“Sienna, Sam siapa yang kamu maksud?” tanya Lucas kepada gadis itu.Namun, Sienna tidak menyahutnya. dan kembali mengigau, "Maaf ... maafkan aku ...."Setelah itu, tidak ada lagi racauan yang meluncur dari bibir gadis itu. Namun, Lucas masih tertegun dalam. Ia kembali teringat dengan teman kecilnya yang dikenalnya sebagai "Samuel". Ia pun semakin yakin jika Sienna memang memiliki hubungan dengan anak laki-laki itu meskipun masih belum menemukan bukti akurat."Sebenarnya apa yang aku harapkan?" gumam Lucas yang merasa aneh dengan rasa ingin tahunya tersebut.Akhirnya Lucas pun mengesampingkan hal tersebut dan kembali menoleh kepada gadis itu. Perlahan ia menarik tangannya dari cengkeraman lemah gadis itu. Namun, saat melihat kening Sienna mengernyit ketika ia melepaskannya, Lucas pun kembali menggenggam tangannya.Seulas senyuman tipis kembali membingkai bibir gadis itu. Lucas pun ikut tersenyum. “Apa yang kamu mimpikan sampai tersenyum seperti itu?” gumamnya.Tanpa melepaskan genggama
“Semalam dia kembali lagi karena mengkhawatirkanku ….” Sienna bergumam kepada dirinya sendiri. Gadis itu merasa cukup bersalah karena sempat meragukan kebaikan hati pria itu. Jika saja Lucas tidak kembali mengunjunginya semalam, mungkin sekarang ia masih pingsan dalam kondisi mengenaskan. Sienna akui jika ia sangat bersyukur dan cukup terbantu dengan kehadiran Lucas. Bukan hanya keadaan rumahnya menjadi rapi, tetapi pagi ini tubuhnya juga terasa lebih bugar. Memar di kakinya juga sudah sedikit membaik walaupun ia masih harus membiasakan langkahnya. Sienna menemukan salep yang diolesi Lucas semalam, tergeletak di atas meja. Ia juga menemukan secarik kertas kecil yang bertuliskan, “Ada semangkuk bubur jagung manis di dapur. Maaf aku mengambil bahan yang tersisa di kulkasmu. Jangan lupa panaskan dulu sebelum dimakan.” “Dia … yang membuatnya?” gumam Sienna yang semakin terkejut. Gadis itu pun berjalan menuju dapurnya dan menemukan bubur buatan atasannya tersebut. Masih dengan wajah p
"Tuan Muda Harvey?" gumam Sienna dengan kaget ketika melihat sosok yang telah membantunya.Ya, pria bersurai nyentrik dengan warna merah menyala di hadapannya saat ini adalah Oliver Harvey, sahabat dekat Lucas.“Apa kamu tidak apa-apa, Sienna?” tanya Oliver yang sedang memandang Sienna dengan khawatir.Masih dengan wajah syok, Sienna memberikan anggukan kecil. "Terima kasih," cicitnya.Di satu sisi, aksi Oliver mengundang antusias para awak media. Kilatan kamera pun kembali menghujani mereka. Kening Oliver mengernyit tatkala melihat ketakutan gadis tersebut. Namun, ia mengira ketakutan Sienna tersebut karena dikejar oleh para wartawan tersebut.Untungnya, Oliver datang dengan persiapan dengan membawa para bawahannya. Tanpa diperintahkan, para bawahan Oliver tersebut langsung menyita kamera para wartawan tersebut. Aksi para awak media itu pun berhenti seketika. Wajah mereka berubah pias ketika melihat wajah sangar dari para bawahan Oliver.“Kalau kalian masih bersikeras menunggu di sin
‘A-Allen? Dia benar-benar Allen?’ gumam Sienna di dalam hati. Gadis itu terlihat sangat syok. Saking tidak percayanya dengan matanya sendiri, Sienna menggosok kedua matanya berulang kali untuk memastikan lebih jelas. Namun, ia masih tidak yakin dengan pandangannya sendiri dan mengira jika mungkin saja ia salah lihat. Sayangnya, tetap saja sosok Allen berdiri dengan nyata di depannya. Pria itu berdiri paling depan dengan posisi membelakangi Sienna saat ini. Pria itu tidak menyadari keberadaan Sienna karena terhalangi oleh kerumunan orang yang berdiri di depan gadis itu. Namun, Sienna sangat bersyukur pria itu tidak memperhatikannya karena ia tidak tahu wajah seperti apa yang harus ditunjukkan di hadapan mantan kekasihnya itu. Amarah dan kekesalan yang pernah terbesit di dalam benaknya selama dua tahun terakhir ini seakan menguap begitu saja saat melihat pria itu. Namun, kesedihan dan kekecewaan terhadap pria itu kembali muncul di dalam hatinya. Kening Oliver mengernyit melihat pe
