Prosedur pendaftaran untuk Michael dan Michelle sudah selesai. Keesokan harinya jam tujuh pagi, Rachel mengantar kedua anaknya pergi ke sekolah.“Michael, jaga adikmu baik-baik. Kalau ada apa-apa, telepon Mama. Mengerti?”Michael mengangguk dengan patuh, “Ma, nggak apa-apa, pergilah. Aku akan menjaga Michelle dengan baik.”Rachel menyentuh kepala kedua anaknya, lalu melangkah pergi.Setelah punggung ibunya menghilang di balik gerbang sekolah, Michael menggandeng tangan Michelle dan masuk ke dalam.Sebagai murid pindahan di tengah semester, mereka berdua dimasukkan ke kelas sembilan. Wali kelas mereka adalah seorang guru perempuan muda yang masih berusia awal dua puluhan bernama Jessy.Begitu melihat dua anak yang begitu lucu, Bu Jessy langsung menyukai mereka, “Wah, kamu pasti Michael dan ini pasti adikmu Michelle, ‘kan?”Michael menjawab dengan sopan, “Halo, Bu Guru. Namaku Michael. Ini adik perempuanku, Michelle. Mulai sekarang, kami adalah murid di kelas sembilan. Mohon bantuannya y
Suara Michael terdengar sangat dingin dan sikapnya sangat tegas, sehingga anak-anak lain yang ada di sana tidak berani untuk melawannya.Semua anak yang mengejek Michelle punya julukan sekarang.Michael tidak pernah suka menyerang orang karena penampilan mereka, tetapi orang-orang ini seharusnya tidak mengejek Michelle.Kalau mereka berani mengejek Michelle, mereka juga harus merasakan bagaimana rasanya diejek oleh orang lain.Seperti yang Michael duga, setelah dia memberi julukan untuk anak-anak itu, anak laki-laki lainnya di kelas itu tertawa dan menyoraki mereka.“Si Hitam! Si Gigi Bolong! Si Gendut! Mulai sekarang, kami akan memanggil kalian dengan sebutan ini!”Anak-anak itu langsung menangis karena kesal.Suara tangisan mereka terdengar di dalam kelas.Bu Jessy datang karena mendengarnya, lalu keempat anak itu langsung mengadu.“Bu, Michael memberi kami julukan!”“Bu, Michael mengejekku karena gendut. Huhuhu ....”Bu Jessy agak terkejut.Michael kelihatannya anak yang sangat baik
“Anak perempuan cantik yang baru masuk itu autis. Tampaknya cukup parah.”“Sekolah kita sepertinya baru pertama kali ini menerima anak autis yang kondisinya separah ini. Kalau separah ini, dia seharusnya didaftarkan ke sekolah khusus. Kenapa didaftarkan ke sekolah kita?”“Anak autis juga bisa agresif. Gimana kalau suatu waktu dia tiba-tiba menyerang anak lain?”Para guru di kantor sedang membahas hal ini.Bu Jessy membuka pintu dan masuk, “Michelle memang menderita autisme, tetapi untuk sementara ini kita belum menyadari adanya kecenderungan untuk menyerang orang. Aku minta kalian untuk tidak membicarakan seorang murid dari belakang.”“Suatu saat nanti kalau kita menyadarinya, itu sudah terlambat,” ujar seorang guru yang umurnya sudah lebih tua dengan serius, “Lebih baik kita cari alasan untuk mengeluarkannya dari sekolah, selagi belum ada masalah yang ditimbulkan. Pasien autisme seperti ini sulit disembuhkan. Menerimanya di sekolah ini hanya akan menambah masalah bagi kita sebagai gur
Michael berkata dengan tenang, “Guru yang membicarakan siswa di belakang mereka juga tidak pantas untuk mendidik orang lain.”Guru yang lebih tua itu hampir menggila karena marah. Pertama kalinya ada orang yang berani menegurnya secara langsung seperti ini. Bankan orang yang menegurnya itu adalah seorang anak yang baru berusia empat atau lima tahun.Di antara guru lainnya, ada satu guru yang tampaknya mengenali Michael. Dia pun berkata, “Bu Liana, sepertinya dia murid pindahan dari kelas sembilan. Kalau nggak salah namanya ... Michael. Benar, namanya Michael.”Saat itulah, guru bernama Liana itu baru menyadari mengapa anak itu tiba-tiba masuk ke kantor guru. Ternyata anak itu mendengar mereka membicarakan tentang anak yang autis itu.“Michelle adalah adikku. Aku nggak izinkan kalian membicarakannya,” kata Michael sambil mengangkat dagunya, tatapan matanya sangat dingin. “Kalau sampai lain kali aku dengar kalian membicarakannya lagi, mau nggak mau aku harus ke Dinas Pendidikan.”Beberap
