.
.
.
Matahari pagi telah terbit, Jayden yang semalam merasa lelah akhirnya terbangun dengan rasa nyaman diseluruh tubuhnya. Rasanya, ia telah beristirahat dengan sangat cukup setelah semalam ia pergi ke kota untuk mengantar Diona. Melayangkan pandangannya ke seisi kamar miliknya, Jayden mengerutkan keningnya karena dia tidak melihat hal yang ingin dilihatnya. Sepertinya ada sesuatu hal yang aneh. Tetapi, apa itu?! Perlahan Jayden memijit alisnya untuk mengembalikan konsentrasinya yang belum sepenuhnya kembali.
Sampai beberapa waktu, ia menyadari bahwa wanita itu sudah tidak ada dilantai itu. Tunggu, dimana dia? Batinnya didalam hati yang dibalas oleh suara deburan ombak yang menghantam batu-batu karang yang ada disana.
Membuka selimutnya, Jayden dengan celana panjang dan dada terbukanya kemudian membuka pintu kamarnya dan mendapati bahwa rumahnya telah menjadi sepi, meskipun ada bibi Hans yang sedang membersihkan ruang keluarga di hadapannya.
. . . “Tuan. Kenapa anda bangun sangat pagi, bukankah ini baru pukul 04.00 pagi?” Bibi sedikit terkejut karena pagi ini tuan-nya itu tiba-tiba saja sudah sangat rapi dengan setelan kaos Navy dan celana biru donker, dan bahkan ia juga sudah mengenakan sepatu boat di kakinya. “Tidak apa-apa, aku hanya mau bangun pagi saja.” Begitulah Jayden, karena sangat ingin berjumpa dengan Mawar, ia sampai bangun sangat pagi untuk bertengger di meja makan itu. Ia berharap, kali ini wanita itu tidak akan meninggalkannya begitu saja seperti beberapa hari terakhir. Paling tidak, bukankah mereka setidaknya harus sarapan bersama?! Beberapa saat, Jayden telah berada di meja itu dan pada akhirnya, seseorang yang ia tunggu telah membuka pintu dengan pakaian yang kemarin dibelikannya dan rambut panjang yang telah berkuncir kuda. Wanita itu, dari kejauhan, meskipun hanya mengenakan pakaian sederhana seperti itu saja sudah membuat dirinya begitu
. . . “Apakah ia tidak salah dengar? Mawar tidak suka Salmon?!” Beribu pertanyaan kemudian muncul di kepala pria itu yang seketika membuatnya merasa sangat pusing. Tunggu, bukankah beberapa hari ini Bibi Hans selalu memasak ikan Salmon karena wanita itu suka?! Dan bahkan, pagi ini wanita itu juga memakan ikan itu dengannya. Sebenarnya apa yang terjadi?! Dengan rasa semakin tidak nyaman, Jayden kemudian berdiri dan memanggil Suseno yang dirasa sangat bodoh disana. “Suseno!” bentaknya kepada Suseno dengan wajah yang tampak begitu geram. Selama dirinya sibuk, ia menyerahkan urusan Mawar kepada Suseno, tetapi sepertinya asistennya itu tidak bekerja dengan baik. “Kau bilang kalau Mawar baik-baik saja. Apa kau yakin?” tambahnya kemudian. “Yakin Jay.” Suseno mengerutkan alisnya karena ia melihat sendiri Mawar baik-baik saja di ladang. “Bagaimana dengan makanannya, Hah?! Apakah kau memperhatikannya?!” Jayden sedi
. . . “Bibi Hans, apakah itu Mawar?” Keluar dari ruang rahasianya, Jayedn bergegas menuju ke ruang tamu dimana seseorang sepertinya tadi terdengar membuka pintu. “Dimana dia?” Tanya Jayden kemudian karena disana ia tidak mendapati penampakan istrinya itu. Sebelum mendengar jawaban dari bibi Hans yang baru membuka mulutnya, Jayden telah terlebih dahulu masuk ke dalam kamarnya dan mendapati bahwa kamarnya juga sepi. Mawar dimana dia? Jeritnya dalam hati yang tidak kunjung mendapatkan sebuah jawaban. “Tuan. Tadi bukan Nyonya…” Bibi Hans menjelaskan karena sang Tuan sepertinya salah mengira bahwa yang datang barusan adalah Mawar. “Lalu siapa?” Masih berdiri, Jayden yang hendak pergi beranjak menjemput Mawar di ladang kemudian dikejutkan oleh penjelasan sang bibi kepadanya. “Oh. Itu adalah orang suku Henai, salah satu pekerja di ladang. Katanya, Mawar akan tinggal di perkampungan Henai selama beberapa hari.” Ungkapnya kemudian yang
