“Mbak Agni!”
Agni yang tengah sibuk di ruangannya dikejutkan dengan teriakan Rara. Terlihat Rara dengan nafas memburu berhenti dihadapan Agni. Membuat wanita itu mengerutkan keningnya.
“Ada apa, Ra? Kenapa kamu kelihatan sepanik itu?”
Rara masih mencoba mengatur deru nafasnya. “Gawat, Mbak! Gawat!”
“Gawat kenapa? Apa yang gawat, Ra?”
“Itu, mbak. Kopi... Supplier kopi.”
“Ada apa dengan supplier kopi, Ra? Bicara yang jelas. Mereka minta bayaran di muka? Kalau begitu kasih saja.” Namun, Rara menggelengkan kepalanya dengan keras.
“Bukan... Bukan itu, Mbak. Tapi... Tapi, mereka mau membatalkan kerjasama dengan kita!”
“Apa maksud kamu, Ra? Kita masih punya kontrak selama 2 tahun ke depan, mana mungkin mereka mau membatalkan kerjasama.”
Agni tidak percaya dengan perkataan Rara. Pasalnya supplier yang mereka bicarakan, telah bekerjasa
Saat sampai di dalam mobil, tubuh Agni mulai bergetar hebat. Wanita itu kemudian mengeluarkan telepon genggamnya, dan mendial nomer Samudera. Agni ingin mendengar suara dari ‘obat penenangnya'.Setelah menunggu beberapa saat, telepon itu mulai tersambung.“Halo, Agni.” Agni ingin menangis, saat mendengar suara pria itu.“Agni?”“Ha- halo, Sam.”“Agni ada apa? Apakah kamu sakit?” suara pria itu sarat akan kekhawatiran.“Ha? Em... Ekhm, aku tidak apa-apa, Sam. Apa aku mengganggu?”“Tidak sama sekali! Kau sedang apa?” meskipun dari suaranya, Samudera merasa ada yang aneh dengan Agni, tetapi pria itu tetap mengimbangi obrolan Agni.Mereka berbicara tentang berbagai hal. Namun, tidak sekalipun Agni menyinggung tentang apa yang dialaminya tadi. Dia hanya ingin menceritakan hal-hal yang indah pada Samudera, kesakitannya cukup dia simpan sendiri. Saat panggil
Dentuman musik EDM yang memekakkan telinga terus menggema di Klub malam elit di pusat kota. Terlihat, orang-orang dengan jenis kelamin berbeda, serta berasal dari latar belakang berbeda pula, tengah meliukkan tubuhnya di lantai dansa. Berbanding terbalik dengan suasana di lantai dansa yang semakin memanas dengan musik dan keringat, ketegangan justru tengah menyelimuti salah satu ruangan VVIP di klub itu. Aura dingin yang sangat kuat, terpancar dari seorang pria tampan yang tengah duduk di sudut ruangan. Dihadapan pria itu, berdiri seorang wanita cantik yang mengenakan dress ketat berwarna merah, dan seorang pria dengan penampilan parlente. Kedua orang itu terus saja mengucapkan kata maaf sejak tadi. Namun, pria tampan itu tidak menggubris perkataan mereka. “Ma- maafkan saya, Tuan. Saya... Saya benar-benar minta maaf.” Air mata sudah mengalir di pipi wanita itu, tetapi tidak membuat pria tampan itu tergugah. “Aku minta maaf, Sam. Aku sama sekali tidak
Samudera berlari disepanjang koridor Rumah sakit. Raut panik tergambar jelas di wajah pria itu. Sementara dibelakangnya, puluhan Bodyguard ikut berlari bersama dengannya. ‘Atraksi’ dadakan yang mereka tampilkan mengundang perhatian dari para pengunjung Rumah sakit.Jonatan yang sama paniknya dengan sang tuan sampai lupa dengan tugasnya untuk ‘mensterilkan’ keadaan. Akibatnya, kedatangan mereka membuat heboh seisi rumah sakit. Untungnya Reinhart sedikit lebih tenang, sehingga pria itu sedikit demi sedikit bisa mengendalikan situasi.Sepertinya jiwa mereka berdua tengah tertukar.Sebenarnya, Reinhart bisa memaklumi kenapa Jonatan sepanik itu. Jonatan merupakan orang yang paling tau sedalam apa perasaan Samudera pada Agni. Dan bisa dibayangkan, akan sehancur apa Bos Besar mereka itu jika sampai terjadi sesuatu pada Agni.Diluar dari itu, Jonatan juga mengkhawatirkan keselamatan mereka semua. Jika terjadi sesuatu pada Agni, mereka semu
