“Lihat saja, Shienna, kau tidak akan pernah bahagia dalam hidupmu! Kamu akan selalu gagal dalam percintaan, tidak akan ada lelaki yang menginginkanmu! Kamu tidak akan pernah mendapatkan jodoh—kecuali aku!” ucap seorang lelaki pada sang kekasih yang sudah memutuskannya secara sepihak.
Alasannya? Karena si lelaki hanyalah seorang penjual makanan cepat saji di sebuah truk makanan, ditambah lagi sang kekasih dengan terbuka mengatakan kalau lelaki itu makin lama tidak lagi menarik karena tubuhnya yang menggemuk.Sang perempuan tak menanggapi perkataan lelaki itu melainkan tetap melenggang sembari memasang handsfree di kedua telinganya, lantas masuk ke dalam mobil pribadi yang ia kendarai sendiri dan melesat meninggalkan kampus.***Lima tahun kemudian ...“Happy birth—day. Dave!? What the f—apa yang kalian lakukan?” pekik seorang gadis yang berniat memberi kejutan untuk ulang tahun sang kekasih. Namun, yang terjadi, gadis itu justru yang mendapat kejutan cukup menohok bahkan menghancurkan hatinya.“Shienna? Sedang apa kau di sini?”“Apa yang dia lakukan di sini, Dave? Kalian—“ Shienna tak mampu melanjutkan kalimat. Manik mata hazel yang berembun itu menatap nanar lelaki di hadapannya, tanpa busana dan tengah kebingungan menutupi tubuh yang polos. Shienna tak ingin bertanya lebih lanjut tentang apa dan siapa perempuan yang sedang menikmati momen mesra yang seharusnya dilakukan lelaki itu bersamanya.Gadis itu menatap lelaki dan perempuan di hadapannya secara bergantian kemudian menyeringai. “Jadi seperti ini perilakumu saat tidak bersamaku, Dave?”“Sayang, kau salah paham. Dengarkan aku dulu—“ Lelaki itu berusaha menjelaskan segala yang sudah jelas terlihat di depan mata Shienna.Shienna menggeleng, air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. “Aku tidak menyangka kau setega ini, Dave. Apa salahku sampai kau lakukan ini padaku?”David, lelaki itu, tampak frustasi diberondong pertanyaan seolah dirinya adalah penjahat yang tertangkap basah. Padahal, apa salahnya meluapkan insting dasar yang memang dimiliki setiap manusia? Ia hanya bercinta dengan seorang perempuan untuk melepaskan hormon yang butuh untuk diregenerasi. Di mana salahnya?Jelas salah! Karena ia melakukan itu dengan perempuan lain. Yang artinya, ia sudah mengkhianati perasaan Shienna, tunangannya.“Kau tidak bersalah, Shie. Kau terlalu baik. Kau bidadari yang bahkan enggan untuk memberikan kenikmatan itu padaku.”“Kata siapa aku tidak mau? Kau hanya harus bersabar sebentar, Dave! Hari ini, ulang tahunmu dan aku berencana memberikan kejutan itu padamu.” Gadis itu menggeleng tak percaya. Ada rona kecewa tergambar di wajahnya. “Mulai sekarang kita tidak ada hubungan apa-apa lagi. Kita putus. Selamat ulang tahun.”Shienna melemparkan kue yang ia bawa tepat mengenai wajah David dan kemudian memutar langkah meninggalkan apartemen lelaki itu dengan hati kesal.Tiba di rumah, ia menghubungi sahabatnya untuk datang dan seharian penuh menjadi pendengar setia keluh-kesahnya.“Oh, aku turut sedih atas apa yang telah kau alami. Masih banyak lelaki di luar sana—tidak hanya David. Aku bisa mengenalkanmu pada lelaki lain. Atau mungkin kau mau mempertimbangkan kembaranku? Kau tahu, dia menyukaimu sejak dulu,” hibur sang sahabat yang sudah lelah mendengar tangisan Shienna selama dua hari ini.“Big NO! Saudara kembarmu sama mesumnya dengan si Dave. Aku tidak ingin patah hati lagi.” Shienna mengusap hidungnya yang beringus, mata dan wajahnya mulai sembab. “Aku ingin melarikan diri ...”