Satu minggu sudah berlalu dari kejadian penyusup waktu itu. Adrian sedang mempersiapkan Pangeran Yuasa dan Rosaline supaya bisa bergabung menjadi anggotanya. Membuat penyamaran untuk mereka berdua.
Seorang pelayan datang ke kediaman pangeran dan putri lalu memberikan pesan kepada Pangeran Yuasa.
"Ada apa?" tanya Rosaline yang mengenakan pakaian lebih santai di dalam kediaman pangeran dan putri.
"Pesan dari ayahanda, dia memintaku menggantikannya untuk perjamuan di Kota Onyx," jawab Pangeran Yuasa.
"Kota Onyx lagi? Tidak, Pangeran lebih baik menolaknya," saran Rosaline masih trauma dengan kejadian satu tahun yang lalu.
"Tapi, Kota Onyx sendiri salah satu bagian dari Kerajaan tidak mungkin diabaikan. Ini hanya perjamuan perayaan hari jadi kota Onyx tidak ada hal penting, cukup hadir saja," balas Pangeran Yuasa.
"Tapi …," Rosaline masih ragu.
"Tak perlu khawatir. Kalau masih belum ragu bagaimana kalau minta Adrian menemani kita?" usul Pangeran Yuasa.
"Ide bagus, akan kukirim pesan padanya," sambut Rosaline.
Dia membuat pesan dan menyuruh orang untuk mengirimnya.
Hari itu mereka berangkat ke Kota Onyx. Rasa was-was masih dirasakan Rosaline meski Adrian bersama dengan mereka.
"Angin di Kota Onyx terasa nyaman," ucap Pangeran Yuasa.
"Jangan terbuai, kota ini sungguh berbahaya," sahut Rosaline.
"Santailah sedikit, orang-orang yang kemarin menyerang memang berasal dari kota ini tapi belum tentu juga mereka mengikuti kita," sambung Adrian.
"Apa ada petunjuk?" tanya Rosaline.
"Nihil. Jejak telah terhapus, mereka bermain cantik." Adrian memandang Pangeran Yuasa terlihat ragu-ragu.
"Ada apa?" tanya Rosaline.
"Tidak, tidak ada," jawab Adrian. Dia masih belum pasti dengan dugaannya.
Setelah melalui perjalanan panjang sekitar empat jam dengan kereta kuda mereka sampai di tempat perjamuan. Sebuah gedung yang megah dan telah dihias dengan indah. Mereka langsung disambut dan diantarkan keruangan untuk beristirahat.
"Silahkan beristirahat terlebih dahulu, Pangeran Yuasa," ucap sopan pelayan yang mengantarkannya ke sebuah kamar terpisah dari Rosaline dan Adrian. Begitu pelayan itu pergi, Rosaline masuk ke kamar Pangeran Yuasa.
"Rosaline apa yang kamu lakukan!" protes Adrian yang melihat Rosaline masuk ke kamar orang lain.
"Kau lupa yang terjadi di Redlion!" sanggah Rosaline.
"Apa yang terjadi di Redlion?" tanya Pangeran Yuasa memandang kedua orang dihadapannya bergantian.
"Tidak ada," jawab keduanya serentak.
"Kalian berbohong …,"
Pangeran Yuasa hampir saja menginterogasi keduanya. Namun, keduanya berkilah akan mempersiapkan diri untuk acara nanti malam.
Rosaline menyiapkan baju yang akan dikenakan pangeran dan dirinya serta baju untuk Adrian. Dia mengulurkan bungkusan baju untuk Adrian.
"Apa harus berpakaian seperti ini?" Adrian terlihat tidak suka dengan pakaian formal.
"Ini acara resmi tentu saja harus berpakaian formal," jawab Rosaline.
Mereka bersiap dan tetap bersama di satu kamar. Lebih aman tetap bersama, menghindari adanya penyergapan atau penyerangan dari musuh.
"Adrian jangan membawa senjata," larang Rosaline.
"Lalu kalau ada yang menyerang bagaimana? Kau tahu aku tipe petarung bukan pertahanan sepertimu yang bisa membuat barrier," protes Adrian.
Rosaline sendiri membawa belati yang diselipkan di tempat tersembunyi, tidak akan ada yang memeriksa wanita hingga mengecek di bawah bajunya. Sementara Adrian terang-terangan membawa pedang besar di punggungnya. Sedangkan Pangeran Yuasa sama sekali tidak membawa senjata.
Mereka berjalan menuju tempat perjamuan dan seperti yang diperkirakan Rosaline, pedang Adrian disita.
"Mohon maaf, tidak boleh membawa senjata, perjamuan ini aman," ucap penerima tamu meminta senjata Adrian untuk ditinggal di depan sebelum masuk ke dalam.
"Tidak! Aku perlu senjata untuk melindungi Pangeran!"
