Di sebuah ruangan rapat yang luas, terdapat sebuah meja panjang dengan 12 kursi yang tersusun rapi. Namun, tiga kursi di antara mereka terlihat kosong dan tak berpenghuni. Sementara itu, kursi-kursi lainnya diisi oleh bayangan biru yang terlihat seperti hologram, hanya satu kursi yang ditempati oleh seorang manusia nyata."Dengan ini, mari kita mulai rapatnya," ucap seorang pria yang mengenakan topeng timbangan dengan suara yang terdengar tegas. Ia adalah satu-satunya orang nyata yang hadir di ruangan tersebut."Dalam rapat ini, aku memiliki berita penting untuk kalian semua. Pisces, Taurus, dan Aries," jeda Libra sejenak, "Telah gugur."Berita yang disampaikan Libra ini seketika menyebabkan kegemparan di kalangan anggota lain dari zodiak."Tunggu, bukankah Taurus baru saja bergabung? Mengapa dia bisa tewas begitu cepat?" tanya Virgo dengan nada penuh kebingungan.Dengan tatapan tajam, Libra memandang ke arah Gemini sambil berkata, "Mari kita tanyakan pada Gemini. Dia yang telah menci
Malam harinya, informasi mengenai Golden Entertainment berani membayar mahal untuk mendapatkan hak cipta naskah “Hantu? Siapa Takut!” itu sudah menyebar ke seluruh internal perusahaan. Ini membuktikan betapa pentingnya drama “Hantu? Siapa Takut!” bagi Golden Entertainment.“Hei, hei … tahu tidak, tadi sore Golden Entertainment baru saja menghabiskan 420 juta untuk membeli hak cipta naskah lho! Kalau tidak salah, judulnya ‘Hantu? Siapa Takut!’.”“Benarkah?! Aku dengar naskah itu memiliki total 60 episode. Jika benar perusahaan kita membelinya sebesar 420 juta, itu artinya per episode berharga tujuh juta rupiah! Apakah penulisnya seorang Penulis Naskah terkenal?”“Tidak, dia penulis baru. Kalau tidak salah namanya Ian. Meski begitu, Master Tonny begitu memujinya, bahkan menganggap karya Ian jauh lebih tinggi dibanding semua karyanya!”“Wow, bahkan Master Tonny menganggapnya begitu?! Jika Master Tonny memujinya seperti itu, aku yakin drama ini pasti akan sangat menarik, dan mungkin akan
Setelah selesai menandatangani kontrak di kantor Golden Entertainment, Ian memutuskan untuk meluangkan waktu bagi dirinya, mengejar ketenangan yang telah lama ia rindukan. Sudah beberapa hari ini, Ian sibuk menulis naskah. Jadi, ia berpendapat bahwa ini adalah waktunyang tepat untuk bersantai.Mobil Pagani yang Ian kendarai dengan mulus melibas jalan raya Surabaya Barat, bergerak menuju Danau Unesa. Meski lalu lintas begitu padat, semua rasa penat dan lelah seolah hilang saat mata Ian tertuju pada pemandangan Danau Unesa yang terbentang indah di depannya.Danau Unesa memang seperti lukisan hidup; lukisan yang digoreskan oleh tangan-tangan alam yang berbakat. Warna rembulan yang memantul di permukaan air membentuk tarian cahaya yang lembut, memberikan kesan damai dan menenangkan. Pepohonan rindang di sekeliling danau menciptakan tabir hijau yang melindungi danau dari hingar-bingar dunia luar, seolah mengajak setiap pengunjung untuk melupakan sejenak hiruk-pikuk dunia dan menikmati kehen
“Mengapa kamu ingin membunuhku? Apakah karena kamu ingin membalas kematian Aries?” tanya Ian penasaran. Karena anggota Zodiak yang benar-benar ia bunuh hanyalah Aries. Sementara Taurus, Ian masih belum sadar kalau dirinya telah membunuhnya.Leo menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku hanya diminta seorang wanita misterius untuk membunuhmu!”Tanpa banyak bicara lagi, Leo, dengan topeng singa yang menakutkan, melancarkan serangan pertamanya. Tinjunya, yang bercahaya seperti meteor jatuh, membelah keheningan malam, mengirimkan suara gemuruh yang bergema melalui kesunyian. Angin tajam yang tercipta dari kekuatan pukulannya berdesir mematikan, seolah-olah membawa pesan kematian yang tak terelakkan.Ian, dengan naluri bertarung yang diasah oleh berbagai pertempuran, bergerak dengan refleks yang lebih tajam dari pisau. Ia mengelak ke samping, bayangannya hampir tak terlihat dalam remang-remang cahaya bulan. Meski ia berhasil menghindar dengan tipis, namun angin tajam yang menyertai tinju maut L
