Nadisa mulai berjalan cepat untuk menjauh. Meski sesekali Nadisa menoleh ke belakang, guna memastikan keberadaan pria misterius berhoodie hitam itu.Tepat saat Nadisa menoleh, kedua matanya dapat melihat kilauan sesuatu di tangan orang itu. Tidak asing bagi Nadisa. Itu … sebilah pisau.Tanpa aba-aba, pria itu berlari ke arah Nadisa.Ini seperti de javu. Peristiwa itu terjadi lagi pada Nadisa!"TOLONG!" teriak Nadisa, tepat ketika lelaki itu menahan lengannya. Dengan satu tangan lainnya mengangkat pisau ke udara.BRUK! Tiba-tiba saja, pria misterius itu ditendang oleh seseorang dari belakang. Hingga jatuh tersungkur ke aspal dan pisau yang sebenarnya hanyalah mainan pun terpental."Ah, sialan!"Pria itu segera memperbaiki letak tudung hoodie di kepalanya, lalu mengambil langkah untuk pergi secepatnya.Peristiwa tadi berlalu dengan sangat cepat. Hingga Nadisa hanya bisa terbelalak tatkala melihat orang yang baru saja menyelamatkannya. Itu … Na
Jevano Putra Hartono adalah putra tunggal di keluarganya. Terbiasa dengan kehidupan yang sempurna dan bergelimang harta, Jevano bisa dibilang tidak pernah mengecap kegagalan semasa hidupnya. Oleh sebab itu, gagalnya sang Anak Buah yang bernama Haikal dalam mengemban tugasnya membuat Jevano langsung dikuasai kemarahan.Apalagi, berkat kegagalan Haikal, Nadisa yang seharusnya jatuh cinta pada Jevano sebagai pahlawannya kini malah makin menempel erat pada Narendra Bagaskara. Benar-benar menyebalkan.Tanpa kata, Jevano mengambil langkah mendekati anak buahnya. BUGH! Jevano mendaratkan tinjuan keras di perut Haikal. Hingga lelaki berkulit tan itu tersungkur jatuh ke tanah."A-ampun, Tuan Muda…"Jevano mendaratkan kakinya di bahu Haikal, memaksanya untuk berbaring. Lalu menekannya dengan keras. "Mana kunci motormu?" tanya Jevano."U-untuk apa, Tuan Muda? B-bukankah Anda harus segera pu–""Siapa tuannya di sini? Aku atau kamu?" tanya Jevano dengan dingin.
Gerimis yang tadi menyerang Jakarta kini telah reda. Bersamaan dengan turunnya Narendra dari bus yang ditumpanginya. Baru kemudian Narendra mengulurkan tangannya untuk Nadisa. Membantu sang dara untuk turun dari bus mereka.Tepat saat Nadisa menerima uluran tangan Narendra, sang Adam membatu selama beberapa waktu. Ia memandangi tangan Nadisa, lalu baru menyadari ada sesuatu di sana.Luka, yang sejak mereka kuliah telah ada. Ternyata hingga kini pun masih tertinggal di tangan sang gadis Sanjaya.Tap! Kedua kaki Nadisa akhirnya berhasil menjejaki tanah berlapis aspal."Ada apa, Narendra?" tanya Nadisa bingung.Narendra menggelengkan kepala dan mengulas senyuman. Pun lelaki itu melepas tautan tangan mereka. "Tidak ada apa-apa."Nadisa sempat terdiam tatkala merasakan kekosongan di tangannya. Hingga tangan yang tadi digenggam oleh Narendra itu mengepal, tanpa sepengetahuan sang Adam. Nadisa kemudian melangkahkan kakinya, menyusuri jalan yang akan membaw
"Ma, Disa pulang!"Mama Ayu langsung menyambut kepulangan Nadisa di kediamannya. Gadis Sanjaya itu segera mencium tangan sang Mama. Sementara Jeffrey masih tertinggal di belakang karena harus memarkir mobilnya.Mama Ayu mengerjap kaget melihat wajah anaknya yang terlihat sembab dengan mata memerah."Disa, kamu kenapa, Sayang? Kamu habis menangis?" tanya Mama Ayu dengan paniknya."Disa nggak apa-apa kok, Ma. Ini tadi kena debu saja, jadi mata Disa merah." Nadisa kembali tersenyum lebar. Ia tidak ingin memperpanjang masalah."Syukurlah kalau begitu." Untungnya, Mama Ayu memercayai Nadisa. "Disa, tadi kamu diantar oleh Jevan 'kan? Mana dia? Apa masih di luar?" tanya Mama Ayu."I-iya, Ma! Tadi Disa sama Jevan! Tapi dia sudah pulang!" Nadisa kembali membohongi mamanya. "Sudah dulu ya, Ma. Disa mau mandi. Nanti baru kita makan malam! Bye, Mama!"Nadisa menyempatkan diri mencium pipi Mama Ayu. Baru kemudian berlari menuju tangga rumahnya, lalu pergi ke kama