"Maaf, tapi ini sudah menjadi aturan di sini," ucap penerima tamu bersikeras juga.
Kesal tapi tak bisa berbuat banyak, Adrian terpaksa melepaskan pedangnya.
"Jaga baik-baik pedangku!" seru Adrian dengan kesal.
Mereka masuk dengan Adrian yang bertampang kesal.
Perjamuan selalu diisi dengan basa-basi orang-orang yang memiliki kedudukan. Mereka terlihat ramah di permukaan tapi menusuk dari belakang. Politik tidak pernah mengenal teman. Teman hanya ada ketika tujuan mereka sama, jika berbeda maka akan kembali menjadi musuh.
"Pangeran Yuasa, senang bertemu dengan Anda di sini," sapa seorang pria separuh baya dengan wajah yang tampan bersama seorang gadis cantik di sampingnya.
"Senang bertemu dengan Anda juga, Menteri Feng Zhui dan juga Nona Ling Ling," balas Pangeran Yuasa memberi salam kepada keduanya.
"Salam, Pangeran Yuasa," balas gadis cantik yang baru saja disebut bernama Ling Ling.
"Siapa itu?" bisik Adrian kepada Rosaline.
"Salah satu menteri, kudengar dia berasal dari kota ini," jawab Rosaline.
"Owh,"
Adrian menatap pria yang menyapa Pangeran Yuasa penuh curiga dia memperhatikan setiap gerak-geriknya.
"Apa ada masalah?" tanya Rosaline.
"Tidak, tidak ada," jawab Adrian.
Pangeran Yuasa memperhatikan Ling Ling yang terlihat sedikit pucat.
"Nona apa Anda kurang sehat?" tanya Pangeran Yuasa.
"Ah, tidak. Sudah biasa seperti ini, justru hari ini lebih baik," jawab Ling Ling.
"Boleh kulihat tangan Anda?" tanya Pangeran Yuasa.
Ling Ling mengangguk lalu mengulurkan tangannya. Pangeran Yuasa menyentuh tangan Ling Ling sebentar lalu melepaskannya.
"Senang bertemu dengan kalian, Menteri Feng Zhui dan Nona Ling Ling, saya pamit dulu menyapa tamu yang lain," pamit Pangeran Yuasa meninggalkan mereka berdua.
Rosaline melirik ke arah Ling Ling yang terus memperhatikan Pangeran Yuasa dengan wajah merona.
"Apa yang Pangeran lakukan sehingga dia menatap Pangeran seperti itu?" tanya Rosaline.
"Tidak ada, kulihat dia pucat jadi ku alirkan sedikit energiku untuk membuatnya lebih baik, dan aku perlu memegang tangannya untuk melakukannya," jawab Pangeran Yuasa apa adanya.
"Lain kali jangan sembarangan menyentuh seorang gadis. Dia mungkin mengira Pangeran menaruh hati padanya," lanjut Rosaline.
"Benarkah, apa cukup dengan memegang tangannya saja?" tanya Pangeran Yuasa dengan polosnya.
"Kalau kau suka sebuah ciuman akan lebih menunjukkan perasaanmu," sambung Adrian yang langsung mendapatkan injakan kaki dari Rosaline.
"Jangan ajari yang aneh-aneh," sahut Rosaline.
"Aku salahkah?" protes Adrian bingung dimana salahnya
Perjamuan berjalan lancar, Adrian terus memperhatikan semua tamu dan pelayan yang menurutnya mencurigakan sementara Rosaline dan Pangeran Yuasa sedang berdansa.
"Apa itu juga termasuk pekerjaan pengawal?" batin Adrian merasa cemburu wanita yang dia sukai berdansa dengan pria lain.
Tak lama kemudian alunan musik terhenti, mereka yang sedang berdansa ikut berhenti dan merasa ada yang aneh. Panitia memberi pengumuman musik yang berhenti hanya kesalahan teknis. Kemudian disusul dengan lampu yang padam hingga tempat perjamuan gelap gulita.
Teriakan terdengar, suara langkah kaki yang tidak beraturan dan kegaduhan terdengar.
"Pangeran, tetap di dekatku!" pinta Rosaline menggenggam erat tangan Pangeran Yuasa. Dia tidak bisa melihat, satu-satunya yang bisa dia andalkan hanya pendengarannya.
"Ikuti aku," bisik Rosaline dan mereka bergerak menjauh dari kerumunan dan teriakan tamu undangan lainnya.
Apakah ketakutan Rosaline akan orang-orang misterius yang menyerang Pangeran Yuasa tahun lalu akan menjadi nyata? Ataukah hanya kesalahan teknis saja lampu mati di tengah acara?
