Akandra menatap wajah Agha dengan lekat, dia tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan mendadak seperti itu. Padahal, sebelum-sebelumnya Agha akan melewatinya begitu saja dan menganggap dirinya tidak ada disana. Dia bingung apa yang membuat perubahan sikap itu, dan membuatnya merasa aneh seperti sekarang."Entahlah, mungkin kurang dari sepuluh murid. Walaupun tenaga dalam milik mereka sudah cukup bagus, tapi sepertinya ketangkasan dan keseimbangan mereka tidak terlalu bagus," jawab Akandra setelah berpikir sejenak."Lalu bagaimana dengan keponakanmu? Apa ketangkasan dan keseimbangan miliknya lebih baik daripada para murid itu?" Agha kembali mengungkit Pandya untuk melihat respon Akandra."Hah, entah apa niatmu menanyakan hal itu. Tapi aku tidak akan terusik dengan apapun yang akan kau rencanakan. Lebih baik kau fokus saja memimpin akademi di tahun ajaran ini, agar berjalan dengan lancar!" jawab Akandra kemudian berbalik dan meninggalkan Agha yang masih berdiri menatap punggungnya.A
Para calon pewaris dan beberapa murid yang sampai lebih dulu, duduk di bawah sesuai barisan sebelumnya sembari melakukan semedi untuk mengembalikan energi mereka yang cukup terkuras. Agha menatap mereka dari atas dengan senyuman tipis dengan suara tawa sarkas yang lirih. Dia menghitung jumlah murid yang berhasil menyelesaikan pelatihan tahap awal, dan hanya delapan murid yang saat ini bisa dikatakan berhasil tanpa kesalahan."Ternyata tebakannya tidak meleset! Tapi, tidak terlalu buruk jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," ucap Agha lirih.Agha dan semua guru pendamping sangat yakin, jika murid yang sampai setelah mereka akan melakukan kesalahan dan harus mendapat hukuman. Karena dengan tenaga yang mereka habiskan sejak awal, membuat tenaga dalam dan aliran energi milik mereka tidak beraturan. Walaupun, mereka sudah mengisi perut dengan makanan—tidak akan ada yang berpengaruh jika harus langsung menggunakan tenaga dalam kembali untuk berusaha menutup kedua tampungan air sambil me
Suara napas yang terengah-engah saling bersahutan di halaman utama akademi. Setelah tadi sempat beristirahat untuk makan malam, akhirnya semua murid berhasil menyelesaikan hukuman mereka. Dan saat ini mereka kembali berbaris sesuai urutan—masih mencoba untuk menetralkan napas.Semua hukuman hanya dipimpin oleh para guru pendamping, tanpa terlihat sosok Agha yang biasanya berada di aula atas tangga. Hingga saat ini, mereka masih belum mengetahui alasan mereka masih dikumpulkan seperti saat ini. Padahal murid yang baru saja selesai menjalani hukumannya sudah sangat mendambakan waktu istirahat.PAAATS!BUUUKK!Agha tiba-tiba terlihat sudah berdiri di atas aula tanpa seorang murid pun yang menyadari kehadirannya. Semua tampak terkejut dan menduga-duga dari mana dia datang tadi. Sedangkan Agha yang menjadi tokoh utama saat ini, hanya menatap kearah para murid dengan postur tubuh penuh percaya diri.Tidak lama kemudian datang Akandra dari arah belakang Agha yang membawa sebuah kotak kayu ke
"Bukalah!" perintah Akandra dengan wajah seriusnya.Pandya langsung menuruti perintah dan membuka kotak itu. Dan saat melihat isinya, keningnya langsung berkerut. Dia tidak mengerti kenapa sang guru memberikan hal itu kepadanya."Kue kering?" tanya Pandya heran."Hahahaha..." Akandra malah tertawa keras tanpa menjawab pertanyaan Pandya.Akandra memang sengaja untuk mempermainkan Pandya sebelum benar-benar memberikan Pil Cakra kepadanya. Sedangkan Pandya yang sudah sangat sering mendapat keisengan dari sang guru hanya bisa menunggu hingga Akandra selesai dengan tawanya. Dia sudah hapal dengan tingkah pamannya, dan dia tidak berencana mengusik kesenangan Akandra yang sederhana itu.Pandya tahu seberapa berat kesulitan yang selama ini pamannya hadapi, dan disaat seperti inilah Akandra dapat tertawa dengan puas. Pandya cukup senang jika bisa melihat sang paman bahagia walau harus mendapat keisengannya. Dan dia juga tahu jika sang paman membuat lelucon seperti itu, tandanya ada suatu hal y
