Rosaline melihat Adrian ada di bawah bersama rekannya yang tadi. Dia memberikan sinyal hanya dengan tatapan mata saja.
"Tenanglah, jangan lukai dia," balas Rosaline mengulur waktu dan mencari celah.
"Jangan mendekat dan suruh mereka semua mundur!"
Orang-orang dari Arena Redlion menatap Rosaline dan saat gadis itu mengangguk mereka mundur sesuai permintaan penyusup itu.
"Bagus,"
Mereka melangkah dan saat berusaha membawa Pangeran Yuasa bersamanya, Rosaline melemparkan belatinya mengenai lengan orang yang menyandera Pangeran Yuasa hingga tubuhnya terlepas. Tubuh Pangeran Yuasa terjatuh, merosot dari atap yang memang miring.
"Adrian!" teriak Rosaline.
Adrian bersiap di bawah dan menangkap tubuh Pangeran Yuasa.
Panik, kedua orang berbaju hitam itu menyerang Rosaline lalu melemparkan senjata rahasia berupa asap. Kemudian mereka berdua menghilang.
"Mereka kabur,"
"Adrian! Bagaimana Pangeran?" tanya Rosaline.
"Aman!" teriak Adrian membalas pertanyaan Rosaline.
Keduanya kini telah kembali ke kamar bersama Pangeran Yuasa yang belum sadarkan diri.
"Bagaimana mereka bisa menyusup ke sini," gumam Adrian.
"Siapa yang tahu jika Pangeran menginap di sini?" tanya Rosaline.
"Tidak ada, maksudku hanya tabib dan Ron," balas Adrian.
"Apa Ron bisa dipercaya?"
"Dia rekanku dan aku percaya padanya," jawab Adrian.
"Lalu darimana mereka tahu? Apa mungkin tabib yang tadi?"
Adrian dan Rosaline saling pandang. Adrian sendiri tidak terlalu mengenal baik tabib yang tadi memeriksa Pangeran Yuasa.
"Apa ada yang mengincar Pangeran?" tanya Adrian, dan Rosaline mengangguk.
Rosaline duduk di sebelah Pangeran Yuasa. Lalu menghela napas panjang sebelum mulai berbicara.
"Dulu, saat awal aku menjadi pengawalnya dia pernah diculik. Saat itu kami berada di Kota Onyx. Dan penyusup Onyx, aku yakin mereka salah satu dari mereka. Serangan dengan angin, kemampuan yang dimiliki oleh orang-orang yang tinggal di Kota Onyx."
Rosaline melihat ada gerakan dari Pangeran Yuasa, dia mulai siuman.
"Apa yang mereka inginkan?" tanya Adrian.
"Darahku," jawab Pangeran Yuasa. Dia mulai bangun dari tidurnya dan duduk.
"Pangeran, bagaimana keadaan Anda? Apa ada yang sakit?" tanya Rosaline.
Pangeran Yuasa hanya menggeleng.
"Sepertinya darahku dapat dijadikan obat atau ramuan panjang umur, banyak yang menginginkannya," lanjut Pangeran Yuasa.
"Pantas saja, siapapun pasti menginginkan itu. Semua yang memiliki mitos dapat menjadi obat akan selalu diincar," sambung Adrian.
"Lalu bagaimana sekarang? Apa masih bisa dilanjutkan latihannya?" tanya Rosaline.
"Tunggu dulu, nanti ku kabari. Sementara Pangeran kembali ke istana sampai masalah ini selesai. Setidaknya aku akan menginterogasi penyusup yang tadi tertangkap," balas Adrian.
Pintu tiba-tiba di buka dengan paksa dari luar.
"Adrian!" teriak Ron yang masih terlihat belum bisa mengatur napasnya.
"Tenangkan dirimu sendiri Ron, ada apa?" Adrian berdiri dan berjalan ke arah Ron yang kini bersandar di pintu mengatur napasnya.
"Penyusup … mereka … penyusup itu," ucap Ron terbata-bata masih dengan napas tersengal-sengal.
"Minumlah dulu," Rosaline memberikan segelas air putih dan langsung diteguk habis oleh Ron.
