Bab 118. Perusahaan Alina Di Ambang Kehancuran“Kalau bukan Alisya, perempuan siapa maksudmu? Yang jelas kalau memberi laporan!” teriak Deva tak sadar. Dia lupa kalau Joni bukan anak buahnya lagi.“Makanya saya ingin bertemu dengan Bapak. Temui saya café ‘Rumah Kayu’! Posisi saya di sekitar Ring Road sekarang. Kita bertemu di sana!” sahut Joni dari ujung sana.“Wah, mulai berani mengatur aku, kau! Yang hebat kau sekarang, ya!”“Maaf, Pak Deva. Tolong jangan lupa kalau saat ini saya bukan anak buah Anda. Anda tidak lagi menggji saya. Saya sebenarnya tak peduli dengan Anda! Saya melakukan ini murni untuk Bu Alisya. Dia wanita yang sangat baik, tak pantas jika Anda bersikap tidak adil padanya! Itu saja!”“Kalau begitu kau temui Alisya saja! Untuk apa kau ingin bicara denganku!” sergah Deva emosi.“Baik, jadi Anda benr-benar tak mau tahu hal yang sebenarnya? Ok, by! Maaf mengganggu waktu Anda! Selamat pagi!”“Tunggu!” teriak Deva akhirnya keder juga. “Baik, aku temui kau di café itu. Li
Bab 119. Affair Sang BabysitterSonya segera mengemasi peratan kerjanya. Mematikan komputer, menyusun file, lalu meraih ponsel di atas meja. Segera dia menyalakan benda itu lalu menekan sebuah nomor.“Mas Fajar di mana sekarang?” sapanya begitu panggilannya tersambung.“Biasa, Mbak. Di rumah Mbaklah. Kan, melaksanakan tugas. Sebagai supir pribadi yang baik, saya harus siap siaga selama jam kerja, kan? Siapa tahu mama Mbak, butuh tenaga saya untuk keluar?” Fajar menjawab dari seberang sana.“Tapi saat ini mama sepertinya lagi enggak butuh sama Mas Fajar, kan? Mama enggak mungkin keluar-keluar karena dia harus jagain, papa, kan, Mas?”“I-iya, sih. Papa Mbak enggak bisa lagi membuat Bu Mawar keluar.”“Maksudnya? Keluar apa, ini maksudnya, hayo? Jangan-jangan, sejak papa saya sakit, Mas Fajar, nih yang menggantikan tugas Papa membantu mama saya supaya bisa keluar?”“Lho, kan, Mbak Sonya yang menunjuk saya bekerja sebagai supir pribadi Bu mawar. Tugas saya ya, membuat Bu Mawar s
Bab 120. Jerat Cinta Sandiwara Fajar “Bawa saja Adante sekalian, biar enggak ada yang curiga! Di tempat biasa, ya, Sayang!”“Baik, Mas.”“Ok, aku tunggu, love you!”“Makasih, Mas. Love you, too!”Fajar menutup telponnya. Menoleh ke samping, mendapati Sonya yang tengah melotot tajam ke arahnya. “Kenapa? Cemburu, hem?” godanya seraya mengelus pipi wanita itu.“Mas Fajar kok, bisa, ya di depan aku, lho? Berani gitu, ya?” Apa lagi di belakang aku, kan? Parah!” ketus Sonya masih melotot tajam.“Sayang! Kamu mau mendapatkan Adante, kan?” Fajar meletakkan kedua tangannya di kedua bahu Sonya. Kini dia memanggil sang majikan tanpa embel-embel ‘Mbak’ lagi. “Kamu bilang tadi mau cepat-cepat menemui Deva, kan? Mau taklukin Deva? Caranya harus menemukan Adante, begitu, kan?”“Iya, tapi tidak mesti mesra-mesraan di hadapan aku, kan?” sergah Sonya dengan suara bergetar. Cemburu begitu membakar.“Namanya Ayu, dia babysitter Alisya. Sengaja aku mendekati dia. Awalnya untuk memasang mata-mata saja
Bab 121. Deva Balas Menculik AdanteDeva menepikan mobilnya di depan café ‘Rumah Kayu’ tempat yang dijanjikan oleh Joni untuk bertemu. Baru saja kaki kanan melangkah turun, ponselnya tiba-tiba berdering. Dengan kesal dia raih benda itu dari atas dashboard mobil.“Iya, aku sudah di depan café!” teriaknya setelah mengusap layar tanpa meneliti si penelepon.“Mas Deva di depan café? Café mana?” Terdengar jawaban dari ujung sana.“Sonya, kamu?” Deva tercekat, buru-buru hendak mengakhiri panggilan.“Tunggu, Mas! Mas! Ini penting banget, Mas! Ini tentang Adante!”Telunjuk Deva yang hendak menggeser panel merah di layar sontak terhenti. “Kamu bilang apa? Tentang Adante? Kenapa dengan Adante? Tau apa kamu tentang anakku?”“Mas Deva lagi nyari Adante, kan?”“Mama yang bilang? Dasar perempuan! Bukannya nyari solusi malan ngegosip! Aku sedang stress banget, jadi kumohon jangan telpon aku dulu, ok! Kamu urus saja kantor dengan baik!!”“Tunggu, Mas! Justru aku begitu peduli dengan kekalutan