Rosaline menarik Pangeran Yuasa, dia terus mencari keberadaan Adrian. Sayangnya sosok Adrian tidak terlihat juga hingga dia memutuskan pergi tanpanya. "Rosaline, tunggu!" "Ada apa?" tanya Rosaline panik. "Berhenti sebentar, kita harus menemukan Adrian terlebih dahulu," usul Pangeran Yuasa. "Ini mungkin penyerangan, mana bisa berhenti. Ayo, kita cari tempat yang aman," sanggah Rosaline. Dia juga mencari Adrian tapi keselamatan Pangeran tetap prioritas utama. Adrian bisa menjaga dirinya sendiri. "Rosaline!" teriak Pangeran Yuasa mendorong gadis berambut merah itu hingga terjatuh. "Pangeran!" Rosaline melihat sebuah anak panah tertancap di lengan Pangeran Yuasa. Dengan cepat dia mencabut panah itu dan menarik gaunnya lalu mengikat luka Pangeran Yuasa. “Terima kasih telah melindungiku, tapi lain kali tolong jangan pernah mengorbankan diri untuk melindungiku,” ucap Rosaline membantu Pangeran Yuasa berdiri setelah merawat lukanya. “Tenanglah, sebentar juga sembuh,” ucap Pangeran Yua
Rosaline dan Adrian terus berjalan mengikuti pria asing yang membawa Pangeran Yuasa. Mereka masuk ke dalam hutan lebih dalam. "Apa kau merasakannya? Seperti ada yang menatap kita?" Rosaline berbisik dan melihat sekeliling, mata binatang malam serta suara-suara mereka yang membuat bulu kuduk merinding."Tak perlu takut, mereka tidak berani menyerang selama kalian bersamaku," ucap pria asing itu.Setelah berjalan cukup lama, mereka melihat sebuah rumah di tengah hutan, rumah yang cukup asri terlihat dengan bunga-bunga dan tanaman lain di sekelilingnya."Ayo masuk!" Pria itu membuka pintu dan mempersilahkan Rosaline serta Adrian masuk ke dalam dan dia mengendong Pangeran Yuasa. Dia membawanya ke lantai atas dan masuk ke sebuah kamar. Ada tiga kamar di lantai itu. Rosaline dan Adrian masih mengikuti kemanapun pria itu membawa Pangeran Yuasa. Dia meletakkan pangeran di atas tempat tidur dan melepaskan baju bagian atasnya. Lengan bagian kiri atasnya membiru
Yuasa memejamkan matanya, tubuhnya seperti terbakar api, sangat panas. Ruang bawah tanah yang sudah dibuka semua ventilasinya seharusnya mampu mengurangi rasa panas, tapi nyatanya tidak. Api yang terasa membakar itu tidak berkurang sedikit pun.“Yuasa, sudah siap?” Rafael duduk di belakang punggung Yuasa yang duduk bersila.“Ya,” jawab singkat Yuasa.“Kita mulai!”Rafael meletakkan tangannya di punggung Yuasa, terlihat seperti itu saja, namun dibalik semua itu dia sedang mengalirkan energi untuk membuka segel yang ada di tubuh Pangeran Yuasa. Lingkaran sihir yang ada di bawah Pangeran Yuasa berubah warna dari hitam menjadi keemasan, Lalu lingkaran paling luar bergerak, berputar searah jarum jam.“Segel pertama, terbuka,” bisik Rafael.Udara di ruangan itu menjadi sangat panas, panas dari tubuh Pangeran Yuasa keluar. Sang pangeran mengernyit, mengerutkan alisnya menahan rasa sakit akibat panas y
Terdengar tetesan air yang terus berbisik membangunkan Pangeran Yuasa yang terbaring di lantai tanah yang lembab."Di mana ini?"Pangeran Yuasa sudah membuka matanya tapi tidak ada apapun yang terlihat, tempat ini gelap gulita. Hanya suara tetesan air yang entah di mana letaknya terdengar begitu jelas. Perlahan dia bangun dan mengulurkan kedua tangannya mencari sesuatu yang bisa menjadi pegangan. Akhirnya dia menemukan dinding yang terbuat dari batu. "Apa aku di dalam goa?"Pangeran Yuasa dengan berpegangan pada dinding batu berjalan di atas tanah lembab yang sesekali merasakan genangan air ketika dia berjalan. Dingin, lembab, basah bahkan sekujur tubuhnya menggigil kedinginan ditambah baju yang juga basah terkena air."Kenapa bisa ada di sini, seingatku tadi di ruang bawah tanah tempat Paman Rafael," batin Pangeran Yuasa.Matanya tak mampu menangkap apapun, hanya gelap di setiap pandangan yang dia lihat. Rasanya tidak ada bedanya membuka mata dengan menutupnya sama-sama tak tampak a