SYUUK!SYUUK!Pandya mencoba menggerakkan tubuhnya yang terasa sangat berbeda. Dia cukup takjub dengan kondisi tubuhnya saat ini, bahkan otot perutnya terbentuk dengan sempurna. Tubuhnya juga terasa ringan dan jauh lebih bertenaga dari sebelumnya."Bagaimana? Bisa merasakan tenaga dalamnya yang meluap bukan?" tanya Akandra setelah meminum ramuan untuk mengembalikan energinya yang cukup terkuras.Pandya hanya mendengarkan dan masih fokus untuk merasakan tubuhnya yang membuat takjub. Kini dia benar-benar bisa merasakan tenaga dalam miliknya sendiri di dalam tubuhnya. Dia tidak bisa menghentikan bibirnya yang terus tersenyum lebar saking senangnya."Kau sudah bekerja keras! Kini kau sudah memiliki tenaga dalam setara 20 tahun." Akandra mengatakan dengan senyum bangga."Apa? Dua puluh tahun?!" teriak Pandya tidak percaya."Itu hanya perkiraanku. Murid lain yang menyerap Pil Cakra sendiri mungkin hanya bisa menyerap setengahnya," ucap Akandra sambil memperlihatkan deretan giginya.Pandya ya
"Tenanglah! Aku tahu jika kau akan segera pulih. Setelah ini aku berjanji akan membantu mendanai kelompokmu setelah rencana kita berhasil!" Catra mencoba membujuk murid itu.Melihat situasi sudah sesuai, murid bernomor 20 keluar dari ruangan untuk menemui guru pendamping yang sedang berjaga. Dia menjelaskan keadaan yang sedang terjadi sesuai karangannya, agar rencana mereka bisa berjalan lancar. Mendengar hal itu, sang guru penjaga langsung bergegas masuk ke dalam asrama untuk melihat kondisinya.Saat sang guru masuk ke dalam, dia tampak terkejut melihat pedang yang masih tertancap di punggung salah satu murid. Murid itu sudah terlihat sangat pucat dan mulai merintih kesakitan, dengan keringat yang sudah bercucuran karena menahan sakit. Tanpa menunggu lama guru penjaga langsung menggendong si murid dipunggungnya dan berlari dengan ilmu meringankan tubuh.***TOK TOK TOKUntuk kesekian kalinya di tahun ajaran ini—pintu ruang pengobatan diketuk setelah bertahun-tahun tidak ada yang pern
"Organ dalamnya bisa rusak separah ini. Untung saja murid ini memiliki tenaga dalam, jadi tidak butuh waktu lama untuk dapat memulihkannya," ucap tabib Arsa sambil melirik ke arah Pandya yang sedang tidur di pembaringan sebelahnya.Tabib Arsa tahu jika hal itu ada hubungannya dengan Pandya karena hanya dia yang berada di ruangan, tapi dia sendiri tidak yakin jika murid yang tidak memiliki tenaga dalam bisa melakukan hal itu. Walaupun, kini Pandya memiliki tenaga dalam setelah menyerap Pil Cakra yang sudah dibagikan—tidak akan mungkin memiliki tenaga sebesar itu untuk membuat organ dalam murid ini hancur.Setelah menemukan titik yang tepat, tabib Arsa mulai memainkan jarumnya untuk dapat membantu proses penyembuhan murid bernomor 30. Untunglah setelah beberapa jam melakukan teknik akupuntur, murid itu akhirnya tersadar dengan wajahnya yang masih sangat pucat melebihi saat pertama dia masuk ke ruang pengobatan. Dia terlihat cukup ketakutan saat melihat Pandya, yang membuat sang tabib se
Di dalam ruangan salah satu asrama, murid bernomor 30 itu tampak sudah kembali pulih seperti sedia kala. Namun, wajahnya tidak kalah pucat dari sebelumnya. Bahkan, keringat dingin mulai bercucuran di dahi karena ketakutan yang terlihat jelas dari sorot matanya.Saat ini dia sedang bersimpuh di hadapan sang pangeran dari Ajaran Pengintai yang sebelumnya memberikan misi kepadanya. Rasa takutnya kini karena amarah di wajah sang pangeran saat mendengar jika dirinya gagal melakukan misi itu. Namun, dia tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Catra karena dia merasa memiliki informasi yang akan cukup menggemparkan.BUUUUAKK!Suara tendangan yang mengenai tubuh murid itu terdengar sangat jelas, di iringi suara pekikan si murid. Catra benar-benar melampiaskan kemarahannya kepada murid itu, padahal sang murid sudah mencoba memberikan alasan yang masuk akal. Tapi usahanya itu tidak berarti apa-apa, karena Catra tidak pernah memikirkan cara dia melampiaskan kemarahannya akan berpengaru