“Tolong … kamu jangan menambah cicilanku ya. Dompetku masih belum tebal,” ucap Sienna kepada gawai di tangannya.Saat ini ia tidak ingin menambah biaya yang tidak perlu dengan membeli barang-barang baru. Bukan hanya karena jarak waktu gajian masih jauh, tetapi ia juga perlu menghemat sebisanya yang ia bisa lakukan.Ia masih harus mengumpulkan sebagian besar gajinya untuk membayar hutangnya kepada Martin. Meskipun pria itu sudah mengatakan Sienna tidak perlu mengembalikannya, tetapi bagi Sienna, hutang tetaplah hutang dan ia harus mengembalikannya."Astaga!" Sienna bangkit dari rebahannya secara spontan saat menyadari jika ia teringat dengan Martin. Ia belum memberitahu pria itu tentang kepulangannya.Sienna pun memeriksa pesan masuk untuk memastikan tidak ada pesan yang terlewatkan. Ternyata beberapa waktu lalu pria itu sempat meninggalkan pesan yang menanyakan tentang keberadaannya, tetapi Sienna baru membacanya. Ia juga baru melihat ada beberapa panggilan tak terjawab dari pria itu.
Suara teriakan histeris Sienna terhenti ketika ia mengenali sosok yang berdiri di depan jendela rumahnya. Sontak, ia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya ketika menemukan Lucas yang telah menatapnya dengan tajam. Ya, sosok yang muncul secara tiba-tiba di hadapannya itu adalah Lucas Morgan! Wajah Lucas terlihat sangat masam. Meskipun jarak mereka terbentang dengan kaca jendela, tetapi Lucas pasti telah mendengar teriakan kagetnya tadi. Apalagi Sienna sempat mengira pria itu adalah makhluk tak kasat mata. “Lu-Lucas? Kenapa dia ….” Sebelum Sienna sempat menemukan jawaban atas kebingungannya, Lucas telah memberikan isyarat kepadanya untuk membuka pintu rumahnya tersebut dengan acungan telunjuknya. Dengan wajah yang terlihat linglung, Sienna pun membuka pintu rumahnya. Akan tetapi, gadis itu menutup pintu rumahnya dengan cepat agar pria itu tidak bisa melihat keadaan di dalam rumahnya. “Lucas, bukannya tadi kamu sudah pulang? Kenapa—” Belum selesai Sienna menginterogasinya
“Apa-apaan ini? Apa ini masih bisa disebut rumah?” gumam Lucas dengan wajah syok. Ia melihat beberapa baju kotor yang berserakan di salah satu sudut ruangan. Lucas benar-benar tidak habis pikir kenapa gadis itu bisa betah tinggal di tempat seperti ini. Namun, Lucas mengesampingkan kekagetannya untuk sementara waktu. Ia pun membaringkan gadis itu di atas satu-satunya tempat yang bisa dijadikan tempat pembaringan, yaitu sofa butut yang biasa digunakan oleh Sienna. Setelah membaringkan gadis itu, Lucas kembali mengedarkan pandangannya dan bergumam di dalam hati, 'Apa ini benar-benar tempat tinggal seorang manusia?' Pria itu menghela napas panjang. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana mengungkapkan keadaan rumah yang tidak terurus tersebut. "Pantas saja dia tidak memperbolehkanku masuk. Ternyata ...." Bukan hanya ukurannya yang sempit, tetapi rumah tersebut juga sangat kacau! Bahkan menurutnya, kandang anjing golden retriever yang dipelihara oleh keluarga Morgan saja lebih bag
Kevin melambaikan tangannya di hadapan Lucas yang termenung. “Hei, kenapa kamu malah diam?” Lucas pun mengembuskan napasnya dengan kasar. “Kalau aku bilang tidak, apa kamu percaya?” Suara tawa kecil pun meluncur dari bibir Kevin. “Tentu saja tidak. Kalau kamu tidak menyukainya, tidak mugkin kamu akan serepot dan sekhawatir ini, Lucas. Apalagi sampai memanggilku yang seorang dokter bedah umum ini sampai datang untuk menangani kasus kecil seperti ini. Kalau bukan suka, jadi apa namanya?” ledeknya. Lucas berdecak malas. "Lagian kamu juga bukan direpotkan satu dua kali ini saja, bukan? Kenapa kamu sampai curiga seperti itu?" timpalnya. “Kan ini beda case, Lucas. Kalau kamu minta aku mengobatimu meskipun aku bukan dokter umum, tapi aku masih bisa menerimanya. Tapi, ini kamu memintaku untuk mengobati sekretarismu. Sejak kapan seorang atasan juga memperhatikan kesehatan karyawannya sampai harus turun tangan sendiri, hm? Kamu kira aku bodoh tidak bisa membedakannya?” Celotehan yang bergu