Michael kembali ke kelas sembilan dengan tenang.Jessy menghela napas ketika melihat Michael, “Ibu baru saja mau pergi cari kamu. Dari mana saja kamu?”“Aku pergi ke toilet.”Michael masuk ke ruang kelas dan duduk di sebelah Michelle.Jessy masih menatap Michael. Dia selalu merasa aura anak itu terlalu kuat, sampai-sampai terkadang dia bahkan tidak berani menatap langsung mata anak itu.Akan tetapi, Michael begitu sopan dan penurut. Suaranya yang lembut saat berbicara terdengar sangat merdu. Seolah-olah semua aura itu hanya dibayangkan oleh Jessy saja.Pada jam istirahat, Jessy dipanggil oleh Liana.Sekitar lima atau enam guru mengelilingi Liana dan berpesan padanya dengan suara pelan.“Meskipun adik Michael menderita autisme, sekolah kita memiliki pengalaman dalam hal ini. Kalau ada yang nggak kamu mengerti, tanyakan saja padaku.”“Michelle sangat cantik. Anak yang begitu cantik bisa dijadikan sebagai wajah sekolah kita. Kita harus jaga dia baik-baik, jangan sampai dia keluar dari sek
Tidak banyak orang yang tahu nomor ponsel baru Rachel. Awalnya dia mengira itu telepon promosi, karena itu dia langsung menutup telepon.Namun, orang itu menelepon lagi.Rachel menyeka tangannya, lalu mengangkat telepon.“Rachel, ini kamu, kan?”Begitu mendengar suara pria yang dingin dari ujung telepon yang lain, raut wajah Rachel menjadi dingin.Ternyata itu adalah ayahnya, Sandi.Sudah beberapa hari sejak dia kembali, tapi ayahnya itu baru meneleponnya sekarang.Benar-benar ayahnya yang baik, yang mencintai dan memanjakannya sejak dia masih kecil.Rachel tertawa menyindir dan berkata, “Apa kabar, Pak Sandi?”Sandi tersedak sejenak, lalu dia menarik napas dalam-dalam baru berkata, “Rachel, Papa tahu kamu salahkan Papa. Tapi kalau kamu berpikir dari sudut pandang Papa, kamu akan mengerti kenapa Papa melakukan hal ini. Saat itu kamu bakar rumah kita dan pergi begitu saja. Sekarang, begitu kembali kamu langsung menyatakan perang terhadap keluarga Hutomo. Menurutmu, bisakah Papa nggak ma
Rachel menghela napas dalam hati sambil menggenggam ponselnya.Tidak peduli dari sisi perasaan maupun akal sehat, Rachel seharusnya mengunjungi neneknya. Setelah menghilang selama empat tahun, bagaimanapun juga dia harus memberi penjelasan pada sang nenek.Hanya saja, Rachel tidak tahu apakah neneknya masih akan melindunginya seperti dulu ....“Mama, sayur di dalam panci gosong.”Michael mengerutkan hidung kecilnya dan mengingatkan ibunya.Rachel cepat-cepat meletakkan ponselnya, lalu mulai memasak dengan serius.Setengah jam kemudian, tiga jenis hidangan dan satu sup sudah siap.Setelah Michelle mencium aroma makanan, gadis kecil itu langsung melangkahkan kaki pendeknya ke meja makan tanpa perlu dipanggil. Dia pun duduk di meja makan, seperti sedang menunggu diberi makan.Michael pun tertawa melihat tingkah adiknya, “Ma, Lihat Michelle. Dia terlihat sangat imut.”Rachel mengambil semangkuk sup untuk Michelle, lalu berkata sambil tersenyum, “Michelle sayang, ayo makan. Makan yang banya
“Baik, Pak.”Hilmi segera mengiyakan perintah Ronald.Ronald biasanya terlihat dingin dan acuh tak acuh. Namun, Hilmi tahu kalau orang yang paling mencintai kedua anak kecil itu adalah Ronald.Orang bilang, kasih sayang seorang ayah bagaikan gunung.Namun, Hilmi lebih merasa kasih sayang seorang ayah bagaikan laut.Seperti laut yang kedalamannya tak terkira, juga seluas laut yang bisa menerima semuanya.Di lantai dua, Darren sedang duduk di balkon. Air mata yang berkumpul di matanya membuat pandangannya menjadi kabur.Darren amat sangat lapar. Karena itu, dia diam-diam mengeluarkan biskuit dari dalam tas sekolahnya dan makan beberapa suap.Namun, dia tidak sengaja tersedak. Air matanya langsung jatuh membasahi wajah kecilnya.“Aku paling benci sama Papa ....”Darren berteriak sambil menangis.Ayah terlalu jahat, selalu galak padanya. Sekarang ayahnya tidak mengizinkannya keluar, membuatnya tinggal di dalam rumah sepanjang hari untuk mempelajari pengetahuan yang membosankan itu.Darren