“Hah? Kabur ke mana? Bagaimana persiapan konsermu? Apa yang harus kukatakan pada panitia dan media?”Shienna mengedikkan bahu, tak tahu bagaimana cara mengatasi patah hatinya. “Aku tidak tahu. Kau adalah manajerku. Jika mereka menghubungimu, katakan saja aku sedang dalam masa tenang. Please, pesankan tiket ke suatu tempat. Ke pulau paling sepi di dunia. Aku ingin menghilang!”Dan sang sahabat menuruti permintaannya. Dalam waktu satu hari, Shienna sudah berada di sebuah pulau tersepi di dunia yang hanya akan didatangi oleh turis yang menginginkan sebuah ketenangan.Shienna mengedar pandangan ke seluruh ruangan yang ia pesan. Sebuah cottage yang diperuntukkan bagi satu keluarga kini ia tempati seorang diri. Ia mendesah keras dan berusaha menahan rasa kesal dalam hatinya, karena sang sahabat salah memesankan tempat menginap untuknya.“Kenapa menghubungiku? Apakah belum satu malam kau sudah rindu padaku, hm?” goda sahabatnya, saat Shienna yang dengan hati dongkol menghubungi.“Serius, apakah kau sedang mengolok-olokku? Mengapa kau memesankan tempat seluas ini? Aku datang seorang diri dan melihat ruangan yang bisa kupakai bermain bola, membuatku semakin merasa kesepian,” gerutu Shienna melalui sambungan telepon. Sang sahabat yang mendengarkan omelan Shienna, hanya terkekeh.“Mungkin saja kau ingin meluapkan kekesalan karena mantan kekasihmu yang tukang selingkuh itu,” gelaknya. “Lagi pula, ada bagusnya kau mendapatkan ruangan yang luas, kau akan bisa lebih leluasa. Tenanglah, Shie ... semua akan baik-baik saja. Kau akan baik-baik saja. Nikmati liburanmu dan lupakan pria mesum itu, oke?”Ketika sang sahabat telah mengakhiri percakapan dengannya, Shienna kembali merasa kesepian. Ia berjalan berkeliling di seluruh ruangan di dalam cottage, berusaha menikmati liburannya meski tentu tak bisa. Bayang-bayang David yang berselingkuh terus saja berkelebatan di pikirannya.Tubuhnya melorot di lantai, menangis tersedu dan meratapi nasib cintanya yang kandas sekali lagi. Setelah sekian kali menjalin cinta dengan beberapa pria yang hanya bertahan satu tahun, kali ini, ia dan David berhasil menjalin hubungan cukup lama.Tiga tahun bukan waktu yang sebentar. Mereka bahkan sudah bertunangan dan berencana akan segera melangsungkan pernikahan. Namun, kebiasaan David yang suka bergonta-ganti pasangan ternyata tak pernah hilang meski sudah bertunangan dengan gadis secantik Shienna.Memang, Shienna tak pernah memberikan apa yang David inginkan. Selama berpacaran, bahkan setelah bertunangan, ia masih belum mengizinkan David untuk menyentuhnya. Dan sepertinya, lelaki itu tak sabar untuk terus menunggu.“Padahal aku sudah menyiapkan kejutan untukmu, Dave. Mengapa? Mengapa kau tidak mau bersabar?” rintihnya, bermonolog. Ia menangisi lelaki itu. Lelaki yang telah menyakiti perasaannya. Ia menangis, sampai kelelahan dan tertidur, hingga tak mendengar suara ketukan di pintu kamar yang ia sewa.Kejadian semacam itu terus berulang, hingga selama dua hari, Shienna hanya mengurung diri di kamar. Ia enggan untuk keluar, selain karena wajah dan matanya yang sembab, juga karena ia masih patah hati dan tak ingin bertemu siapa pun.Namun, hari ini ia sudah berdandan dan berniat untuk menikmati pemandangan atau sekadar berjalan-jalan. Ia akan berbelanja untuk persediaan makanan kecil selama dirinya berada di hotel. Mungkin menyediakan sebotol anggur juga tak ada salahnya.Shienna pergi berbelanja seorang diri, menikmati kesendirian yang akan menjadi teman selama beberapa hari ke depan. Persetan dengan para penggemar, panitia, atau deadline konser yang sudah dekat. Ia tak mungkin akan melakukan pekerjaan itu meski dirinya tidak pergi ke mana pun. Patah hati membuat otaknya buntu dan enggan untuk diajak berpikir.Gadis itu tiba di hotel setelah membeli berbagai macam yang ia inginkan, kemudian mulai menenggelamkan diri dalam kamar sembari menikmati anggur di tangannya.