Setelah habis menyantap bubur yang dibuat Rafael.meskipun gambar dan tidak merasakan rasa apapun masakan itu lebih baik daripada masakan Rosaline. Seperti yang dikatakan gadis berambut merah itu, dia petarung bukan koki. Masakan Rosaline bisa membuat orang sakit perut."Memangnya kenapa kalau tidak bisa memasak," gerutu Rosaline. Dia ke dapur lalu melihat bahan makanan dengan cekatan dia mencoba memasak."Bukankah ini mudah, tinggal dimasukkan saja semuanya," gumam Rosaline memotong sayuran yang ada lalu merebusnya di dalam panci.Rosaline melihat Rafael turun dengan membawa wadah kosong. Sepertinya Pangeran Yuasa sudah menghabiskan sarapannya."Kau sedang memasak?" Rafael mendekati Rosaline dan melihat semua bahan telah dimasukkan."Lain kali masukkan satu persatu sesuai dengan tingkat kematangannya, tidak semua bahan memiliki tingkat kematangannya yang sama. Dan jangan kesal dengan tingkah manja Yuasa, dia itu memang pilih-pilih makanan," ucap Rafael."Tuan Rafael sepertinya begitu
Pangeran Yuasa menghela napas panjang. "Ayo ambil senjata," ucapnya dan membawa Rosaline ke ruang bawah tanah. Seperti sudah hafal dengan seluk beluk rumah ini, Pangeran Yuasa sama sekali tidak kesulitan menemukan sebilah pedang tunggal yang ramping lalu sebuah pedang besar yang seperti milik Adrian. Sebuah busur dan beberapa bom tangan. "Untuk apa?" tanya Rosaline saat Pangeran Yuasa menyerahkan pedang besar kepada Rosaline. "Berikan pada Adrian, pedang itu cukup berat kau tahu aku terlalu lemah mengangkatnya," ucap Pangeran Yuasa. Pedang tunggal besar yang hampir setinggi dirinya memang cukup berat. Tapi Rosaline mengangkatnya hanya dengan satu tangan. "Klan Red Ruby memang luar biasa kuat," batin Pangeran Yuasa. "Lalu untuk apa busur dan anak panah ini?" tanya Rosaline yang mengalungkan busur serta anak panah ke punggungnya. "Untuk berjaga-jaga. Biasanya jam pagi akan ada ...." "Kita cepat ke atas saja," lanjut Pangeran Yuasa. Disaat Rosaline dan Pangeran Yuasa bergegas na
Pangeran Yuasa benar-benar takjub, Andrian seorang diri melenyapkan monster yang besarnya tiga kali lipat dirinya. "Rasanya percuma ya tadi mengkhawatirkan Adrian," gelak tawa Pangeran Yuasa terdengar."Pangeran!" teriak Adrian.pangeran Yuasa merasakan krisis di belakangnya berdiri monster yang sama dengan yang baru saja dihabisi Adrian sudah bersiap menerkamnya.Slash!Rosaline memotong cakar yang hampir melukai Pangeran Yuasa. Adrian dan Rosaline bersama-sama menghadapi monster ini.Graaa Seekor monster kecil yang tidak tahu datang dari mana menerkam tubuh Pangeran Yuasa. Darah segar keluar dengan deras."Kenapa banyak monster!" Adrian langsung menebas monster kecil itu dan melepaskan Pangeran Yuasa."Mustahil?!" Monster kecil itu tidak langsung mati meskipun di tebas oleh pedang Adrian."Pangeran!" "Tidak apa-apa, aku bisa memulihkan lukaku," jawab Pangeran Yuasa. Dari tangannya keluar cahaya dan luka di bagian dada akibat terkaman monster itu telah sembuh."Rosaline, bawa Pange
Rafael masuk ke dalam rumah dan melihat Pangeran Yuasa duduk di lantai bersandar ke dinding dekat pintu."Astaga, Yuasa! Kau tidak apa-apa?" Rafael mendekati Pangeran Yuasa dan memeriksanya."Hanya lelah saja, Paman," jawab Pangeran Yuasa.Rafael melihat baju bagian dada Pangeran Yuasa yang terkoyak, jelas terlihat bekas cakaran di bagian itu. Namun, tidak ada luka di sana. Rafael tahu, Pangeran Yuasa sudah menyembuhkan lukanya sendiri."Berapa kali kamu melakukan penyembuhan?" tanya Rafael langsung, dia berasumsi kelelahan yang terjadi akibat menggunakan kemampuan penyembuhan terlalu sering.Pangeran Yuasa mengangkat dua jarinya hingga Rafael tahu berapa kali dia melakukannya."Itu sedikit, tak mungkin kamu kelelahan jika hanya dua kali," balas Rafael."Adrian terluka cukup parah akibat bola petir," sambung Rosaline.Rafael menghela napas panjang, "Pantas saja kalau bola petir, kau memperbaiki luka luar juga luka panas akibat dari petir itu."Adrian terbelalak dia hanya tahu tubuhnya