"Kantor Signor Corradeo .... tidak. Signor Corradeo sedang berada di luar kantor .... Maaf, gosip yang mana?"Kathryn terdiam , profesionalisme tenangnya terlihat buyar sementara wanita itu mendengarkan orang di seberang telepon. Kathryn mengangkat pandangannya yang terkejut saat bertatapan dengan Dante. Entah sejak kapan bosnya itu ada di dekatnya. Dia tidak terlalu memperhatikan."Tidak .... Aku tidak ada komentaar. Ya, aku akan memberi tahu dia bahwa kau menelepon." Tangan Kathryn gemetaran saat meletakkan telepon yang segera berdering lagi. Dante meletakkan tangannya di atas tangan Kathryn saat ingin mengangkat telepon lagi."Biarkan saja. Jangan terlalu dipedulikan. Yang mereka inginkan hanyalah memancing berita lain untuk membumbui berita sebelumnya.""Mereka hanya ingin memastikan kau memiliki hubungan dengan mantan model itu atau tidak," Kathryn menatap Dante dengan gugup. "Mereka tidak akan berhenti sebelum kau membuat pernyataan sanggahan melalui konferensi pers." Dia melanj
"Dante ...."Laki-laki yang dulu dekat dengan Benigno, dan sekarang ini menjabat sebagai ketua dewan direksi perusahaan, menghentikan langkah Dante saat akan masuk ke ruangannya. Pelan-pelan dia berjalan menghampiri Dante dengan langkah tertatih sambil berpegangan pada tongkat. Bila tidak terpaksa, dia tidak mungkin bersusah payah datang ke sini dengan kondisinya yang seperti ini."Mr. Alberto ... Lama tidak berjumpa dengan Anda," sapa Dante dengan senyum dibuat-buat. Tubuhnya mendorong pintu di belakangnya hingga terbuka lebar, lalu membiarkan laki-laki seumuran kakeknya itu masuk ke ruangannya lebih dulu."Aku tidak ingin berbasa-basi padamu. Kau pasti sudah menduga tujuanku datang ke sini," ucap Mr. Alberto sesaat kemudian. Di memilih duduk di sofa tunggal yang berada di tengah-tengah ruangan, menghadapi Dante yang berada di ujung sofa yang lain."Sayangnya aku tidak mengetahui masalah apa yang ingin Anda bicarakan denganku." Dante pura-pura bodoh. Menghadapi orang tua yang kolot i
"Siapa yang menyuruhmu memakai pakaian seperti itu?" Lizzy mundur beberapa langkah, menjauhi Dante. Pipinya memanas. Ada sensasi aneh yang mendadak muncul di dalam dirinya. Tapi dia tidak bisa memastikan itu apa. Malam ini penampilan Dante terlihat sangat berbeda. Dia hampir tidak mengenali laki-laki itu. Selama ini Dante tidak pernah memakai setelan rapi seperti sekarang. "Aku hanya mengikuti perintahmu," sahut Dante ketus. Siapa yang menduga Lizzy akan seterkejut ini saat melihatnya tampil beda. "Sebaiknya kita berangkat sekarang." Lizzy mencoba mengalihkan percakapan mereka. "Kau bisa mengendarai mobil, 'kan?" Dia melempar kunci mobilnya pada Dante, lalu berjalan anggun masuk ke dalam mobilnya. Dante berhasil menangkap kunci itu. Dengan langkah cepat, dia ikut masuk ke dalam mobil Lizzy. Tidak menunggu lama, dia segera mengendarai mobil itu keluar dari halaman rumah Lizzy menuju jalanan kota London yang ramai. "Kau harus ikut aku masuk ke dalam," kata Lizzy sambil melepas sab
"Lizzy ...." Dalam gerakan cepat Dante melepas sabuk pengaman Lizzy, lalu mendorong tubuh wanita itu keluar dari mobil. Usai memastikan kondisi Lizzy yang tergeletak di tanah, Dante ikut melompat turun dari mobil. Dia berlari memutari mobil itu menghampiri Lizzy, dan menggendongnya menjauh dari sana. Satu menit kemudian mobil itu mengeluarkan bunyi ledakan yang keras, dan percikan api menari-nari ke atas langit. Sebuah mobil berhenti tepat di samping Dante. Secara otomatis Dante mundur beberapa langkah seraya memicingkan matanya. Dia menatap curiga pada pengendara mobil. Mungkin pengendara itu termasuk dalam komplotan orang yang menyerang dia dan Lizzy tadi. "Dante .... Cepat masuk." Pintu belakang mobil itu terbuka. Laki-laki itu tidak membiarkan Dante berpikir lebih lama lagi, memintanya masuk ke dalam mobil. Dante menuruti perintahnya. Meskipun mengalami kesulitan saat membawa tubuh Lizzy yang masih pingsan, Dante berhasil membawanya masuk ke dalam mobil itu. "Kita akan ke ruma