“Dasar David sialan! Tidak, tidak! Bukan David yang sialan, melainkan hidupku.” Sekali lagi gadis itu meratap. “Ini sejak bajingan bernama Bryan menyumpahiku. Bukan salahku jika aku tidak lagi tertarik padanya, bukan? Ia berubah menjadi gemuk dan tidak lagi menarik, lantas aku meninggalkannya. Apakah itu salahku? Bahkan selama menjalin hubungan dengannya, ia tak pernah mengatakan kalau dirinya hanyalah pedagang makanan cepat saji. Tentu tak serasi denganku yang putri keluarga terhormat.”Ia terus mengingat masa lalu yang ia anggap menjadi awal kesialan kisah cintanya. Ia meracau sendiri sembari menyesap minuman di tangannya. Matanya mulai terasa sepat dan tak sanggup terjaga.Shienna yang setengah teler memaksa tubuhnya untuk bangkit dan rebah di ranjang, tanpa memedulikan apakah ia sudah mengunci pintu atau belum. Dan satu hal lagi, ia tak menyadari bahwa dirinya tidak seorang diri di atas ranjang melainkan dengan seorang lelaki yang dalam kondisi tak jauh berbeda dengannya.Shienna berbalik, menemukan seraut wajah rupawan di hadapannya yang kini tengah memandangi dengan tatapan penuh cinta.“Kau sangat cantik hari ini. Aku sangat mencintaimu. Kumohon, jangan lagi tinggalkan aku,” ucap lelaki itu.“Dave? Aku tahu, kau tidak mungkin mengkhianatiku. Kau pasti kembali untukku. Aku mencintaimu, Dave. Kau boleh lakukan apa saja, aku milikmu sekarang.” Shienna melepaskan satu per satu pakaiannya dan menarik lelaki itu untuk berada di atasnya.“Apakah kau yakin akan melakukan ini?”Shienna mengangguk. “Perlahan saja. Aku masih perawan.” Ia terkekeh. Lelaki itu memandangi sepasang bola mata dibingkai bulu mata lentik milik gadis yang pasrah dalam impitannya. Ia lantas mendekat dan mengecup bibir ranum Shienna.“Bibirmu sungguh manis, sayang.” Lelaki itu memuji dalam racaunya. “Sial! Kau benar-benar seperti candu. Kau milikku selamanya.”Dan terjadilah apa yang tak pernah Shienna bayangkan saat itu. Lelaki yang ada di atasnya mulai beraksi, bergerak berirama dan mengambil apa yang ditawarkan oleh gadis itu tanpa terkecuali. Dan di akhir permainan mereka, keduanya mencapai puncak dan meraih pelepasan bersama, tanpa ada paksaan melainkan karena kerelaan.“Aku mencintaimu, sayang.”“I love you, Dave. Selamat ulang tahun, sayang.”“Dave, aku mencintaimu ...” Gadis itu meracau dan perlahan membuka mata, menoleh sebentar dan menemukan seorang lelaki masih terlelap di sampingnya.Pandangan matanya bergerak turun dari kepala lalu ke bagian bawah, lelaki itu tak mengenakan pakaian dan hanya tertutup selimut sebatas pinggang. Shienna membelalak seketika dan memeriksa dirinya sendiri.“Astaga! K-kenapa aku tidak memakai—“ Kalimat Shienna terhenti saat mendengar igauan lelaki di sampingnya.“Selena, aku cinta—“ Lelaki itu memutar tubuh dan wajahnya kini menghadap dengan Shienna yang bola matanya nyaris mencelus.“Bryan?!” pekiknya yang berhasil membangunkan lelaki yang sama kaget dengan dirinya.“Shienna? Apa yang kau lakukan di sini?!”“Bukankah aku yang harusnya bertanya padamu? Apa yang kau—tidak mungkin!” Shienna menutup mulut dengan kedua tangannya.Keduanya secara bersamaan menilik pada tubuh mereka masing-masing. Shienna menarik selimut agar menutupi dada dan sekujur tubuhnya yang polos, sementara Bryan pun melak
