Vincen menyipitkan matanya saat menoleh, mendapati Marko dan Lidia yang berjalan masuk ke perusahaan Kakeknya.
Lidia, dengan intimnya, memeluk lengan Marko erat-erat. Pada detik itu, tatapan Vincen berubah seketika, terlihat semburat amarah membara dalam sorot matanya. Namun, di sisi lain, Lidia tampak terkejut dengan penampilan baru Vincen yang kini semakin tampan. Keduanya menghampiri Vincen yang saat itu tengah berdiri tegak di depan meja Resepsionis. Raut wajah Vincen tampak sulit diartikan, seolah ada perasaan yang terpendam. "Tuan muda Helas," sapa Resepsionis dengan sopan, ia sadar betul Marko bukanlah sosok yang bisa disinggung begitu saja. Marko hanya menghadiahi Resepsionis senyum simpul, mengangguk pelan sebagai bentuk penghormatan. Lidia memandang Vincen dari atas hingga bawah, tak bisa mengelak bahwa penampilan baru Vincen cukup memukau. Namun, Lidia mengedarkan pandangan sinis, mengejek dengan suara yang menggoda, "Wah, wah... sepertinya kau telah berubah, Vincen. Sayangnya, orang sepertimu tak layak berada di kawasan elite seperti ini." Marko menambahkan ejekannya, melirik resepsionis. "Nona, seharusnya kamu mengusir orang sepertinya dari perusahaan ini. Kita tidak ingin aroma kemiskinan darinya mengkontaminasi tempat ini, bukan?" Senyuman sinis terpancar dari wajah Marko yang menatap Vincen, merendahkan harga diri pria tersebut. Resepsionis yang mendengar perkataan Marko dan Lidia hanya bisa tersenyum tipis. Sebenarnya, dia tidak ingin menyinggung Vincen, mengingat pria itu mengenal Pak Tua Clark dan mungkin bukan orang sembarangan. Alasan dia mengusir Vincen lebih karena belum membuat janji dan menjalankan prosedur perusahaan. Namun, Resepsionis tahu bahwa ia harus tetap menghormati Marko sebagai anak pemilik Helas Grup yang merupakan rekan bisnis penting Pak Tua Clark. "Tuan Muda Helas, bukannya saya tidak menghormati, hanya saja karena dia ingin bertemu dengan Tuan besar Clark tanpa membuat janji terlebih dahulu, saya tidak bisa mengizinkannya masuk." Resepsionis menjelaskan dengan sopan. Mendengar itu, Marko menaikkan satu alisnya sambil menatap Lidia. Begitu tatapan mereka bertemu, keduanya pun tertawa terbahak-bahak seolah-olah mendengar lelucon terlucu di dunia. Lidia menahan tawa lalu menatap Vincen dengan pandangan sinis. "Apa kau tidak sadar diri, Vincen? Seorang pria miskin sepertimu nekat ingin bertemu Tuan Besar Clark? Apakah kau benar-benar sudah kehilangan akal sehatmu?" ujarnya sambil mencibir. "Kau mengenal Tuan besar Clark? Apa aku tidak salah dengar, Vincen? Astaga...." Marko masih menertawakan Vincen. "Apa kehilangan istrimu membuatmu tidak lagi waras dan berangan-angan terlalu jauh? Tuan Besar Clark orang sepenting apa? Dia orang terkaya di Adalsia! Mengenalmu? Dunia pasti terbalik kalau benar begitu!" Tawa dan cacian Marko serta Lidia berakhir menarik perhatian sejumlah orang yang berlalu-lalang di area lobi. Hal tersebut disadari oleh sang resepsionis yang akhirnya berkata, "Tuan Helas, maaf sekali, tapi ... suara Anda terlalu keras. Mohon untuk menjaga–" "Hmm?!" Marko menatap sinis sang resepsionis. "Kamu baru saja memerintahku!?" Resepsionis itu langsung terlihat panik. "Bukan, Tuan, saya hanya–" "Ada apa ini?" Di tengah perdebatan Marko dan sang resepsionis, terlihat seorang pria berjas rapi dengan wajah bulat dan mata sipitnya hadir dengan ekspresi terganggu akibat keributan yang terjadi. Saat melihat Marko, pria tersebut terbelalak. "Tuan Muda Helas?" panggilnya kaget. "Apa yang Anda lakukan di lobi? Ayah Anda sudah menunggu Anda di ruang meeting Bersama para eksekutif lainnya!" Marko melirik pria tersebut dan langsung mengenalinya juga. "Silas," sapanya, tahu pria itu adalah manager front office perusahaan Clark Capital. Dia menatap sang resepsionis dan juga Vincen secara bergantian. "Ada sedikit gangguan di sini. Aku menyuruh bawahanmu ini mengusir sampah masyarakat yang ingin mengganggu ketertiban, tapi