Shienna berada di atas brankar yang bergerak cepat dalam kondisi setengah sadar. Ia sempat pingsan untuk beberapa waktu setelah dokter datang dan menemukannya bersimbah darah dengan sebilah pisau lipat menancap di pinggang sebelah kanan.Ia bisa melihat lampu terang menyorot dan membuat matanya merasakan silau. Ia memejamkan mata sejenak, tak kuasa menahan perih dan nyeri di pinggang serta mata yang terasa berat.“Shienna, buka matamu. Tetaplah sadar. Shienna!” Suara itu terus ia dengar memanggil namanya. Ia tak tahu di mana dirinya berada, tetapi sekilas, ia tahu kalau Ryan-lah yang ada di dekatnya.“Bryan ...” gumam Shienna dengan suara lirih. “Di mana suamiku?”“Aku akan segera mengabarinya.”Ryan hendak pergi, tetapi Shienna segera meraih lengan jasnya. “Tolong, jangan katakan apa pun padanya. Lakukan operasi pencangkokan sekarang tanpa memberi tahukan kondisiku padanya. Bisa, kan?”“Uhm, Shie—““Kumohon, kumohon ... aku akan bertahan. Aku janji. Tapi Bryan tak akan mendapat kesem
Bryan akhirnya setuju dan segera menghubungi Edward dan pria itu datang bersama Jennifer. Di antara mereka tak ada satu pun yang bicara selama menunggu operasi Bryan dan Shienna berjalan lancar. Perawat keluar dari ruang operasi beberapa kali, saat itulah Edward menanyakan kabar Shienna dan Bryan.Beberapa jam berlalu, lampu di bagian atas pintu operasi menyala dengan warna hijau yang artinya operasi telah selesai. Edward bangkit dan segera menemui dokter yang baru saja keluar dari ruangan. Ryan dan beberapa dokter spesialis yang membantu jalannya operasi, tampak tergesa kemudian hanya Ryan yang akhirnya berhenti sejenak untuk menjawab kegelisahan sahabatnya.“Bagaimana kondisinya, Ryan?” tanya Edward dengan raut cemas yang tak bisa ia sembunyikan. Ini kali kedua Bryan melakukan operasi dan hal itu selalu sukses membuatnya begitu cemas.“Operasi berjalan lancar, kita tinggal menunggu Bryan dan Shienna siuman.”“Tolong tempatkan mereka di satu ruangan, itu akan mempercepat pemulihan k
Dua bulan kemudian ... Shienna dan Bryan sudah pulih pasca menjalani operasi. Bryan tampak jauh lebih baik dan Ryan telah menyatakan kalau ia dalam kondisi yang prima. Banyak wejangan yang Ryan berikan untuknya, agar lebih menghargai apa yang ia miliki, termasuk kesehatan. Akan tetapi, ada hal yang tidak ia katakan pada Bryan melainkan hanya pada Shienna. “Mengenai kondisi ginjal dan organ lain, bisa kukatakan tak ada masalah. Namun, hasil tes menunjukkan kalau lupus yang ia derita masih aktif dan aku menyarankan agar ia tetap menjalani tritmen dengan obat-obatan.” “Apakah itu tidak akan mempengaruhi keadaan ginjalnya? Secara logika, ginjalnya tak lagi sama dengan miliknya yang sebenarnya, terlebih setelah menjalani operasi. Artinya, kondisinya akan memburuk sewaktu-waktu, kan?” Raut wajah Shienna mulai menegang. Terlebih setelah melihat respon dari Ryan, tubuhnya serasa tak bertulang. “Maksudmu, dia tetap akan pergi?” Keterdiaman Ryan membuat Shienna mengambil kesimpulan sendiri
Bryan masih memikirkan nasib Amara setelah orang suruhan Edward mengepung dan menabrak mobil yang ia kemudian hingga terbakar. Namun, belum ada kabar lanjutan terkait peristiwa tersebut sehingga Edward mengambil kesimpulan kalau Amara pasti sudah tewas di tempat.Sementara itu, Shienna belum mengetahui apa pun mengenai hal itu. Bryan tak ingin sang istri menjadi gelisah dan berpikiran yang tidak-tidak terhadap Edward.“Mengapa kau tampak gelisah sejak tadi?” tanya Shienna sembari memeluk Bryan dari belakang. “Apakah Ed mengabarkan sesuatu yang buruk?”“Ya. Namun, aku tidak sedang memikirkan hal itu. Aku hanya membayangkan bagaimana jika kita memiliki bayi lagi?” tanya Bryan yang terus memandangi Shienna dengan tatapan penuh cinta.Shienna tak lagi takut untuk memiliki bayi, tetapi sanggupkah ia jika hanya anak mereka yang akhirnya menemaninya melewati masa tua?Bukankah itu ide bagus, memiliki sesuatu yang berasal dari Bryan agar ia bisa terus mengenang lelaki tercintanya jika ia perg