. . . “Mawar! Ayo kita pulang. Dimana kau?” Teriak Jayden ditengah-tengah perkampungan yang sepi itu sehingga suaranya mampu membangunkan seluruh orang yang sedang tertidur disana. “Mawar…” Panggilnya lagi, namun tidak ada sahutan dari rumah-rumah panggung itu. Pasti, Mawar sudah tidak mau lagi bertemu dengannya dan menggunakan cara itu untuk melarikan diri darinya. Tidak. Jayden tidak akan membiarkan isterinya itu kabur begitu saja. Sehingga dengan suara lebih keras ia kemudian memanggil lagi nama isterinya itu. “Ma-war!!!” Serunya yang mulai mendapat perhatian dari penduduk yang mulai keluar dari rumahnya satu-persatu, tidak terkecuali kepala suku yang berusia hampir 100 tahun itu. “Apa yang sedang kau cari anak muda?” Tanya kepala suku itu dengan suaranya yang terdengar bijaksana. Mungkin karena usianya yang hampir satu abad, seluruh orang disana menganggap kepala suku sebagai perwakilan leluhur mereka. Sehingga ketika kepala suku i
. . . Ceplak!!! “Arkk!” Suara cambukan terdengar begitu keras mengenai punggungnya hingga Jayden disana mulai merintih kesakitan. Ceplak!!! “Arkk!” Disela-sela rintihannya ia kemudian memandang ke pintu didepannya dan berkata dengan lembut. “Mawar-” Sayangnya, sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, cambuk itu telah menyambarnya kembali sehingga ia kembali merintih. Ceplak!!! “Arrrk” Menahan rasa sakitnya, pria muda itu kemudain melanjutkan perkataannya, “Ayo kita pulang.” Ceplak!!! “Arkkkk!!!” Sekali lagi, cambuk itu mengenai tubuhnya tetapi sepertinya rasa sakit itu sama sekali tidak menghentikannya untuk terus memandang ke arah dimana isterinya saat ini berada. Pemandangan itu tentu saja membuat seluruh orang di kampung itu merasa iba. Bahkan beberapa wanita disana sampai menangis karena melihat ketulusan dari pria muda yang ingin mengambil hati isterinya kembali itu. Rasanya, para
. . . “Jay… Kumohon jangan mati Jay!” Isaknya di punggung suaminya itu. Dengan pilu, ia terus memukuli punggung Jayden berharap bahwa pria itu tidak mati begitu saja sebelum menjelaskan semuanya. “Jay, bagaimana ini? Kau sudah menculikku... hiks.. kau sudah mengambil hatiku… dan sekarang kau meninggalkanku. Hiks…” Tidak mendapat jawaban dari tubuh itu, Mawar kemudian memeluk tubuh suaminya itu dengan sangat erat dan berbisik di telinganya. “Aku mencintaimu Jay… Jay!!!!!!! Kau dengar aku atau tidak?!!!!!!!!” Sekuat tenaga Mawar berteriak dalam isakannya yang membuat seluruh orang disana menitikkan air mata mereka karena begitu terharu. Wanita itu, sepertinya juga sangat mencintai suaminya. Lalu mengapa mereka berdua bisa berakhir seperti itu?! Batin mereka di dalam hati masing-masing sebelum akhirnya sebuah suara mengagetkan mereka semua. “Ma-war.” Suara itu terdengar begitu lirih dan hampir-hampir tidak terdengar
. . . Brak! Setelah memasuki rumah panggung disana, dengan satu tangannya, Jayden kemudian menutup pintu dan jendela dengan sangat rapat. Bahkan,tadi sebelum menutup jendela, pria itu terlihat menyambar robot J dan melemparnya begitu saja ke luar rumah hingga robot itu mengeluarkan suara kesakitan. Setelah semua tertutup, seketika Jayden menurunkan tubuh yang digendongnya itu dan menghimpitnya didepan dinding kayu rumah itu. “J-ja-jay? Ke-ke-kenapa? A-ada apa denganmu?” Dengan terbata-bata Mawar yang saat ini tengah disudutkan di dinding itu kemudian bertanya kepada pria yang saat ini menatap tajam ke arah dirinya. Bagai se-ekor burung elang, pria itu terus menatapnya sehingga membuat tubuh Mawar bergetar seketika. “Jay. Ada ap- Emmm,,,” Sebelum menyelesaikan pertanyaannya, seketika bibir wanita itu telah kembali ditangkup oleh bibir milik Jayden yang tanpa aba-aba langsung menyambarnya. Merasakan ciuman itu, Mawa
. . . Matahari telah terbit begitu tinggi di perkampungan Pulau Henai. Semua orang telah berangkat bekerja baik di kebun anggur, menangkap ikan maupun mencari kayu bakar di hutan disekitar sana. Sehingga suasana sepi sangat terasa di perkampungan itu, menyisakan dua insan yang masih tertidur setelah malam panjang mereka. Berbalutkan selimut yang tipis, pasangan suami isteri itu saling berpelukan dengan tubuh mereka yang masih belum mengenakan apapun. Waktu telah berlalu dengan cepat hingga akhirnya salah satu dari mereka terbangun karena sorot matahari pada celah kecil dinding kayu itu yang menyilaukan. Mengerjapkan matanya, wanita itu dapat merasakan rasa sakit yang seketika menjalar disekujur tubuhnya hingga ia akhirnya ia menyadari kehadiran sebuah tangan besar yang terus meraba-raba tubuhnya. “Arrkkkk!” Teriak Mawar seketika sebelum akhirnya ia memukul kepala suaminya itu untuk membangunkannya. “Brengsek kau Jay! Arrk!