Share

Bab 13

“Hallo,,!!” Suaranya terdengar berat, mungkin karena masih setengah sadar.

“Apa aku mengganggu tidurmu?” jelas aku mengganggu tidurnya, ini sudah larut, tapi untuk sebuah hubungan asmara, terlebih jalinan hubungan yang sudah berjalan dua tahun lebih, itu bisa ada sedikit pengecualian.

 

“Tidak kok, tumben telfon jam segini, ada apa yank?” Suaranya masih terdengar berat di telingaku. Apa kalian bisa bayangkan sebesar apakah rasa cintanya padaku? Dalam keadaan setengah sadar, dia masih memanggilku dengan panggilan sayangnya. Aku benar – benar beruntung, lebih dari itu dia juga cantik.

“Ada yang ingin ku sampaikan padamu, besok jam 8 malam kita bertemu di tempat biasa.”

“Ia, yank”

“Baiklah, mat bobo, love you!”

"Love you to!"

"Tut tut tut.."

Tadinya aku ingin mengatakannya secara langsung via telfon, tapi urung, lebih baik jika langsung bertemu, aku rasa itu juga jauh lebih baik.

Namanya Qilla, Ambon tulen. Aku mengenalnya melalui salah satu platform sosial media. Awalnya aku hanya iseng ingin mengenal dan barang kali saja kalau beruntung kami bisa menjalin hubungan, tapi seiring berjalannya waktu, kami benar - benar memutuskan untuk menjalin hubungan dengan serius, semaunya terjadi begitu saja dengan cepat.

3 bulan lagi hubungan kami memasuki tahun ketiga. Kedua Orang Tua kami juga sudah mengetahui hubungan ini, aku sering berkunjung kerumahnya, begitu juga dengan dia. Pernah suatu hari dia melakukan hal yang tidak pernah terbayangkan olehku.

Dengan penuh percaya diri, dia memberanikan diri untuk menemani Ibuku berjualan di trotowar, tepatnya Jl A. Y. Patty. Salah satu tempat yang cukup ramai. Dia tidak merasa malu sedikitpun, tidak ada rasa gengsi, minder atau apalah sebutannya.

Aku tidak tahu makhluk apa yang merasuki dirinya sampai berani melakukan hal yang justru akan membuat dirinya terlihat rendah di mata orang - orang yang melihat. Apa dia lupa jika Kehidupan di kota ini serba gengsi, tapi yang aku lihat, itu tidak membuatnya terganggu, sangat jauh berbeda dengan mantan – mantanku sebelumnya, yang hanya ingin pacaran untuk bersenang – senang.

Dia tidak seperti itu, bahkan dia pernah bilang siap hidup susah andai nanti suatu hari nasib buruk menimpahku. Aku tidak tahu apa kalimat itu didasari dengan logika atau hanya karena rasa cintanya yang terlalu besar.

Aku tidak ragu dengan cintanya, tapi melihat umurnya yang masih terlalu mudah untuk membicarakan masalah kehidupan dimasa yang akan datang, aku rasa itu terlalu buru – buru. Aku rasa kehidupan tidak sesederhana kata - kata yang hanya terucap di mulut.

Apa saja bisa terjadi. Tidak ada yang tahu. Statusnya juga masih anak sekolahan ( SMA ). Tahun ini adalah tahun terakhir baginya mengenakan seragam abu – abu.

Keesokan harinya, tepatnya jam 8 malam kami bertemu. Tempat kami bertemu malam ini adalah tempat dimana pertama kali kami bertemu yaitu Lapangan Merdeka. Jika ada hal penting yang ingin dibicarakan, maka Lapangan Merdeka adalah tempatnya. Meskipun disebut Lapangan Merdeka, aku lebih suka menyebutnya Taman.

Pukul 8 malam aku menuju taman, dia sudah berada disana saat aku tiba. Dia tersenyum melihatku. Aku segera menghampirinya.

“Maaf, aku terlambat”

“Tidak apa – apa yank, aku juga baru tiba kok” dia tersenyum padaku.

Ya Tuhan, aku akan merindukan senyum manis ini.

“Kita duduk disitu saja ya” telunjuknya mengarah ke salah satu bangku yang berhadapan langsung dengan air pancuran. Aku tersenyum, tidak keberatan.

Ciang #17

Mohon dukungannya😊🙏

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status