Suara tawa kecil pun meluncur dari bibir Oliver. “Apa segitu khawatirnya kamu dengannya? Baru kali ini aku melihat kamu tergerak saat aku membahas tentang wanita,” ledeknya. Lucas memalingkan wajahnya sejenak. Ia sadar telah kelepasan kendali dan terjebak dalam siasat Oliver. Helaan napas kasar berembus dari bibir Lucas. Oliver masih saja menertawakannya hingga membuatnya semakin kesal. “Oliver, aku tidak ingin bermain denganmu. Berhenti mengelabuiku. Hari ini Sienna tidak masuk.” “Aku tidak mengelabuimu. Tadi Sienna memang dikejar wartawan di bawah sana dan hampir saja terjatuh kalau bukan aku yang menolongnya. Kalau bukan karena aku, pasti akan ada tambahan berita panas lainnya yang muncul tentang gadis itu,” tukas Oliver dengan bangga. “Apa kamu bilang?” Alis Lucas bertaut. Tanpa menunggu jawaban Oliver, ia langsung membuka layar laptopnya dan memeriksa monitor kamera pengawas yang terhubung di sana. Terlihat jelas sosok Sienna yang sedang merapikan meja kerjanya. Lucas sanga
“Kamu … kamu dan dia sudah melakukannya?”Lucas tercengang mendengar tuduhan konyol yang diberikan Oliver padanya. Tutup bolpoin di tangannya langsung melayang dan mengenai kening sahabatnya tersebut."Bisakah kamu berhenti memikirkan hal yang menjijikkan?" sungut Lucas.Oliver hanya menyengir. “Jadi sebenarnya apa alasanmu berpacaran dengannya, Luke? Tidak seperti dirimu saja,” lanjutnya yang masih belum puas sebelum mendapatkan jawaban dari sahabatnya tersebut.Selama ini Lucas terlihat sangat cuek terhadap wanita mana pun. Dulu Lucas adalah idola di dalam kampus mereka dan memiliki banyak penggemar wanita cantik yang ingin mengajaknya berkencan. Namun, Lucas tidak pernah memenuhi satu pun ajakan tersebut hingga membuat Kevin maupun Oliver mengira orientasi seksual Lucas memang bermasalah. Bahkan Oliver tahu kalau orang tua Lucas juga masih meragukan hal tersebut sehingga terus menjodohkannya. Lucas tersenyum simpul dan menjawab, “Yang pasti tidak sama sepertimu.”Oliver pun berde
Sienna pun memaksakan seulas senyuman di wajahnya dan menjawab dengan suara yang terdengar menahan amarah, “Mana mungkin saya mengetahuinya, Direktur Morgan.” Melihat ekspresi gadis itu, Lucas malah tertawa kecil. Ia dengan jelas melihat kekesalan gadis itu terhadap dirinya dan seperti biasanya, Sienna berusaha untuk menahan diri di hadapannya. Sienna memandang Lucas dengan bingung. “Ehm, Direktur Morgan, apa ada yang lucu dari jawaban saya?” selidiknya. Perlahan suara tawa Lucas terhenti. Pria itu menggeleng pelan. “Kamu sudah sembuh?” tanyanya, sengaja mengalihkan topik. Sienna mengangguk kecil, lalu ia pun menyadari jika ia belum mengucapkan terima kasih kepada pria itu. “Semalam saya pasti sudah mengagetkan Anda. Terima kasih sudah merawat saya dan maaf kalau saya ... malah merepotkan Anda sampai menghubungi Dokter Wilson segala,” ucap Sienna dengan gugup. “Tidak perlu berterima kasih ataupun meminta maaf. Aku rasa ini adalah hal wajar yang sepantasnya dilakukan oleh seorang
Lucas tercengang selama beberapa saat, lalu ia bergumam dengan ragu, “Pengagum … rahasia?” Sienna menggigit erat bibir bawahnya, lalu mengangguk kecil. Perlahan ia membuka matanya, tetapi masih tidak berani menatap pria itu secara langsung. “Aku sering melihatmu beberapa kali di wawancara media. Aku merasa kamu orang yang menarik dan seorang pekerja keras yang menjadi panutanku," terang Sienna, terpaksa berbohong. 'Panitan? Aku?' Lucas membatin di dalam hati dengan syok. Pria itu memandang Sienna dengan sorot mata tak percaya, tetapi ia berusaha untuk menerima penjelasan gadis itu terlebih dahulu. "Lalu, bantal itu?" tanya Lucas, mengangkat satu alisnya. Sienna berdeham pelan. Ia tersenyum canggung dan menjawab, "Mengenai bantal itu … aku cuma iseng membuatnya,” Hening. Diam-diam Sienna melirik pria itu. Jantungnya telah berdegup cepat, khawatir kebohongannya terbongkar. Namun, Lucas masih tidak memberikan tanggapan apa pun. "Ta-tapi, kamu tenang saja kok. Sekarang aku sudah