dia malah membantah dan bahkan menasihatiku seakan aku orang bodoh!" Silas mengerutkan keningnya, lalu menatap Vincen. Dia memerhatikan pria tersebut dari atas ke bawah, tidak mengenalinya dan langsung menyimpulkan jelas orang ini tidak sepenting kelihatannya. Bekerja untuk perusahaan Clark selama bertahun-tahun, Silas tahu orang-orang penting perusahaan dan begitu banyak orang kalangan atas. Dan Vincen ... sama sekali tidak berada di dalam daftar orang pentingnya! Emosi, Silas langsung menatap tajam sekuriti. "Bodoh! Beraninya kamu membantah omongan Tuan Muda Helas!" Resepsionis itu memasang wajah serba salah. "Tapi Tuan... pria ini ingin bertemu..." "Masa bodo dia ingin bertemu siapa! Tidakkah kau dengar Tuan Muda Helas merasa terganggu dengannya? Cepat usir dia atau kau aku pecat!" bentak Silas dengan pandangan sinis. Resepsionis muda itu menggigit bibir. "Tapi Tuan, mengusir pengunjung kantor tanpa memeriksa jelas kedatangannya sama dengan melanggar prosedur." Mata Silas melotot. Bisa-bisanya resepsionis baru ini membantah dirinya yang adalah seorang manager di depan Marko. Apa wanita ini sengaja ingin mempermalukannya!? "Berani kamu membantahku!? Dasar kurang ajar!" Silas langsung mengangkat tangannya, berniat memukul sang resepsionis. Namun, seseorang menahannya. Silas menoleh, mendapati Vincen mencengkeram tangannya kuat. "Apa yang kamu–" BRUK! Vincen dengan kasar mendorong Silas, sampai akhirnya pria itu terjerembap konyol ke lantai. Sejumlah orang yang menatap itu terkejut, tapi tak sedikit yang menertawakan dalam diam. Sadar dirinya dipermalukan, Silas menuding Vincen. "Kau....!" Tak terima, ia bangkit dan meraung, "Security!" Raungan itu memanggil petugas keamanan yang sudah familier dengan suara kerasnya. Ketika mereka tiba, Silas langsung menunjuk Vincen sambil berdiri angkuh, "Usir bajingan ini dari sini!" Security mengangguk patuh, bergegas meraih Vincen yang menarik napas panjang. Mengamati situasi dengan tenang, tampak tak ada perlawanan dalam tatapannya. Namun, Vincen berucap, "Kalian akan menyesal kalau menurutinya." Kalimat Vincen membuat dua security sempat ragu, tapi salah satu dari mereka berkata, "Maaf, Tuan. Tapi, kami tidak punya pilihan. Ikut kami pergi!" Tepat ketika Vincen hendak digiring keluar, tiba-tiba terdengar suara lantang yang mengejutkan semua orang, "Hentikan!" Semua orang seketika menoleh, dan Silas terkejut saat melihat Sebastian berlari-lari kecil mendekati mereka, raut wajahnya tampak cemas. Melihat Sebastian yang datang, Marko segera mengatur sikapnya untuk lebih sopan. Dia tahu pria paruh baya itu adalah salah satu orang kepercayaan Pak Tua Clark dan sangat dekat dengannya, selain Noel. Dalam hati, dia yakin pria itu hadir untuk menjemput dirinya. "Pak Sebastian, lama tidak–" Namun, omongan Marko terpotong saat Sebastian berjalan melewatinya dan langsung menghampiri Vincen. "Apa yang kalian lakukan, lepaskan tangan kalian!" teriaknya pada dua security yang menahan Vincen. Kedua security pun segera melepaskan pegangannya, tak berani membantah perintah Sebastian. Lagi pula, dibandingkan Silas, perintah Sebastian hampir setara dengan perintah Tuan Besar Clark! Di saat ini, Silas tampak berusaha menjelaskan, "Tuan Sebastian, orang ini telah menerobos masuk ke perusahaan. Dan lagi, berdasarkan ucapan Tuan Muda Helas, dia bukan orang yang pantas dipercaya dan dibiarkan masuk ke area perusahaan kita." Marko, yang sempat tersinggung dengan sikap Sebastian yang mengabaikannya, berdeham dan menambahkan, "Itu benar, Pak Sebastian. Orang sepertinya tidak pantas menginjakkan kaki di perusahaan Tuan besar Clark. Dia hanya kurir rendahan yang berpura-pura menjadi orang penting! Anda harus hati-hati dengannya!" Mendengar hinaan Marko dan Silas, Sebastian langsung menatap keduanya dengan mata marah. "Jaga ucapan kalian!" Bentakan itu mengejutkan semua orang, terkecuali Vincen. Sebastian dikenal sebagai orang