Ian terbaring di tengah reruntuhan, merasakan keputusasaan dan juga kebingungan yang mendalam. Healing Factor-nya, yang selalu menjadi andalannya, kini tidak bekerja. Dengan postur tubuh terhuyung, Ian mencoba bangkit. Darah menyelimuti sekujur tubuhnya. Pakaian formal mahal yang ia kenakan, kini telah dipenuhi sobekan dan noda darah.Derap langkah kaki terdengar di tengah kesunyian malam. Dari bayang-bayang, Leo muncul dengan santai, berhenti di depan Ian yang terluka parah. "Jangan dendam padaku, Ian. Dendamlah pada wanita itu," ucap Leo dengan suara yang tenang namun mengandung ancaman. "Jika bukan karena aku butuh informasi darinya, mungkin aku hanya akan menghajarmu sampai pingsan. Selamat jalan, sampai jumpa di neraka!"Leo mengangkat tinjunya ke angkasa, mengumpulkan energi Qi yang sangat masif. Aura merah darah memancar dari tangannya, berputar dan berkumpul menjadi sebuah bola energi yang berkilauan. Tanpa aba-aba, Leo melancarkan serangan pamungkasnya. "Pukulan Pegasus!" ter
Leo menegakkan posturnya, kaki terpisah dalam kuda-kuda yang kokoh, lengan kanannya tertarik ke belakang seolah menarik busur yang tak terlihat. Energi Qi berwarna merah darah mulai berputar di sekitar lengannya, membangun intensitas dengan setiap detik yang berlalu, cahayanya semakin menyilaukan, seperti matahari yang terbenam dalam genggaman tangan manusia.Dengan suara yang bergema, penuh dengan kekuatan yang tak terbendung, Leo berseru, "Pukulan Kaisar Iblis!" Dari dalam pusaran energi merah di tangannya, bayangan besar dan menakutkan muncul, siluet yang menggambarkan sosok Kaisar Iblis. Bayangan itu, seakan memiliki kehendak sendiri, mengangkat tangan bersama Leo, dan ketika pukulan dilepaskan, kekuatan yang dilepaskan begitu dahsyat sehingga tampak mampu menghancurkan segala sesuatu di jalurnya, mengirimkan gelombang kejut yang mengguncang bumi dan membelah udara, seolah-olah sang Kaisar sendiri telah turun untuk menghancurkan dunia fana ini.Dunia seakan berhenti sejenak. Ener
Melihat kondisi Ian yang sedang lemah, Leo terkekeh. "Sepertinya, kamu lebih beruntung dari yang aku perkirakan. Kamu telah berhasil menghindari serangan terbaikku. Tapi ... apakah kamu masih mampu bertahan lebih lama lagi?"Saat ini, kondisi Ian memang tidak sedang baik-baik saja. Selain telah kehilangan kaki kanannya, efek samping penggunaan Starburst juga mulai menghampirinya. Seperti terjatuh ke dalam jurang penuh duri, Ian merasakan tubuhnya seperti diremas-remas oleh rasa sakit. Sakit itu menyebar ke tiap inci tubuhnya, merayapi seperti ular berbisa yang merusak jaringan otot dan sarafnya. Seperti ditusuk oleh ribuan jarum tajam, Ian merasakan tubuhnya menjerit dalam protes. Dalam kesakitan, Ian mengerang, seakan menelan monster rasa sakit yang sulit dijelaskan itu. Ia merasakan semacam lilitan kuat di setiap otot tubuhnya, seolah-olah ia sedang disiksa oleh setiap pertempuran yang pernah dihadapi sebelumnya."Aku harus menyelesaikan ini secepatnya," gumam Ian dengan suara pela
“Tsk! Dasar tidak berguna!” Luci berdiri di tengah hutan bambu yang rindang, napasnya memburu, matanya menyala dengan api kemarahan yang tak terpadamkan. Dengan satu hentakan kaki yang penuh amarah, ia mengirimkan gelombang kejut yang mengguncang tanah, menciptakan retakan yang meluas seperti jaring laba-laba. Sejak Leo tewas, Luci langsung melakukan teleportasi agar lokasinya tidak diketahui Ian. Dan ia memilih kawasan hutan bambu di wilayah Surabaya Timur sebagai tujuannya.“Ian, ini tidak akan berakhir sampai di sini saja,” gumam Luci, suaran penuh dendam bergetar di udara. “Jika saja Pak Tua itu tidak memperbolehkan para anggota organisasi untuk ikut campur dalam permainan ini, aku pasti akan membunuh serangga itu secara langsung!” geramnya, suara mendengusnya menggema, seolah-olah bisa memecah batu dan membelah langit.Tanpa peringatan, udara di samping Luci bergetar, seolah-olah kenyataan itu sendiri terbelah. Dari celah yang tercipta, seorang pria muda melangkah keluar, senyum