Tiga bulan kemudian ... “Shie, bagaimana perasaanmu? Apakah kau masih memikirkan Bryan dan malam panas kalian?” tanya sang asisten saat menemukan Shienna memegang Cello tetapi tatapannya tertuju ke depan dengan kosong.Bahkan setelah asistennya melambaikan tangan di depan wajahnya, Shienna tetap bergeming seolah tengah berkelana ke dimensi lain, kembali pada malam dirinya dan Bryan mungkin memang telah bercinta. Shienna masih tak percaya kalau lelaki yang sudah tidur dengannya adalah Bryan, mantan kekasih semasa masih di bangku perkuliahan. Ia bahkan hanya mengingat hal buruk yang dimiliki oleh lelaki itu; tubuh tambun, bekerja serabutan di sebuah gerai makanan cepat saji, dan bisa berkuliah pun karena bantuan beasiswa. Entah bagaimana Shienna bisa tertarik pada Bryan dua tahun sebelumnya dan mereka berpacaran cukup lama. Dua tahun bukan waktu yang sebentar atau sekejap, karena seharusnya hati keduanya makin lama makin terikat. Sayangnya, tidak demikian dengan yang Shienna rasakan.
Shienna mengetukkan heels-nya di atas lantai marmer yang ia pijak. Sudah hampir setengah jam ia menunggu di lobi, tetapi belum juga pria itu muncul. Ia dengan sengaja datang ke kantor milik pria yang telah menghabiskan malam dengannya di Palmerston, Cook Island. Pegawai resepsionis sudah memintanya menunggu, tetapi, ia merasa usahanya sia-sia. Shienna lantas mengambil ponsel dan menghubungi nomor yang tertera di kartu nama yang pria itu berikan. “Sialan! Apakah dia sedang berusaha menghindariku?” gumamnya, kesal. Ia bangkit, mengentak kaki menerobos beberapa pria yang bertugas menjaga keamanan, berdiri di depan elevator, memastikan tidak ada sembarang orang yang mengakses kotak besi itu untuk menuju ke ruang direksi. “Maaf, Nona. Anda mau ke mana?” tanya penjaga, ketika Shienna menekan tombol lift menuju ke lantai 21, di mana ruangan pria yang ia cari berada. “Aku akan ke atas untuk bertemu pemilik perusahaan.” “Apakah anda sudah membuat janji?” “Sudah, beberapa menit lalu.” “Ka
Prosesi berjalan lancar dan khidmat. Baru kali ini, Shienna melihat perhelatan pernikahan secara langsung karena dialah mempelai wanitanya. Sementara itu, raut wajah Bryan tidak menunjukkan semringah kebahagiaan, tidak juga tampak sedih. Bisa saja ia sengaja menyembunyikan perasaan karena ia sedang berusaha menjaga image. Pastilah pernikahan ini bukanlah sesuatu yang mereka harapkan. Beberapa pemburu berita mulai berdesakan di halaman hall Gladiola Palace, memastikan jalannya prosesi pernikahan Sang Diva dan pengusaha terkaya yang tak pernah terlihat bersama wanita mana pun. Artinya, rumor itu benar, bahwa mereka memang telah menghabiskan malam panas di Palmerston. Kini para wartawan hanya menantikan klarifikasi dari yang pihak Shienna dan Bryan mengenai berita tersebut. “Aku sudah meminta beberapa orang untuk datang ke rumahmu dan mengambil semua barang yang kau butuhkan,” ucap Bryan, saat mereka sudah berada di kamar pengantin Gladiola Hotel. Mereka tidak ingin menghabiskan mala