yang tenang, tapi sekarang dia marah karena hinaan mereka terhadap Vincen?! Di saat ini, Sebastian melanjutkan, "Asal kalian tahu, orang yang kalian hina sebagai pria rendahan ini sebenarnya adalah--""Ehem!" Vincen berdehem keras, membuat Sebastian langsung menghentikan perkataannya dan refleks menoleh ke arah tuan mudanya tersebut. Wajah Sebastian tampak bingung, matanya bergerak bolak-balik antara Silas dan Vincen, mencoba mencari tahu maksud dari suara berdehem tadi. Di sela Sebastian yang bingung, terlihat Silas dengan ragu menegurnya secara sopan. Wajahnya pucat, keringat dingin mengucur deras di keningnya. Tangannya gemetar, menunjukkan betapa takutnya ia pada Sebastian. "T-Tuan Sebastian, memangnya siapa dia? Saya tidak pernah melihatnya di perusahaan ini sebelumnya," tanya Silas penasaran, wajahnya tampak ketakutan melihat Sebastian. Sebastian kembali menatap Silas dan Marko, masih bingung akan maksud isyarat yang diberikan oleh Vincen. "Dia...." Sebelum Sebastian menjawab, Vincen bergegas bicara terlebih dahulu. "Aku merupakan pengawal khusus Tuan besar Clark," ucapnya sembari menatap Sebastian yang terkejut. “Bukan begitu, Pak Sebastian?” Melihat panc
Sebastian terkejut dengan perintah mendadak dari Vincen yang memintanya untuk mengusir Marko dan Lidia. Namun, kesetiaan pada tuan mudanya membuat dia segera mengeksekusi perintah itu. "Keamanan!" seru Sebastian lantang, membuat security yang tadi menyeret Silas bergegas masuk ke dalam perusahaan kembali. "Seret mereka berdua keluar!" lanjut Sebastian tegas. Sontak saja Marko dan Lidia terkejut, karena orang kepercayaan Pak Tua Clark, dengan mudahnya menuruti perintah Vincen. Security dengan sigap mencengkeram lengan Marko dan Lidia. “Ahh! Lepaskan aku! Marko, tolong aku!” seru Lidia yang terseret dengan mudahnya karena tenaganya sebagai seorang wanita tidak sebanding dengan para sekuriti. Di sisi lain, Marko berusaha memberontak dan berteriak, “Kalian tidak bisa melakukan ini padaku! Aku adalah putra dari Markus Helas! Apa kalian tahu menyinggung ayahku akan berakibat fatal bagi kalian!? Tuan Besar Clark akan menghukum kalian karena telah berani menghinaku seperti ini!” Mende
Di ruang meeting, para eksekutif Central Clark Capital terlihat sibuk membahas mengenai sosok pewaris keluarga Clark. Mereka penasaran tentang latar belakang dan kredibilitas pewaris tersebut.Suasana di ruangan itu terasa semakin tegang. Beberapa eksekutif terlihat mengepalkan tangan, seolah mencoba menahan emosi mereka. Salah seorang di antara mereka menghela napas, menunjukkan rasa frustrasi yang mendalam.Meskipun, kecurigaan dan ketidakpercayaan masih terpancar dari sorot mata mereka. Mereka kemudian melanjutkan diskusi mereka, mencoba menggali lebih dalam mengenai sosok pewaris keluarga Clark yang menjadi teka-teki besar bagi perusahaan mereka. "Menurut informasi, pewaris ini tumbuh besar sebagai orang biasa.Apakah dia mampu dan cukup kredibel untuk menjadi seorang pemimpin?" ujar salah satu eksekutif dengan nada skeptis.Beberapa orang di ruangan itu terdiam, tidak berani setuju maupun menentang pertanyaan tersebut. Di saat ini, orang yang tadi sempat mengajukan pertanyaan la
Markus melihat Vincen yang baru saja muncul di hadapannya bersama dengan Sebastian disisinya. Dengan segera ia mematikan telepon yang sedang ia pegang. Pikiran Markus menebak-nebak bahwa Vincen mungkin adalah cucu dari Tuan Besar Clark, sosok yang sangat dihormati di perusahaan tersebut. "Salam, Tuan," sapa Markus sopan seraya mengulurkan tangannya. “Anda pasti cucu Tuan Besar Clark yang sering dibicarakan, Tuan Muda Clark, bukan begitu?” Vincen seketika berhenti. Dia menatap Markus dari atas sampai bawah, ingin tahu siapa pria paruh baya di depannya itu. Di saat ini, Sebastian segera mendekat dan berbisik. "Tuan muda, dia Ayah Marko, Markus Helas."Mendengar hal itu, ekspresi bingung Vincen langsung berubah dingin. Tanpa menjabat tangan Markus, dia berkata, "Anda salah sangka, Tuan Helas. Saya hanyalah bodyguard khusus yang ditugaskan Tuan Besar Clark untuk menjaga Tuan Muda Clark." Kemudian, dia menatap ruang meeting yang pintunya terbuka, lalu menatap Markus sekilas. “Saya masih
