"Organ dalamnya bisa rusak separah ini. Untung saja murid ini memiliki tenaga dalam, jadi tidak butuh waktu lama untuk dapat memulihkannya," ucap tabib Arsa sambil melirik ke arah Pandya yang sedang tidur di pembaringan sebelahnya.Tabib Arsa tahu jika hal itu ada hubungannya dengan Pandya karena hanya dia yang berada di ruangan, tapi dia sendiri tidak yakin jika murid yang tidak memiliki tenaga dalam bisa melakukan hal itu. Walaupun, kini Pandya memiliki tenaga dalam setelah menyerap Pil Cakra yang sudah dibagikan—tidak akan mungkin memiliki tenaga sebesar itu untuk membuat organ dalam murid ini hancur.Setelah menemukan titik yang tepat, tabib Arsa mulai memainkan jarumnya untuk dapat membantu proses penyembuhan murid bernomor 30. Untunglah setelah beberapa jam melakukan teknik akupuntur, murid itu akhirnya tersadar dengan wajahnya yang masih sangat pucat melebihi saat pertama dia masuk ke ruang pengobatan. Dia terlihat cukup ketakutan saat melihat Pandya, yang membuat sang tabib se
Di dalam ruangan salah satu asrama, murid bernomor 30 itu tampak sudah kembali pulih seperti sedia kala. Namun, wajahnya tidak kalah pucat dari sebelumnya. Bahkan, keringat dingin mulai bercucuran di dahi karena ketakutan yang terlihat jelas dari sorot matanya.Saat ini dia sedang bersimpuh di hadapan sang pangeran dari Ajaran Pengintai yang sebelumnya memberikan misi kepadanya. Rasa takutnya kini karena amarah di wajah sang pangeran saat mendengar jika dirinya gagal melakukan misi itu. Namun, dia tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Catra karena dia merasa memiliki informasi yang akan cukup menggemparkan.BUUUUAKK!Suara tendangan yang mengenai tubuh murid itu terdengar sangat jelas, di iringi suara pekikan si murid. Catra benar-benar melampiaskan kemarahannya kepada murid itu, padahal sang murid sudah mencoba memberikan alasan yang masuk akal. Tapi usahanya itu tidak berarti apa-apa, karena Catra tidak pernah memikirkan cara dia melampiaskan kemarahannya akan berpengaru
(Malam sebelumnya)KRIEEETT!TAP TAP TAPSuara langkah kaki yang semakin mendekat, membuat seorang murid terbangun dari tidurnya. Namun, dia berusaha untuk berpura-pura tidur dan tetap menutup matanya dengan rapat—berharap langkah kaki itu tidak berhenti di sampingnya. Tapi, sayangnya langkah kaki yang terdengar tadi tiba-tiba menghilang saat suaranya sudah semakin dekat.Setelahnya dia tidak mendengar ada suara apapun, dan suasana terasa hening yang sedikit membuatnya penasaran. Dia sudah menduga jika suara langkah kaki itu bukanlah tabib yang mengobati sebelumnya. Dan dia merasa jika sesuatu akan terjadi setelah dia mengetahui langkah kaki siapa yang baru saja di dengarnya.Setelah beberapa waktu tetap tidak ada satupun suara yang terdengar, rasa penasaran murid itu menjadi semakin bertambah. Dia ingin tahu siapa orang yang berjalan kearahnya tadi, dan kenapa tidak ada suara setelahnya jika memang ada seseorang yang menghampirinya. Pikirannya semakin berkecamuk untuk memilih tetap be
"Kau masih harus berpura-pura dihadapan orang yang ingin mencelakaiku!" tambah Pandya tegas."Ma-maksud Pangeran?" tanya Dipta mengerutkan dahinya."Kau harus berpura-pura berpihak padanya, dan bilang jika kau gagal melakukan tugas. Terserah kau mau beralasan seperti apa, tapi aku ingin kau menjadi mata dan telingaku saat ini!" tatapan Pandya semakin tajam sambil tangannya mengepal hingga urat-uratnya terlihat.Dipta menelan salivanya dengan susah payah, dia tahu jika melakukan hal itu sama saja nyawanya tidak akan selamat di hadapan pangeran Ajaran Pengintai. Dia tidak tahu harus beralasan seperti apa agar membuat nyawanya tetap selamat. Apalagi, setelahnya dia juga harus menjadi mata-mata yang resikonya jauh lebih besar.Pandya bisa melihat tubuh pengikutnya itu jauh lebih bergetar dari sebelumnya. Dia tahu jika permintaannya itu akan sangat beresiko untuk murid itu, tapi menurutnya itu satu-satunya jalan agar orang yang ingin mencelakainya tidak curiga. Jika salah satu dari 5 calon
