Shienna akhirnya berhasil kelua dari kerumunan dan tiba kembali di penthouse. Ia kini tengah mengurung diri di kamar, sama sekali tidak membuka pintu. Tak peduli siapa pun yang mengetuk dari luar.Ia tak mengerti siapa yang harus ia percaya. Bryan memang tidak mengatakan apa pun ketika mereka menikah, bahkan saat ia dan pria itu membicarakan tentang surat kontrak yang isi pasalnya bahkan lupa untuk ia pastikan kembali. Namun, pernikahan mereka pun tidak dilandasi cinta, pantaskah kalau dirinya meminta kejelasan dari sang suami mengenai masalah ini?Tok tok tok!“Shie, ini aku. Elea mengatakan kalau kau enggan keluar dari kamar sejak tadi. Apa yang terjadi?” tanya sebuah suara yang Shienna tahu betul itu pasti Bryan. Namun, ia enggan bertemu siapa pun untuk saat ini. Ia sungguh tertekan. Selama dirinya menjadi public figure, tak pernah sekali pun ia berurusan dengan masalah percintaan. Apalagi menjadi tersangka atas rusaknya hubungan seseorang.Ia selalu dikhianati, diselingkuhi, kini
Shienna terbangun dengan tubuh yang terasa pegal dan membuatnya enggan bangkit dari ranjang. Ia justru merapatkan selimut dan tetap berbaring sampai kemudian mendengar ketukan di pintu."Nyonya, apakah Anda sudah bangun? Aku sudah menyiapkan sarapan dan vitamin. Hari ini ada jadwal pemeriksaan di spesialis kandungan, dan ... Anda hari ini akan melakukan yoga di ruang gym dengan seorang pelatih meternity yoga, bersama Tuan Sanders," ucap seorang perempuan dari luar.Mendengar penjelasan sang asisten, Shienna terpaksa bangkit dan membuka pintu untuknya."Kenapa kau tidak langsung masuk saja, Elea?" tanya Shienna."Saya khawatir Anda belum bangun, Nyonya.""Aku sudah bangun sekarang," jawab Shienna sembari melangkah menuju meja makan di mana sarapan dan semua yang ia butuhkan telah tersaji. "Bisa kau ulangi jadwalku hari ini?"Elea mengangguk, kemudian mengulang apa yang sudah ia katakan sebelumnya. Shienna tampak tenang menikmati m
Sudah lewat pukul tujuh malam dan Shienna baru terbangun. Ia beringsut bangkit, memeriksa ruang tamu, tetapi tak menemukan Bryan di sana.“Kenapa aku bisa tertidur? Bagaimana janji dengan instruktur yoga-nya?” gumamnya, bergegas memakai sleeping robe dan hendak mendatangi Bryan, tetapi urung ia lakukan ketika ingat kejadian saat ia datang ke lantai 21 malam itu. “Ah, tidak! Biarkan saja. Lagi pula sudah malam. Tak mungkin aku melakukan senam kehamilan selarut ini.”Ia masih berdiri di depan lift bersamaan dengan pintu lift tiba-tiba terbuka dan seorang wanita dengan pakaian minim tanpa permisi, melangkah masuk ke ruangan dan duduk di sofa.“Bisakah kau panggilkan Bryan? Aku ada janji bertemu dengannya,” ujar wanita itu, memberi perintah kepada Shienna yang tampak amburadul karena baru saja bangun setelah tertidur sejak siang.“Kau siapa? Berani sekali memerintahku. Apa kau tidak tahu siapa aku?” tanya Shienna tampak kesal.“Aku adalah ... kau tidak sedang berpura-pura, bukan? Kau terl
Bryan masuk ke ruangan Shienna dan tak menemukan siapa pun di sana. Pintu kamar Shienna pun dalam keadaan terbuka. Bryan menghampiri karena mengira bahwa Shienna sedang bersantai di kamar, tetapi ia justru tak menemukan apa pun, termasuk pakaian miliknya.Bryan terbelalak tak percaya. Shienna tak pernah mengatakan apa pun sebelumnya sehingga ia yakin kalau perempuan itu pasti telah setuju dengan perjanjian yang telah ia tanda tangani. Namun, melihat bagaimana kondisi saat ini, Bryan yakin, istrinya itu pasti berusaha melarikan diri.Bryan bergegas keluar dan menggunakan lift umum sehingga ia kini berada di lantai satu dan menuju ke front desk untuk memastikan apakah pegawainya melihat kepergian Shienna.“Kami memang melihat Nyonya Sanders berjalan membawa tas besar beberapa menit lalu, tetapi kami mengira kalau ia lakukan itu atas izin anda, Pak.”“Sialan! Dasar perempuan manja! Apa yang sedang ia lakukan?” gumam Bryan dengan geram. Ia kemudian bergegas mencari keberadaan Shienna yang