Merasa dirinya sangat konyol, Marko langsung menepis pemikiran tersebut dan bertanya langsung pada sang ayah, “Ayah, apa maksudmu? Aku tidak pernah bertemu Tuan muda Clark, jadi bagaimana bisa aku menyinggungnya?" ujarnya lemah dengan Lidia memeluk lengannya, membantunya tetap berdiri. Melihat sosok Lidia, Markus bertanya, “Apa wanita ini istri seseorang?!” Pertanyaan itu langsung membuat Lidia dan Marko membeku. “Kenapa … Ayah bertanya begitu?” "Jawab!” Bentakan sang ayah membuat Marko sedikit takut. Dia baru pernah melihat pria itu begitu marah kepadanya! “Lidia memang pernah menikah, tapi dia sudah bercerai. Aku dan dia–” “Bajingan!” maki Markus dengan penuh kekesalan. Sekarang, dia tahu kalau paling tidak ucapan Vincen ada benarnya, dan dalang dirinya diusir dari meeting internal Clark adalah putranya sendiri! Sudah marah karena dipermalukan dan kembali naik pitam lanta
Penjelasan Sebastian membuat Vincen langsung mengerti. Pria ini adalah duri dalam daging yang mengambil keuntungan dari Central Clark Capital melalui kerja sama kotor dengan orang-orang seperti Markus! Tiba-tiba, dari sisi ruangan yang lain, seorang eksekutif lain dengan mata cokelat terangnya angkat suara. “Jaga ucapan kalian!” tegurnya, mengalihkan perhatian semua orang dengan suara marahnya. “Apa kalian sadar ucapan kalian sama saja dengan menghina Tuan Besar?!”Mata Vincen langsung mengarah pada orang itu. Sebastian yang tahu arah pandang Vincen menjelaskan, “Itu adalah Serdan Lovre, direktur pengembangan bisnis.” Vincen menganggukkan kepala, memerhatikan perdebatan Serdan dan John. “Apa maksudmu menghina? Aku hanya mengatakan kebenaran! Tuan Muda memang tidak berpengalaman, jadi sangat berbahaya menempatkannya sebagai pemimpin!” John membela diri sembari melipat kedua tangannya, tampak angkuh karena merasa sudah mengendalikan opini.
Setelah rapat usai, hanya tersisa Vincen dan Pak Tua Clark di ruang rapat, sementara para eksekutif lainnya kembali ke ruangan mereka masing-masing. Vincen beranjak dari kursinya, niat untuk segera pergi dari ruangan itu. Namun, Pak Tua Clark segera berbicara. "Maksud John baik, dia hanya ingin perusahaan ini terhindar dari masalah. Kakek harap kau bisa mendapatkan kepercayaannya, mengingat dia juga memiliki peran besar selama bekerja denganku." Langkah Vincen terhenti mendalam saat ia mendengar ucapan Pak Tua Clark. Matanya mendelik, kecewa. "Bahkan Anda masih memihak orang lain daripada aku yang katanya cucumu? Bukankah tadi Anda sudah melihat sendiri, bagaimana dia akan menjatuhkanku?" Pak Tua Clark menghela napas panjang, tampak terbebani akan suatu hal. "Orang kompeten memiliki ambisi, dan sebuah ambisi didasari sebuah alasan.” Pria tua tersebut menatap sang cucu. “Apakah kamu mengerti maksudku?” Vincen terdiam sesaat,
Dalam perjalanan pulang, Noel memerhatikan Vincen yang sedang menatap keluar jendela. Wajah tuan mudanya itu tampak datar dan penuh dengan pikiran, membuat Noel memiliki praduga. ‘Mungkinkah Tuan masih memikirkan mantan istrinya?’ batin Noel dengan ekspresi khawatir. Berpikiran demikian, Noel merasa tidak terima. Mantan istri tuan mudanya itu hanyalah wanita materialistis yang tidak menghargai perjuangan suaminya. Demikian, dia tidak pantas untuk Vincen! Kalau harus menghapus pikiran Vincen dari Lidia, maka …. “Tuan, kenapa Anda tidak ajak jalan Nona Selena saja?" Pertanyaan Noel langsung menyentak Vincen. “Apa?” Kepala pemuda itu berputar cepat dengan ekspresi bingung bercampur curiga. “Apa maksudmu, Paman?” Noel tersenyum simpul. "Untuk melupakan kenangan pahit, ada baiknya menimbun dengan kenangan baru yang manis, bukan?" Vincen mendengus, wajahnya terlihat jengkel. Dia langsu