"Penyusup yang tertangkap tadi sudah kabur, penjaga penjara dibuat tertidur bahkan belum bangun sampai sekarang," ucap Ron melapor kepada Adrian.
"Apa! Kabur!" Adrian terlihat tidak percaya dia menarik Ron keluar kamar.
"Bagaimana bisa? Penjara Arena Redlion berlapis tak hanya ada satu atau dua penjaga," bisik Adrian. Dia tidak ingin Rosaline mendengar hal ini. Sebuah aib untuk Arena Redlion yang merupakan tempat berlatih para prajurit tapi ada penjahat yang bisa kabur dari tahanannya.
"Mereka seperti dibuat tertidur atau terhipnotis. Yang jelas kemampuan khusus kristal putih yang biasanya dari Kota Onyx," lanjut Ron.
"Kota Onyx, semua dari sana. Apa sebenarnya yang terjadi di kota itu," gumam Adrian.
"Hei, bagi satu donk. Keduanya cantik," bisik Ron.
"Apa?" Adrian tidak mengerti.
"Yang di dalam, dua-duanya cantik," bisik Ron.
"Lihat baik-baik yang satu itu laki-laki," balas Adrian menunjuk ke arah Pangeran Yuasa.
Ron memperhatikan Pangeran Yuasa dari atas hingga bawah.
"Benar, dia laki-laki. Sayang sekali secantik itu," gumam Ron.
"Hei, jangan mengalihkan perhatian. Apa ada yang mencurigakan selain orang-orang dari kota Onyx?" tanya Adrian.
Ron mendekatkan dirinya ke arah Adrian lalu berbisik.
"Tidak mungkin!" seru Adrian.
"Itu hanya dugaan saja, masih belum ada bukti," sahut Ron.
Adrian melirik ke arah Rosaline, " Dengar Ron, rahasiakan ini. Jangan ada yang tahu siapa mereka," bisik Adrian.
"Tunggu! Itu… itu… Pangeran kan? Pangeran Yuasa yang itu," bisik Ron yang tak percaya Adrian kenal dengan orang istana.
"Awas kalau kau menyebarkan informasi ini," ancam Adrian dengan tangan menunjuk lehernya secara mendatar.
"Siap, laksanakan, Sersan!" jawab Ron memberi hormat.
"Sekarang pergilah dan cari bukti atau apapun yang janggal," perintah Adrian kepada Ron.
"Siap laksanakan!" jawab Ron yang langsung pergi dari tempat itu.
Adrian kembali ke dalam kamar lalu menutup pintu kamarnya.
"Kalian harus segera kembali ke istana, tidak perlu menunggu esok hari," saran Adrian dan keduanya menyetujui.
Di tengah malam, Adrian mengawal Rosaline dan Pangeran Yuasa sampai ke istana.
"Dengar Rosaline, tetap di istana sampai aku kembali lagi untuk melatih pangeran. Sampai jumpa lagi," pamit Adrian memacu kudanya meninggalkan keduanya di istana. Tempat paling aman untuk mereka saat ini.
Adrian kembali ke Arena Redlion dan bergabung dengan Ron, mencari bukti-bukti dan juga mencari pelaku yang membantu para penyusup kabur dari penjara.