Secercah sinar menyeruak dari celah tirai, membuat Shienna mengerjap dan meregangkan tubuh sebelum kemudian bangkit perlahan. Ia menilik ruangan di mana dirinya berada, dan seketika keningnya berkerut.“Aku tidak berada di kamarku?” gumamnya. “Ini kamar si bajingan itu. Kenapa aku bisa ada di sini?”Shienna memakai sleeping robe dan keluar, menemukan Bryan terlelap di sofa dengan televisi menyala. Shienna mematikan layar besar itu dan memeriksa meja makan. Tak tersedia apa pun di sana. Para pelayan pasti sedang menyiapkannya.Banyak hal yang baru ia ketahui, salah satunya dapur di masing-masing penthouse mereka adalah dapur kering, di mana hanya digunakan untuk menyiapkan makanan simpel. Sementara untuk masakan besar, akan mereka olah di dapur utama yang terdapat di lantai itu juga. Tepatnya di dekat lift.Shienna tanpa sadar mengagumi rancangan bangunan yang ia tempati. Entah sejak kapan Bryan membangun usahanya ini sehingga bisa memiliki bangunan pencakar langit megah yang merupakan
“Ah! Sakit, Bray ... tidak bisakah kau lakukan perlahan? Kau tampak bernafsu sekali. Apakah wanita-wanita itu tak bisa memuaskanmu, hm?” tanya Shienna masih dengan wajah memerah karena mabuk. Pertanyaan yang terlontar dari mulut Shienna membuat Bryan tertegun untuk sejenak, membenarkan apa yang wanita itu katakan. Jika memang begitu, lalu kenapa? Tidak terpuaskan secara seksual tak berarti Bryan akan melampiaskannya pada wanita yang telah mematahkan hatinya, sebesar apa pun dorongan itu. Bryan akhirnya kembali mengikat tangan Shienna dan turun dari ranjang setelah berhasil menyelesaikan semuanya. “Bryan! Apa yang kau lakukan? Kau mau ke mana? Lepaskan aku, bajingan!” jerit Shienna sembari menendang-nendang berusaha melakukan perlawanan agar bisa mengenai Bryan, tetapi pria itu mudah berkelit. “Aku akan melepaskanmu setelah pengaruh obat itu hilang. Sementara itu, bertahanlah di sini, okay? Aku pergi dulu. Oh, iya. Karena kau belum mengenakan pakaian, aku akan mengunci pintunya, mem
“Tuan Sanders, tunggu!” Seorang wanita tergopoh berlari menyusul langkah tergesa Bryan yang dengan terpaksa menghentikannya seketika saat wanita itu kini telah berdiri di hadapannya.“Ada apa lagi, Tamara?”“Maaf, Pak. Tapi Tuan Hashimoto ingin bertemu denganmu sekarang juga.”“Tsk! Katakan padanya aku tak bisa menemuinya sekarang. Aku sedang memiliki urusan yang lebih penting.”“Tapi, Pak—““Tamara, lakukan saja apa yang kuperintahkan. Aku bosmu di sini dan aku tidak menerima penolakan. Jangan terpengaruh pada segala ancamannya karena aku yang nanti akan menghadapinya.”Bryan membiarkan sang asisten sementara ia bergegas menuju ke lahan parkir dan mengendarai mobil seperti orang kesetanan.Ia tak mengerti mengapa dirinya harus peduli pada kondisi wanita yang telah menghancurkan hatinya. Mungkin bukan Shienna yang tengah ia pedulikan saat ini, melainkan bayi yang Shienna kandung dan segala yang terjadi hari ini membuatnya tak bisa berhenti memikirkannya.Bryan mencoba menghubungi pons
“Anda harus menunggu Tuan Sanders tiba, Tuan Hashimoto. Ini tidak boleh Anda lakukan tanpa izin darinya.” Beberapa pegawai berusaha menghalangi seorang pria yang berusaha merangsek masuk ke ruang kerja Bryan, tepat bersamaan dengan kedatangan Bryan.Ia lantas segera menemui pria itu dan berhadapan langsung setelah sekian lama berusaha menghindar darinya.“Biarkan dia masuk,” ujar Bryan, memberi isyarat pada tamunya untuk mengikutinya ke dalam ruangan. “Silakan duduk dan segera katakan tujuan kedatanganmu, Jun. Aku tak punya banyak waktu.”“Ow ... seperti itukah sikapmu menyambut kawan lamamu ini, Bryan? Kau mengabaikan email dan proposal yang kuberikan padamu.”“Aku sudah memberikan jawaban.”“Dan aku sudah menegaskan kalau aku tidak menerima penolakan.” Jun Hashimoto meninggikan intonasinya kala mendengar pernyataan Bryan yang jelas terdengar menghindarinya. “Kau berhutang padaku, Sanders. Jangan lupakan itu.”“Berapa yang kau mau?”“Woho ... sang billionaire yang sangat berani. Kau