Motor sport hitam yang dikendarai oleh Jevano Putra Hartono akhirnya tiba di arena balapan liar. Jevano langsung menghentikan motornya tepat di hadapan kumpulan temannya. Lalu melepaskan helm full face yang dikenakannya. Masih berada di atas motor sport hitamnya."Yo, Jevan!" sapa seorang lelaki di sana.Marko Wijaya namanya. Putra tunggal dari keluarga Wijaya. Salah satu keluarga kaya di Indonesia. Juga merupakan kolega dari Jevano.Jevano hanya mengangkat sedikit alisnya."Lama tidak bertemu ya, Jevan. Terakhir kali kamu turun ke jalanan … enam bulan lalu?" Marko menebak santai. Seraya menyesap lintingan rokok di tangannya."Delapan." Jevano menjawab singkat.Teman-teman di sekitar Jevano hanya terdiam mendengarkan perbincangan sang Hartono dan Wijaya. Level mereka berbeda. Jadi mereka tidak ingin ambil risiko dengan ikut serta dalam obrolan keduanya."Ah, satu bulan lagi dan ibu hamil akan melahirkan anaknya. Hahaha…" Marko tertawa renyah. Tidak p
Haikal memarkirkan mobilnya di pekarangan kediaman Hartono. Rumah mewah berwarna putih yang kini terlihat sangatlah sepi. Hanya ada beberapa pegawai termasuk dirinya yang ada di sana. Dan sepertinya, sang Nyonya dan Tuan Besar masih belum tiba di rumah. Terlihat dari mobil utama Hartono yang masih belum ada di garasinya.Haikal mengembuskan napas lega.Ingatan Haikal kembali ke beberapa saat lalu. Sumpah, Haikal merasa jantungnya nyaris copot saat Nona Nadisa melihat kehadirannya di pekarangan kediaman Sanjaya. Gadis cantik itu memandanginya seakan menyadari bahwa orang yang telah menyerangnya sore tadi adalah Haikal. Akan tetapi, untung saja Nadisa tidak sampai menghampiri Haikal. Hingga penyamaran lelaki itu akhirnya tidak jadi terbongkar.Sekarang, Haikal hanya harus memikirkan bagaimana caranya ia meyakinkan sang Nyonya Besar yang kemungkinan akan segera tiba di kediaman Hartono. Agar Beliau tidak mencurigai kepergian putranya, yang hingga tengah malam ini belum juga menampakkan
Nadisa Tirta Sanjaya tengah berdiri di belakang kompor di dapur mewahnya. Ia sedang memanggang satu helai roti di atas wajan anti lengket milik sang Mama. Makanan yang akan ia jadikan sarapan bersama keluarganya.Dalam kegiatannya membalikkan roti, Nadisa justru terjebak dalam pikirannya sendiri.Apa yang harus ia lakukan sekarang? Bagaimana caranya agar ia bisa mencegah takdir buruknya datang? Apa Nadisa sebaiknya memecat Karenia sekarang? Dengan memecat gadis itu dan mengenyahkan kehadirannya dari hidup Nadisa, Nadisa mungkin akan aman dan terhindar dari kematiannya.Akan tetapi, apakah Karenia akan terima saja jika ia dipecat? Bukan hal mustahil apabila gadis itu justru mempercepat niatan buruknya terhadap Nadisa. Itu … bukan hal mustahil, 'kan?"Hah…" Nadisa membuang napasnya. Ia masih terus membolak-balikkan roti di atas wajannya.Sepertinya, tindakan memecat Karenia justru akan berbahaya bagi Nadisa. Dengan tidak berada di sekitar Karenia, Nadisa jadi
Nadisa terkekeh kecil mendengar penuturan bernada serius dari Jeffrey. Gadis yang mengenakan blus merah muda dengan rok putih selututnya itu tampak lebih santai dibandingkan sebelumnya."Disa, Kakak nggak bercanda. Kakak lagi bicara serius sama kamu," kata Jeffrey.Nadisa menghentikan tawa kecilnya. Ia memegang bahu Jeffrey yang terlapisi oleh kemeja putihnya."Kak, Kakak sudah bilang ke Disa tentang itu beberapa kali. Disa sudah hafal, jadi Kakak nggak perlu mengulanginya lagi." Nadisa berkata santai, seraya beranjak dari posisi duduknya di ayunan.Nadisa berjalan menjauhi Jeffrey. Membuat lelaki tampan dan tinggi itu bangkit dari posisi berlututnya. Menatapi punggung adiknya."Disa," panggil Jeffrey pelan. Sukses menghentikan langkah Nadisa. Gadis itu menoleh dengan senyumannya. Kontras dengan wajah Jeffrey yang sarat akan rasa khawatir pada adiknya.Melihat bagaimana Nadisa tadi nyaris membahayakan dirinya karena tenggelam da