Sherly ikut tenggelam dalam pikirannya. Seperti baru menyadari sesuatu, wanita itu kemudian menoleh ke arah dokter Rini. “Jadi... Maksud dokter teman saya keracunan? Ah, maksudnya di racuni, begitu?”Dokter Rini mengangguk, “benar sekali. Ada kemungkinan makanan yang terakhir kali di makan oleh nyonya Agni, mengandung racun arsenik di dalamnya.”“Tapi...” Sherly menggantungkan ucapannya.....Samudera menoleh pada Jonatan. Paham dengan maksud tuannya, Jonatan mengeluarkan telepon genggamnya kemudian berjalan ke sudut koridor sembari melakukan panggilan telepon.“Bagaimana?” Dengan masih menggendong Aska, Samudera menghampiri Jonatan yang tengah berdiri di sudut lorong.“Sudah di pastikan, racun yang di telan nyonya Agni, berasal dari cokelat yang dimakannya, Tuan.” Samudera kembali tenggelam dalam pikirannya. Pria itu kembali berjalan kearah ruang rawat Agni.“Kapan Ask
Samudera mengetatkan rahangnya. Ucapan pria bernama Tony itu terus terngiang di telinganya. ‘Siang tadi... Kerjasama... Poseidon... Keluarga Aditama...’Samudera mencoba untuk menyatukan puzzle yang ada. Lalu dia tersentak. Kenapa dia begitu bodoh. Harusnya dia sudah bisa menebak ada yang tidak beres, saat Agni meneleponnya siang tadi. Dia terlalu bahagia karena wanitanya mengambil inisiatif untuk menghubunginya. Sehingga mengabaikan kecurigaan tentang tingkah aneh Agni.“Bodoh... Bodoh... Bodoh kamu, Sam.” Sam memukul kepalanya sendiri.Samudera kembali duduk di samping ranjang Agni. Menggenggam tangan wanita itu, kemudian mengecup punggung tangan Agni. “Maafkan saya, Agni. Maaf karena saya kurang peka dengan keadaan kamu. Maaf.”Pria itu terus mengucapkan maaf sembari menempelkan keningnya di punggung tangan Agni. Kemudian memejamkan matanya.....Kira-kira seperti itulah pemandangan yang di saksikan Jon
Setelah teriakan nyaring dari Aska. Beberapa orang masuk kedalam ruang rawat Agni.Terlihat Aska tengah di gendong oleh seorang pria paruh baya yang Agni perkirakan berusia awal 50-an.Dibelakang mereka, Rio, Celline, Sherly, Mbok Inem dan seorang wanita paruh baya yang terlihat elegan dan cantik, turut masuk.Agni ingin bertanya pada Samudera tentang siapa dua tetua ini, tetapi saat dia menoleh ke arah Samudera, pria itu tengah menunjukkan wajah dingin. Sangat dingin. Entah kerena apa.Untuk itulah Agni mengurungkan niatnya dan hanya diam melihat interaksi Aska dan pria paruh baya itu.“Tolong turunkan Aska, Kek. Aska mau meluk Bunda.” Pria paruh baya yang dipanggil Kakek oleh Aska, menuruti permintaan bocah lima tahun, dan mendudukkan anak itu di samping Agni.Sebelum melepaskan Aska, pria paruh baya itu lebih dulu mengusap kepala Aska dengan lembut.Agni mengangkat sebelah alisnya, saat mendengar panggilan Aska. ‘
Setelah pintu tertutup, Sherly sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. Wanita itu langsung mengeluh dengan keras.“Ya ampun, Tha... Lo buat gue sport jantung kemaren. Gue bawa mobil sambil gemetaran,” Sherly meluapkan semua yang ditahannya selama beberapa hari.Agni melepaskan tawa kecil. “Lebay kamu, Sher....”“Lebay gimana, gue serius Tha... Gue takut terjadi apa-apa sama, Lo.”“Memangnya aku kenapa? Bukannya hanya kelelahan dan masuk angin, makanya muntah muntah?” Agni mengertutkan keningnya.Sherly menepuk keningnya. “Masuk angin apanya, Lo keracunan Tha... Keracunan!”Agni semakin mengerutkan keningnya. “Keracunan?”Sherly mengangguk dengan keras. “Iya... Lo keracunan—““Kamu makan cokelat yang sudah kadaluarsa. Karena itu kamu muntah muntah, dan di rawat di sini.” Samudera memotong ucapan Sherly.Dia tidak ing
Beberapa hari berlalu dengan cepat, Agni telah keluar dari Rumah sakit dua hari yang lalu. Dia menjalani perawatan intensif, sampai mengharuskan untuk bed rest. Dan sekarang dia mulai beraktivitas kembali.Jika mengingat percakapannya dengan Samudera beberapa hari tentang rencana pembunuhan yang di lakukan oleh orang-orang suruhan Tasya, Agni merasa sangat geram.Para manusia biadab itu benar-benar tidak punya hati, hingga menargetkan seorang anak kecil.Tangannya terkepal kuat, “Tasya....” Geram Agni.Jika Samudera tidak menahannya, dia mungkin akan mencari wanita itu dan membuat perhitungan dengannya.Tok tok tokSuara ketukan pintu ruangannya, membuat lamunan Agni pecah.“Masuk...”Terlihat Rara melangkah masuk, sambil memegang sebuah map berwarna biru.“Permisi, Mbak...”“Ada apa, Ra?”Rara meletakkan map yang dia pegang ke atas meja Agni. “Saya mau