Satu minggu sudah berlalu dari kejadian penyusup waktu itu. Adrian sedang mempersiapkan Pangeran Yuasa dan Rosaline supaya bisa bergabung menjadi anggotanya. Membuat penyamaran untuk mereka berdua.Seorang pelayan datang ke kediaman pangeran dan putri lalu memberikan pesan kepada Pangeran Yuasa."Ada apa?" tanya Rosaline yang mengenakan pakaian lebih santai di dalam kediaman pangeran dan putri."Pesan dari ayahanda, dia memintaku menggantikannya untuk perjamuan di Kota Onyx," jawab Pangeran Yuasa."Kota Onyx lagi? Tidak, Pangeran lebih baik menolaknya," saran Rosaline masih trauma dengan kejadian satu tahun yang lalu."Tapi, Kota Onyx sendiri salah satu bagian dari Kerajaan tidak mungkin diabaikan. Ini hanya perjamuan perayaa
Rosaline menarik Pangeran Yuasa, dia terus mencari keberadaan Adrian. Sayangnya sosok Adrian tidak terlihat juga hingga dia memutuskan pergi tanpanya. "Rosaline, tunggu!" "Ada apa?" tanya Rosaline panik. "Berhenti sebentar, kita harus menemukan Adrian terlebih dahulu," usul Pangeran Yuasa. "Ini mungkin penyerangan, mana bisa berhenti. Ayo, kita cari tempat yang aman," sanggah Rosaline. Dia juga mencari Adrian tapi keselamatan Pangeran tetap prioritas utama. Adrian bisa menjaga dirinya sendiri. "Rosaline!" teriak Pangeran Yuasa mendorong gadis berambut merah itu hingga terjatuh. "Pangeran!" Rosaline melihat sebuah anak panah tertancap di lengan Pangeran Yuasa. Dengan cepat dia mencabut panah itu dan menarik gaunnya lalu mengikat luka Pangeran Yuasa. “Terima kasih telah melindungiku, tapi lain kali tolong jangan pernah mengorbankan diri untuk melindungiku,” ucap Rosaline membantu Pangeran Yuasa berdiri setelah merawat lukanya. “Tenanglah, sebentar juga sembuh,” ucap Pangeran Yua
Rosaline dan Adrian terus berjalan mengikuti pria asing yang membawa Pangeran Yuasa. Mereka masuk ke dalam hutan lebih dalam. "Apa kau merasakannya? Seperti ada yang menatap kita?" Rosaline berbisik dan melihat sekeliling, mata binatang malam serta suara-suara mereka yang membuat bulu kuduk merinding."Tak perlu takut, mereka tidak berani menyerang selama kalian bersamaku," ucap pria asing itu.Setelah berjalan cukup lama, mereka melihat sebuah rumah di tengah hutan, rumah yang cukup asri terlihat dengan bunga-bunga dan tanaman lain di sekelilingnya."Ayo masuk!" Pria itu membuka pintu dan mempersilahkan Rosaline serta Adrian masuk ke dalam dan dia mengendong Pangeran Yuasa. Dia membawanya ke lantai atas dan masuk ke sebuah kamar. Ada tiga kamar di lantai itu. Rosaline dan Adrian masih mengikuti kemanapun pria itu membawa Pangeran Yuasa. Dia meletakkan pangeran di atas tempat tidur dan melepaskan baju bagian atasnya. Lengan bagian kiri atasnya membiru
Yuasa memejamkan matanya, tubuhnya seperti terbakar api, sangat panas. Ruang bawah tanah yang sudah dibuka semua ventilasinya seharusnya mampu mengurangi rasa panas, tapi nyatanya tidak. Api yang terasa membakar itu tidak berkurang sedikit pun.“Yuasa, sudah siap?” Rafael duduk di belakang punggung Yuasa yang duduk bersila.“Ya,” jawab singkat Yuasa.“Kita mulai!”Rafael meletakkan tangannya di punggung Yuasa, terlihat seperti itu saja, namun dibalik semua itu dia sedang mengalirkan energi untuk membuka segel yang ada di tubuh Pangeran Yuasa. Lingkaran sihir yang ada di bawah Pangeran Yuasa berubah warna dari hitam menjadi keemasan, Lalu lingkaran paling luar bergerak, berputar searah jarum jam.“Segel pertama, terbuka,” bisik Rafael.Udara di ruangan itu menjadi sangat panas, panas dari tubuh Pangeran Yuasa keluar. Sang pangeran mengernyit, mengerutkan alisnya menahan rasa sakit akibat panas y