Tok tok tok!“Shie, maaf kalau mengganggu kalian. Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu terkait jadwal untuk besok,” ucap asisten Shienna setelah mengetuk pintu larut malam. Bryan yang mengenal asisten sekaligus sahabat dari sang istri, hanya melirik sekilas, lantas kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan di laptopnya. “Katakanlah, J.” “Sejak kau menjadi Nyonya Sanders, wartawan sudah melakukan polling untuk mengetahui siapa saja yang tertarik mendengar klarifikasi darimu.” Jennifer menjeda kalimat demi memastikan reaksi sahabatnya. “Apakah kau bisa melakukan konferensi pers untuk besok?” “Um ... masalah itu ...” “Ahem ... jangan lupakan perjanjian antara kita,” timpal Bryan, tak tahan mendengar percakapan seolah dirinya tidak berada di sana. “Apakah kau ingin aku mengatakan di hadapan orang-orang bahwa kau mengandung bayi karena kesalahan?” Shienna menatap Bryan dengan sorot tajam, kemudian kembali memusatkan perhatian pada Jennifer yang menunggu respon darinya. “Jennie, maafka
Shienna tiba di gedung yang tak asing baginya. Ia menoleh pada Bryan ketika mereka sudah tiba di lobi dan melangkah masuk ke gedung pencakar langit yang ia tahu merupakan kantor Bryan. Beberapa pegawai yang semula tengah sibuk bekerja, bangkit dan menghadap pada Bryan dan Shienna yang diikuti oleh asisten dan beberapa pengawal. “Selamat datang kembali Tuan dan Nyonya Sanders!” Salam sambutan mereka ucapkan, dan Shienna juga Bryan menerima kalimat yang sama setiap kali bertemu dengan pegawai lain bahkan ketika memasuki lift. “Tidak ke lantai 21, Bertha. Bawa kami ke lantai 21A,” titah Bryan saat perempuan berseragam rapi itu hendak menekan tombol yang biasa ia tekan setiap kali mengantar sang atasan menuju ke penthouse. Hari ini, untuk pertama kalinya, Bryan meminta perempuan bernama Bertha untuk membawanya ke lantas yang berada di atas ruang pribadinya. Perempuan itu mengangguk dan mengeluarkan kartu dari saku dan mendekatkan benda itu ke arah sensor yang terdapat pada dinding Lift.
Shienna memandangi Ray yang melangkah keluar dari penthouse-nya dengan tatapan sedih. Ia tak rela melepaskan pengawal seandal Ray yang selama ini membuat Shienna merasa aman di mana pun ia berada. Akan tetapi, satu hal yang ia tegaskan pada Ray, bahwa pria itu harus terus mengabari keadaannya dan jika sewaktu-waktu membutuhkan bantuan, maka Shienna akan bisa membantunya. Ditambah sebuah janji bahwa Shienna akan memakai jasanya kembali jika urusannya dengan Bryan sudah selesai. Kali ini giliran Jennifer yang sudah duduk tak jauh dari tempat Shienna yang tampak ragu untuk memulai perbincangan. “Shie, apakah kau yakin akan setuju dengan keputusannya? Kau akan memberhentikanku? Apakah ini akhir persahabatan kita?” “Ck! Tentu saja tidak, bodoh! Aku hanya tak ingin membuat masalah dengan pria psiko itu. Kau tidak dengar apa yang ia katakan malam tadi? Keberadaanmu di sini hanyalah sebagai sahabat, bukan asistenku lagi. Artinya, kau boleh tinggal di sini sampai kapan pun.” Jennifer memut
Shienna tersenyum senang saat melihat paket yang datang dan ia buka pembungkusnya. Piano dan alat musik lainnya benar-benar Jennifer kirimkan ke penthouse dan hal itu membuatnya meneteskan air mata tiba-tiba.“Oh, lihatlah si bodoh itu! Dia sangat perhatian padaku,” gumamnya sembari mengusap air mata dan menekan nomor yang tertera pada layar ponselnya. “J ... apakah kau sedang luang? Aku ingin bertemu dan mengucapkan terima kasih atas perhatianmu.”“Apa? Untuk apa, Shie? Sudahlah ... aku melakukan itu ketika masih menjadi asistenmu, jadi anggaplah itu adalah tugasku dan kau sudah membayar dengan nominal yang bagus. Suamimu juga telah menambah bonus pesangon untukku,” jawabnya.“Apa? Ia menambah pesangon untukmu? Kenapa ia lakukan itu?”“Aku tak tahu. Kau tanyakan saja padanya.”“Tidak. Aku ingin mendengarnya darimu. La Kafe, jam makan siang. Aku tidak mau ada kata penolakan. Ini adalah reuni sahabat, kau harus meluangkan waktu, oke?”Setelah mendapat jawaban setuju dari sang sahabat,