Share

(Chapter 3)

Bara terkejut dengan informasi yang ia dapat. Namun, dia tetap terdiam dan mendengarkan semua informasi yang disampaikan oleh asistennya itu.

Hingga Bara sampai di dalam mobil miliknya, ia baru sempat membuka dan membaca data-data yang tadi diberikan oleh Aldo dan berakhir dengan dahi yang mengernyit. "Apa-apaan ini?"

"Apa-apaan ini?" 

"Ada apa pak?" tanya Aldo yang baru saja duduk di kursi depan.

"Apa kamu tidak salah mencari informasi?" tanya Bara tak percaya, menatap kearah Aldo.

"Mana bisa sekebetulan ini, ternyata gadis itu adalah gadis yang akan di jodohkan dengan saya oleh kakek? kebetulan macam apa ini?"

Aldo tersentak. Dia sendiri tidak menyangka, tapi dia yakin dengan hasil penyelidikannya. Alhasil, dia pun menegaskan, "Data ini ... tidak mungkin salah, Tuan. Semua saya dapatkan dari sumber terpecaya."

Bara mengepalkan tangan. Masalah ini menjadi cukup runyam. Kalau memang gadis tadi malam adalah putri dari keluarga Adiwijaya, maka tidak mungkin dia seorang wanita penghibur.

Apa yang sebenarnya terjadi sehingga gadis dari keluarga terhormat itu berakhir bersikap aneh seperti malam tadi?

"Selidiki tentang kejadian malam itu!" perintah Bara. "Terutama mengenai apa yang terjadi antara gadis tersebut dan adik tirinya." mata Bara berkilat berbahaya. "Aku yakin putri dari pernikahan kedua Andra Adiwijaya itu ada sangkut pautnya dalam kasus ini."

Aldo menganggukkan kepalanya, "Baik pak!"

Bara pun menutup berkas yang berisi tentang data diri Elviara, dirinya membuang muka kearah luar jendela. Entah sebuah kebetulan atau memang takdir, Bara tak sengaja melihat Elviara tengah berjalan seorang diri menyusuri trotoar yang cukup gelap.

"Berhenti!" suara berat Bara justru membuat Aldo menginjak penuh pedal rem mobil yang ia kendarai.

Ckitttttttt.

Untungnya Bara mengenakan safety belt. kalau tidak, mungkin pria tampan dengan segala pesonanya itu sudah terjerambab kedepan.

"Maaf pak!" ucap Aldo yang kini mendapat tatapan tajam dari Bara.

Elviara yang tadinya tengah santai menyusuri jalan dengan pencahayaan remang itu pun menoleh setelah mendengar sedikit kegaduhan, Elviara mengernyitkan dahinya melihat mobil mewah yang sama sekali tak ia kenal itu berhenti tak jauh darinya.

"Apa mungkin itu papa?" gumam Elviara menduga-duga.

"Tapi mana mungkin papa mencari ku, bukannya aku sudah tak bernilai lagi di kediaman itu."

Elviara yang tadinya berdiri di tempatnya dengan segudang harapan itu akhirnya mencoba untuk menyadarkan dirinya agar tak terlalu beharap, Elviara memilih untuk melanjutkan langkahnya membawa semua rasa kecewanya itu pergi.

Sedangkan di sisi lain, Bara terus menatap kearah Elviara tanpa berkedip.

"Ada apa dengan wajahnya?" gumam Bara, melihat ekspresi wajah Elviara.

Walaupun dalam pencahayaan yang redup, Bara bisa melihat dengan jelas jika gadis itu sedang tidak baik-baik saja.

Bara membuka pintu mobilnya, membuat Aldo yang sudah lama menjadi asistennya pun sedikit tak percaya.

"Sepeduli itu pak Bara?" gumamnya ketika melihat Bara menghampiri Elviara.

"Apa yang kamu lakukan malam-malam begini?" 

Mendengar suara yang terdengar asing di telingannya itu seketika Elviara menoleh.

"Kamu?!"

Elviara memincingkan matanya, menatap Bara yang menghampirinya.

Melihat Bara dengan wajah datarnya menatap kearah dirinya, Elviara merasa kurang nyaman.

"Kenapa menatap saya seperti itu?" tanya Elviara.

"Berani sekali kamu keluar sendirian seperti ini," suara berat Bara membuat Elviara bergidik.

