yang diberikan cewe itu padanya. Rasa cemas yang sering mengganggunya, membuat ia melupakan alat tulisnya, sementara waktu ujian masuk sudah di ujung tanduk. Dan sosok cewe impiannya itu, hadir di saat Taklif sedang membutuhkannya.Kali ini Taklif harus bisa menemukannya sekali lagi, karena terakhir kali ia tidak dapat bertemu-- terhalang waktu libur semester. Mata berbingkai itu mencari, sosok tambatan hati."Lif! Lu udah nemu?" Wira menepuk pundak Tak
Di kedalaman laut, sebuah misteri tentang dunia tak dapat kita prediksi.* * *Aiza dan Wira memesan dua gelas kopi hitam. Jam pulang sekolah telah usai, mereka berdua beristirahat sejenak, mumpung ini menuju malam Minggu kembali. Tapi kali ini Wira tak meminta Aiza, untuk menemaninya kencan buta. Seharian ini lelaki berkuncir itu, justru tak banyak bicara. Ia menyapa dan menjawab sekedarnya, Aiza yakin sesuatu tengah dipikirkan lelaki itu.Batangan nikotin dihisap Aiza perlahan, Wira melirik ke arahnya dan tertawa ringan. Ponsel di tangannya di scroll terus menerus, sesekali memberi tanda hati pada media yang ia sukai."Lu jadi ngerokok?" Ujar Wira yang masih fokus pada benda tipis itu, mengambil kopi hitam menenggaknya sedikit demi sedikit."Hm?! Yah, gak tau juga sejak kapan." Kepulan asap kembali mengisi udara, zat beracun itu selalu menjadi hal lazim di muka umum. "Kau sendiri, kenapa gak banyak ngomong seperti biasa? Tumbe