Pagi hari sekembalinya Dipta ke asrama, dia kembali mendapatkan perlakuan buruk dari teman-temannya yang lain. Walaupun dia tahu jika itu atas suruhan dari Catra, tapi dia cukup kesal dengan perlakuan itu. Sebenarnya bisa saja dia melawan murid lain yang merindingnya, tapi dia masih teringat akan janji pada Pandya.BUUUKK!PRAAAK!BHUUUM!Sura pukulan dan tendangan terdengar saling bersahutan, sedangkan Dipta hanya bisa diam dan menahan semua rasa sakit itu. Entah dia harus bertahan sampai kapan, tapi jika dia harus berdiam diri seperti itu—dia tidak yakin bisa tetap sadarkan diri dan selamat. Dia sudah menduga jika Catra tidak hanya meminta mereka untuk hanya sekedar melukaiku, tapi dia pasti sudah ingin menyingkirkanku karena kau sudah tidak berguna baginya.Cukup lama pukulan dan tendangan dari beberapa murid itu belum juga berhenti. Kini Dipta sudah tidak sanggup lagi untuk menjaga dirinya tetap sadar. Bahkan, seluruh tubuhnya kini sudah mati rasa dan tidak bisa merasakan seluruh
Siang hari di salah satu asrama, Dipta terlihat baru saja memasuki ruangan. Dengan mendapatkan tatapan tajam dari berbagai arah, dia berusaha untuk bersikap seperti biasa walaupun di dalam hati dia sangat gugup. Dibayangannya dia akan bisa menjalankan misi sebaik mungkin, setelah dia mengingat perkataan Pandya berulang-ulang kali di kepalanya.Namun, pada kenyataannya tidak semudah apa yang dia bayangkan. Karena bukan hanya tatapan tajam yang dia terima, tapi lebih tepat seperti tatapan ingin membunuh. Murid-murid yang lain seperti sudah bersiap untuk memangsanya, tapi mereka tahan karena menunggu sang Pangeran Ajaran Pengintai memberikan perintah.Dipta hanya bisa mengikuti apa yang direncanakan oleh tuannya, dan langsung berjalan menuju Catra yang sedang duduk bersila di pembaringan bagian ujung—dengan tenaga dalam yang mengelilingi tubuhnya. Saat sudah berada di hadapan Catra, dia langsung bersimpuh di hadapannya dan memberi hormat."Hormat saya kepada Pangeran! Saya datang dengan
Malam ini Akandra sedang ada perkumpulan para guru akademi yang membuatnya harus absen untuk melatih Pandya. Namun, keadaan itu malah sangat menguntungkan bagi Pandya, agar bisa menjalankan rencananya sesuai yang sudah dia buat sebelumnya. Jika sesuai perkiraan, orang yang ingin mencelakainya akan datang karena terpancing dengan tantangan terbuka yang sudah disampaikan oleh Dipta secara tersirat.Pandya kembali mengambil selembar kain berwarna putih—yang dia simpan di laci bawah nakas, dan memakainya sebagai cadar seperti sebelumnya. Kini dengan kemampuan bela dirinya yang cukup berkembang pesat, Pandya sudah mulai terbiasa dengan pergerakan cepat. Dia langsung melesat menuju gunung di belakang akademi secara diam-diam.WHUUUUSH!WHUUUUNG!SSSSRRRRRKK!Suara angin yang cukup kencang karena pergerakan Pandya membuat daun-daun bergemerisik. Suasana yang mencekam di gunung itu, menjadi sedikit tenang saat suara daun bersahutan dengan suara serangga di sekitarnya. Tanpa menghiraukan suara
"Bagaimana? Apa kau terkejut?" tanya Pandya sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya."Ba–bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki tenaga dalam sama sekali—bisa melawanku hanya dalam beberapa hari?" Catra balik bertanya namun lebih mengarah bertanya pada diri sendiri."Mungkin keberuntunganku lebih kuat dibandingkan rencanamu untuk membunuhku selama ini. Dan mungkin juga ini cara dewa agar aku bisa membalaskan dendam," jawab Pandya sambil menaikkan alisnya tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya.Catra menggertakkan giginya sekuat tenaga untuk menahan emosinya. Dia tidak bisa mengelak setelah perbuatannya tertangkap basah seperti itu. Ditambah kini kondisinya tidak bisa dikatakan baik setelah melawan Pandya dengan kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan yang biasa dia keluarkan, walaupun itu juga bukan kekuatan penuhnya.Catra berusaha mencari celah untuknya dapat melarikan diri dikondisi itu. Walaupun, itu hal yang memalukan baginya, tapi setidaknya kini dia memiliki rahasi