"Memangnya kenapa?" 

Bara melangkah semakin mendekat, membuat Elviata spontan melangkah mundur hingga tersudut pada tembok.

"Memangnya kau tidak takut di perkosa orang di sini?" tanya Bara, yang sengaja mendekatkan bibirnya di telinga Elviara.

Bulu kuduk Elviara meremang, bukan karena kalimat Bara, tapi karena hembusan nafas pria itu yang menerpa leher jenjangnya.

Bara memejamkan matanya sebentar sebelum menarik wajahnya menjauh dari Elviara. Dia berjuang menelan salivanya dan mengatur kesadarannya kembali hanya karena berada di dekat Elviara.

"Sebenarnya ada apa dengan gadis ini?" batin Bara penasaran. Kenapa tubuhnya dapat merespon seperti ini saat berada didekat Elviara?

"Minggir!" ucap Elviara dan perlahan mendorong dada Bara agar semakin menjauh darinya.

Tanpa sepatah kata, Elviara meninggalkan Bara yang masih terdiam dengan sorot mata yang masih terpaku padanya.

"Ada apa dengan jantung ku?" gumam Elviara seraya memegang dadanya yang berdebar.

Di sisi lain, Aldo melihat bagaimana Bara hanya terpaku ditempat selagi menatap kepergian Elviara. Dia pun tersenyum sendiri di dalam mobil.

"Sepertinya gadis itu benar-benar akan menjadi nyonya muda Alexander," gumam Aldo.

***

"Kenapa mbak Ara pergi malam-malam begini?" tanya Elviana, saudara kembar Elviara.

 Srinten pun terdiam mendengar pertanyaan nona mudanya ini, binggung harus menjawab apa.

"Mbok Srinten?" panggil Ana.

"Iya, Nak," sahut Srinten setelah tersadar dari lamunanya.

"Lagi mikirin apa?" tanya Ana yang melihat Srinten tidak terlalu fokus dengan pekerjaannya.

Elviara dan Elviana memang saudara kembar, wajah mereka hampir sama. Namun Elviana memiliki kekebalan tubuh yang tidak normal, bahkan gadis itu sudah mengidap penyakit jantung lemah sejak lahir.

"Nona Ara pamit tadi pagi, katanya ada urusan kerjaan!"

"Kerja?"

"sejak kapan Ara kerja, Mbok?" 

"Terus, kenapa nggak pamitan ke aku, mbok?" cela Ana membuat srinten sedikit kebingungan.

"Aneh," gumam Ana dengan raut wajah seperti tengah memikirkan sesuatu.

"Non Ana tenang aja, tidak usah banyak pikiran!" ucap Srinten, melihat kecemasan di wajah Ana.

"Mungkin saja non Ara tadi sedang terburu-buru!" sahut Srinten sebagai penenang, tak ingin nona mudanya ini jatuh sakit karena terlalu banyak pikiran.

Dengan bibir cemberut Ana pun menganggukkan kepalanya, "Ya sudah, besok-besok aku main saja ke tempat kerjanya!" sahut Ana.

"Mbok, aku balik ke kamar dulu ya!" pamit Ana.

Mbok Srinten hanya bisa menatap gelisah kearah Ana yang kian menjauh, "Semoga saja saat nanti non Ana mengunjungi non Ara, Non Ara sudah bekerja!"

"Kasihan non Ara, sebagai tuan rumah, malah terusir dari kediamannya sendiri," gumam Mbok Srinten yang tiba-tiba saja teringat pada Elviara.

***

Hampir dua jam Bara mengurung diri di ruang kerjanya. Tak banyak yang ia lakukan di sana, selain memikirkan tentang Elviara.

'Kenapa jadi segelisah ini memikirkannya?' Bara mengacak frustasi rambutnya.

Akhirnya Bara meraih ponselnya yang berada diatas meja, dan menghubungi Aldo.

"Tolong jemput saya sekarang!" perintah Bara tanpa basa-basi, setelah sambungan telepon itu terhubuhng.

Selesai mengucapkan kalimat singkat itu, tanpa menunggu jawaban dari Aldo, Bara mematikan sepihak sambungan teleponnya dan bergegas menuruni anak tangga menuju lantai dasar kediaman Alexander.

"Mau kemana kamu malam-malam begini?"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status