Terdengar tetesan air yang terus berbisik membangunkan Pangeran Yuasa yang terbaring di lantai tanah yang lembab."Di mana ini?"Pangeran Yuasa sudah membuka matanya tapi tidak ada apapun yang terlihat, tempat ini gelap gulita. Hanya suara tetesan air yang entah di mana letaknya terdengar begitu jelas. Perlahan dia bangun dan mengulurkan kedua tangannya mencari sesuatu yang bisa menjadi pegangan. Akhirnya dia menemukan dinding yang terbuat dari batu. "Apa aku di dalam goa?"Pangeran Yuasa dengan berpegangan pada dinding batu berjalan di atas tanah lembab yang sesekali merasakan genangan air ketika dia berjalan. Dingin, lembab, basah bahkan sekujur tubuhnya menggigil kedinginan ditambah baju yang juga basah terkena air."Kenapa bisa ada di sini, seingatku tadi di ruang bawah tanah tempat Paman Rafael," batin Pangeran Yuasa.Matanya tak mampu menangkap apapun, hanya gelap di setiap pandangan yang dia lihat. Rasanya tidak ada bedanya membuka mata dengan menutupnya sama-sama tak tampak a
Setelah habis menyantap bubur yang dibuat Rafael.meskipun gambar dan tidak merasakan rasa apapun masakan itu lebih baik daripada masakan Rosaline. Seperti yang dikatakan gadis berambut merah itu, dia petarung bukan koki. Masakan Rosaline bisa membuat orang sakit perut."Memangnya kenapa kalau tidak bisa memasak," gerutu Rosaline. Dia ke dapur lalu melihat bahan makanan dengan cekatan dia mencoba memasak."Bukankah ini mudah, tinggal dimasukkan saja semuanya," gumam Rosaline memotong sayuran yang ada lalu merebusnya di dalam panci.Rosaline melihat Rafael turun dengan membawa wadah kosong. Sepertinya Pangeran Yuasa sudah menghabiskan sarapannya."Kau sedang memasak?" Rafael mendekati Rosaline dan melihat semua bahan telah dimasukkan."Lain kali masukkan satu persatu sesuai dengan tingkat kematangannya, tidak semua bahan memiliki tingkat kematangannya yang sama. Dan jangan kesal dengan tingkah manja Yuasa, dia itu memang pilih-pilih makanan," ucap Rafael."Tuan Rafael sepertinya begitu
Pangeran Yuasa menghela napas panjang. "Ayo ambil senjata," ucapnya dan membawa Rosaline ke ruang bawah tanah. Seperti sudah hafal dengan seluk beluk rumah ini, Pangeran Yuasa sama sekali tidak kesulitan menemukan sebilah pedang tunggal yang ramping lalu sebuah pedang besar yang seperti milik Adrian. Sebuah busur dan beberapa bom tangan. "Untuk apa?" tanya Rosaline saat Pangeran Yuasa menyerahkan pedang besar kepada Rosaline. "Berikan pada Adrian, pedang itu cukup berat kau tahu aku terlalu lemah mengangkatnya," ucap Pangeran Yuasa. Pedang tunggal besar yang hampir setinggi dirinya memang cukup berat. Tapi Rosaline mengangkatnya hanya dengan satu tangan. "Klan Red Ruby memang luar biasa kuat," batin Pangeran Yuasa. "Lalu untuk apa busur dan anak panah ini?" tanya Rosaline yang mengalungkan busur serta anak panah ke punggungnya. "Untuk berjaga-jaga. Biasanya jam pagi akan ada ...." "Kita cepat ke atas saja," lanjut Pangeran Yuasa. Disaat Rosaline dan Pangeran Yuasa bergegas na
Pangeran Yuasa benar-benar takjub, Andrian seorang diri melenyapkan monster yang besarnya tiga kali lipat dirinya. "Rasanya percuma ya tadi mengkhawatirkan Adrian," gelak tawa Pangeran Yuasa terdengar."Pangeran!" teriak Adrian.pangeran Yuasa merasakan krisis di belakangnya berdiri monster yang sama dengan yang baru saja dihabisi Adrian sudah bersiap menerkamnya.Slash!Rosaline memotong cakar yang hampir melukai Pangeran Yuasa. Adrian dan Rosaline bersama-sama menghadapi monster ini.Graaa Seekor monster kecil yang tidak tahu datang dari mana menerkam tubuh Pangeran Yuasa. Darah segar keluar dengan deras."Kenapa banyak monster!" Adrian langsung menebas monster kecil itu dan melepaskan Pangeran Yuasa."Mustahil?!" Monster kecil itu tidak langsung mati meskipun di tebas oleh pedang Adrian."Pangeran!" "Tidak apa-apa, aku bisa memulihkan lukaku," jawab Pangeran Yuasa. Dari tangannya keluar cahaya dan luka di bagian dada akibat terkaman monster itu telah sembuh."Rosaline, bawa Pange