“Sienna, Sam siapa yang kamu maksud?” tanya Lucas kepada gadis itu.Namun, Sienna tidak menyahutnya. dan kembali mengigau, "Maaf ... maafkan aku ...."Setelah itu, tidak ada lagi racauan yang meluncur dari bibir gadis itu. Namun, Lucas masih tertegun dalam. Ia kembali teringat dengan teman kecilnya yang dikenalnya sebagai "Samuel". Ia pun semakin yakin jika Sienna memang memiliki hubungan dengan anak laki-laki itu meskipun masih belum menemukan bukti akurat."Sebenarnya apa yang aku harapkan?" gumam Lucas yang merasa aneh dengan rasa ingin tahunya tersebut.Akhirnya Lucas pun mengesampingkan hal tersebut dan kembali menoleh kepada gadis itu. Perlahan ia menarik tangannya dari cengkeraman lemah gadis itu. Namun, saat melihat kening Sienna mengernyit ketika ia melepaskannya, Lucas pun kembali menggenggam tangannya.Seulas senyuman tipis kembali membingkai bibir gadis itu. Lucas pun ikut tersenyum. “Apa yang kamu mimpikan sampai tersenyum seperti itu?” gumamnya.Tanpa melepaskan genggama
“Semalam dia kembali lagi karena mengkhawatirkanku ….” Sienna bergumam kepada dirinya sendiri. Gadis itu merasa cukup bersalah karena sempat meragukan kebaikan hati pria itu. Jika saja Lucas tidak kembali mengunjunginya semalam, mungkin sekarang ia masih pingsan dalam kondisi mengenaskan. Sienna akui jika ia sangat bersyukur dan cukup terbantu dengan kehadiran Lucas. Bukan hanya keadaan rumahnya menjadi rapi, tetapi pagi ini tubuhnya juga terasa lebih bugar. Memar di kakinya juga sudah sedikit membaik walaupun ia masih harus membiasakan langkahnya. Sienna menemukan salep yang diolesi Lucas semalam, tergeletak di atas meja. Ia juga menemukan secarik kertas kecil yang bertuliskan, “Ada semangkuk bubur jagung manis di dapur. Maaf aku mengambil bahan yang tersisa di kulkasmu. Jangan lupa panaskan dulu sebelum dimakan.” “Dia … yang membuatnya?” gumam Sienna yang semakin terkejut. Gadis itu pun berjalan menuju dapurnya dan menemukan bubur buatan atasannya tersebut. Masih dengan wajah p
"Tuan Muda Harvey?" gumam Sienna dengan kaget ketika melihat sosok yang telah membantunya.Ya, pria bersurai nyentrik dengan warna merah menyala di hadapannya saat ini adalah Oliver Harvey, sahabat dekat Lucas.“Apa kamu tidak apa-apa, Sienna?” tanya Oliver yang sedang memandang Sienna dengan khawatir.Masih dengan wajah syok, Sienna memberikan anggukan kecil. "Terima kasih," cicitnya.Di satu sisi, aksi Oliver mengundang antusias para awak media. Kilatan kamera pun kembali menghujani mereka. Kening Oliver mengernyit tatkala melihat ketakutan gadis tersebut. Namun, ia mengira ketakutan Sienna tersebut karena dikejar oleh para wartawan tersebut.Untungnya, Oliver datang dengan persiapan dengan membawa para bawahannya. Tanpa diperintahkan, para bawahan Oliver tersebut langsung menyita kamera para wartawan tersebut. Aksi para awak media itu pun berhenti seketika. Wajah mereka berubah pias ketika melihat wajah sangar dari para bawahan Oliver.“Kalau kalian masih bersikeras menunggu di sin
‘A-Allen? Dia benar-benar Allen?’ gumam Sienna di dalam hati. Gadis itu terlihat sangat syok. Saking tidak percayanya dengan matanya sendiri, Sienna menggosok kedua matanya berulang kali untuk memastikan lebih jelas. Namun, ia masih tidak yakin dengan pandangannya sendiri dan mengira jika mungkin saja ia salah lihat. Sayangnya, tetap saja sosok Allen berdiri dengan nyata di depannya. Pria itu berdiri paling depan dengan posisi membelakangi Sienna saat ini. Pria itu tidak menyadari keberadaan Sienna karena terhalangi oleh kerumunan orang yang berdiri di depan gadis itu. Namun, Sienna sangat bersyukur pria itu tidak memperhatikannya karena ia tidak tahu wajah seperti apa yang harus ditunjukkan di hadapan mantan kekasihnya itu. Amarah dan kekesalan yang pernah terbesit di dalam benaknya selama dua tahun terakhir ini seakan menguap begitu saja saat melihat pria itu. Namun, kesedihan dan kekecewaan terhadap pria itu kembali muncul di dalam hatinya. Kening Oliver mengernyit melihat pe