"Apa maksudmu sebenarnya?" Carlos menarik napas panjang, lalu tersenyum masam. "Luca Masimo. Aku yakin nama itu pernah singgah dalam ingatanmu. Tentunya kau belum melupakannya." Dante tertegun dengan tatapan hampa. Luca Masimo. Laki-laki itu pernah berkata bahwa mereka masih memiliki ikatan persaudaraan. Dante sempat mengira bahwa itu hanya omong kosong belaka karena Benigno tidak mengakui Luca sebagai cucunya. "Aku pernah bertanya pada Benigno mengenai Luca Massimo. Saat itu Benigno meyakinkan aku bahwa Luca bukan cucunya. Bagaimana bisa kau mengatakan bahwa Luca tengah mengancam posisiku saat ini?" "Sebenarnya itu hanya dugaanku. Meskipun kakekmu telah meyakinkan aku bahwa pemuda itu bukan cucunya, aku sedikit meragukannya," jawab Carlos dengan sikap tenang. "Sebelum menikah dengan nenekmu, kakekmu terkenal sebagai si penakhluk wanita. Bisa saja, dari sekian banyak wanita yang pernah menjadi kekasih kakekmu, salah satunya melahirkan darah dagingnya." "Kalau dugaanmu benar, Luca
“Lizzy …. Kenalkan, dia Kathryn, temanku.” Dante menatap Lizzy dan Kathryn secara bergantian. Lalu dia memberi isyarat pada asisten pribadinya untuk menghampiri Lizzy. Semula dia pikir Kathryn telah kembali ke kantor, tapi kenyataannya dia masih di sini. Wanita itu beberapa saat yang lalu datang ke rumah sakit untuk mengantar baju ganti yang dia minta. “Senang berkenalan denganmu,” ucap Kathryn. Senyumnya lebar dan sangat cerah menyenangkan. Sayangnya Lizzy bersikap sebaliknya. Dia terlihat menekuk wajahnya, dan malas-malasan membalas uluran tangan Kathryn. Raut wajahnya suram seiring dengan suasana hatinya yang sangat gelap. Seakan mengerti dengan keadaan sekitar, Kathryn melangkah mundur. “Bisakah kita berbicara di luar? Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu.” Dia langsung membuka pintu kamar Lizzy, dan melangkah keluar. Tanpa berkata sepatah kata pun, Dante bergegas menyusul Kathryn keluar. Mungkinkah telah terjadi sesuatu di kantor sehingga membuat Kathryn masih ber
"Benigno ...."Alberto berteriak kencang. Suaranya menggelegar memenuhi ruangan itu. Dia meraih tongkatnya, lalu berjalan tertatih menghampiri Benigno."Sebaiknya kau berhenti sampai di sini. Atau aku akan menghancurkan hidupmu," bisik Benigno tepat di dekat telinga Alberto. "Rapat siang ini dibubarkaan. Kalian bisa meninggalkan ruangan ini sekarang."Benigno melihat Alberto tidak berdaya saat semua orang beriringan keluar dari ruangan itu. Ruangan itu kembali sepi dalam hitungan menit. Benigno menatap Dante lurus, lalu mengajak cucunya itu untuk segera pergi dari sana."Aku tidak menyangka kau akan datang ke sini. Siapa yang memberi tahumu tentang rapat tadi?" cerca Dante setelah mereka berada di ruangannya. Lalu dia menyesal telah menanyakan hal itu. Dia baru ingat Benigno memiliki orang kepercayaan di mana-mana, yang bisa melaporkan apa saja pada kakeknya itu."Kau tidak perlu tahu soal itu. Yang terpenting adalah aku datang di saat yang tepat." "Seharusnya kau tidak usah datang k
"Luca Masimo ...."Nama itu meluncur dari bibir Dante begitu dia mengingat sosok laki-laki yang baru saja dia tabrak. Laki-laki itu mengaku sebagai saudaranya. Dante sempat berpikir bahwa dia tidak akan bertemu dengan Luca lagi. Kenyataannya dia salah. Mereka bertemu kembali dalam situasi yang tidak pernah dia sangka sama sekali."Ya ... Ternyata kau masih mengingat namaku," seru Luca dengan senyum berbinar-binar."Sedang apa kau di sini?" Dante menatap curiga pada Luca. Bisa saja Luca telah merencanakan sesuatu di belakangnya. "Aku mengantar model dari agensi tempatku bekerja. Sekarang aku menjadi salah satu pengawal pribadi mereka," jawab Luca mencoba terdengar tetap santai. Lalu, dia menatap ke balik punggung Dante seraya melambaikan tangannya. "Aku harus ke sana dulu." Luca menunjuk ke depan lalu berlari meninggalkan Dante.Dante memutar posisinya. Dari tempatnya berada, dia bisa melihat Luca tengah berbicara dengan seseorang sambil sesekali mengangguk. Setelah itu dia bergegas m