“Apa yang terjadi padamu, Shie? Ayo kita kembali ke kamar, berpeganganlah.” Bryan menggendong sang istri yang tak lagi memiliki daya untuk melawan, bahkan untuk menghindar ketika sekali lagi aroma tubuh Bryan mengusiknya.Ia pasrah saja ketika Bryan membaringkannya di ranjang dan segera meraih ponsel untuk menghubungi Ryan Karl.“Ya, Bryan. Kawanku itu sudah dalam perjalanan. Ia mengabari beberapa menit lalu. Tunggulah.”Belum selesai pembicaraan keduanya, salah satu pelayan mengetuk pintu dan mengabarkan bahwa ada seorang dokter yang sudah menunggu di luar. Bryan meminta pelayan untuk mempersilakan dokter masuk dan segera melakukan pemeriksaan.“Apakah kau mengalami mual dan muntah hampir setiap hari?” tanya dokter sembari menempelkan stetoskop di dada Shienna dan memeriksa denyut nadinya.“Ya. Bahkan seperti setiap saat. Aku tidak menyukai aroma yang kusukai sebelumnya dan kurasa hasrat seksualku menurun sejak itu. Entahlah,” jawab Shienna sembari melemparkan tatapan pada sang suami
“Lihat saja, Shienna, kau tidak akan pernah bahagia dalam hidupmu! Kamu akan selalu gagal dalam percintaan, tidak akan ada lelaki yang menginginkanmu! Kamu tidak akan pernah mendapatkan jodoh—kecuali aku!” ucap seorang lelaki pada sang kekasih yang sudah memutuskannya secara sepihak. Alasannya? Karena si lelaki hanyalah seorang penjual makanan cepat saji di sebuah truk makanan, ditambah lagi sang kekasih dengan terbuka mengatakan kalau lelaki itu makin lama tidak lagi menarik karena tubuhnya yang menggemuk. Sang perempuan tak menanggapi perkataan lelaki itu melainkan tetap melenggang sembari memasang handsfree di kedua telinganya, lantas masuk ke dalam mobil pribadi yang ia kendarai sendiri dan melesat meninggalkan kampus. *** Lima tahun kemudian ... “Happy birth—day. Dave!? What the f—apa yang kalian lakukan?” pekik seorang gadis yang berniat memberi kejutan untuk ulang tahun sang kekasih. Namun, yang terjadi, gadis itu justru yang mendapat kejutan cukup menohok bahkan menghancur
“Dave, aku mencintaimu ...” Gadis itu meracau dan perlahan membuka mata, menoleh sebentar dan menemukan seorang lelaki masih terlelap di sampingnya.Pandangan matanya bergerak turun dari kepala lalu ke bagian bawah, lelaki itu tak mengenakan pakaian dan hanya tertutup selimut sebatas pinggang. Shienna membelalak seketika dan memeriksa dirinya sendiri.“Astaga! K-kenapa aku tidak memakai—“ Kalimat Shienna terhenti saat mendengar igauan lelaki di sampingnya.“Selena, aku cinta—“ Lelaki itu memutar tubuh dan wajahnya kini menghadap dengan Shienna yang bola matanya nyaris mencelus.“Bryan?!” pekiknya yang berhasil membangunkan lelaki yang sama kaget dengan dirinya.“Shienna? Apa yang kau lakukan di sini?!”“Bukankah aku yang harusnya bertanya padamu? Apa yang kau—tidak mungkin!” Shienna menutup mulut dengan kedua tangannya.Keduanya secara bersamaan menilik pada tubuh mereka masing-masing. Shienna menarik selimut agar menutupi dada dan sekujur tubuhnya yang polos, sementara Bryan pun melak
Tiga bulan kemudian ... “Shie, bagaimana perasaanmu? Apakah kau masih memikirkan Bryan dan malam panas kalian?” tanya sang asisten saat menemukan Shienna memegang Cello tetapi tatapannya tertuju ke depan dengan kosong.Bahkan setelah asistennya melambaikan tangan di depan wajahnya, Shienna tetap bergeming seolah tengah berkelana ke dimensi lain, kembali pada malam dirinya dan Bryan mungkin memang telah bercinta. Shienna masih tak percaya kalau lelaki yang sudah tidur dengannya adalah Bryan, mantan kekasih semasa masih di bangku perkuliahan. Ia bahkan hanya mengingat hal buruk yang dimiliki oleh lelaki itu; tubuh tambun, bekerja serabutan di sebuah gerai makanan cepat saji, dan bisa berkuliah pun karena bantuan beasiswa. Entah bagaimana Shienna bisa tertarik pada Bryan dua tahun sebelumnya dan mereka berpacaran cukup lama. Dua tahun bukan waktu yang sebentar atau sekejap, karena seharusnya hati keduanya makin lama makin terikat. Sayangnya, tidak demikian dengan yang Shienna rasakan.