Bab 122. Ancaman Deva Pada AlisyaAyu berlarian ke sana ke mari di taman kota itu sambil memanggil nama Adante. Wajah pucatnya berkeringat. Ketakutan melanda. Adante benar-benar telah hilang. Pengunjung lain mulai membantu ikut mencari.“Makanya kalau jadi babysitter itu kerja yang benar! Tugas kamu menjaga anak orang, kan? Kenapa malah sibuk telponan!” sungut salah satu pengunjung terlihat sangat kesal.“Iya, Mbaknya saya lihat dari tadi sibuk telponan, acuh sama momongan! Kalau itu anak saya yang Mbaknya jaga, sudah saya bejek-bejek Mbaknya! Bagaimana kalau ndak ketemu lagi anaknya, Ya Allah, parahnya babysitter jaman sekarang!” rutuk yang lain.Aku hanya bisa diam, pasrah dengan semua sumpah serapah mereka.Setengah jam berlalu, Adante tak ditemukan juga. Ayu terduduk lemas di atas paving blok taman, pipinya basah air mata. Entah bagaimana cara dia melaporkan hal ini kepada Alisya. Wanita yang selama ini telah begitu baik kepadanya. Majikan yang bisa menerimanya meskipun Deva t
Bab 123. Permintaan Sonya Di dalam GudangAlisya tercekat. Deva sama sekali tak peduli pada kesulitannya. Pria itu bahkan sudah menutup telponnya. Kepada siapa lagi dia akan mengadu sekarang? Tak ada.“Kita sudah sampai, Bu!” Pak Wahid menepikan mobil.“I-iya, Pak! Tolong bantu kelilingi tempat ini. Cari anak saya sampai bertemu!” pinta Alisya membuka pintu mobil lalu melangkah turun. Ayu langsung menyambutnya dengan tangisan. Kembali wanita itu memohon-mohon ampun. Alisya memintanya menceritakan sekali lagi semuanya. Ayu pun mengulang lagi. Namun, tetap tidak jujur tentang Fajar. Setelah membuat laporan di kantor polisi terdekat, Alisya kembali pulang dengan hati yang remuk redam.Tak ada lagi yang bisa dia lakukan selain pasrah, menanti keajaiban datang. Alisya ambruk, namun dia tak mau dilarikan ke rumah sakit. Tubuhnya digotong ke dalam kamar. Dokterpun dipanggilkan. Jarum dan selang infus di pasang. Suasana tegang dan mencekam.***“Terima kasih, Sonya. Aku berhutang
Bab 124. Kekasih Baru Deva“Terima kasih,” ucap Deva lirih saat Sonya melepas pelukannya.“Atas apa?” Sonya menatapnya lekat.“Bantuan kamu, Adante aku temukan, pasokan bahan baku masuk tepat waktu, dan pabrik bisa beroperasi lagi mulai besok, itu semua berkat kerja keras kamu!” tutur Deva balas menatapnya.“Hem, aku juga ngucapin terima kasih.” Sonya menunduk, membasahi bibir dengan lidahnya. Seolah Bibir Deva masih lekat di sana. Keindahan yang sempat dia rengkuh tak jua bisa sirna. “Atas apa?” Deva balik bertanya.“Karena Mas Deva tak menolakku,” sahut Sonya makin menunduk.“Hem. Kita pulang, sekarang, ya!” Deva berjalan keluar gudang, sengaja mengalihkan pembicaraan.“Mas ….” panggil Sonya seraya memeluk punggung pria itu. Deva terpaksa menghentikan langkah. Sonya mengeretakan pelukan. Dadanya menempel erat di punggung kekar Deva.Deva menghela nafas, berusaha menahan gejolak di dalam dada. Dada Sonya yang menempel erat, membuat pikirannya traveling ke mana-mana. Benda ke
Bab 125. Alisya KeguguranIni untuk kesekian kalinya Alisya harus terpisah dengan Adante. Untuk kesekian kalinya dia merasa begitu ketakutan. Takut kalau kali ini dia akan benar-benar kehilangan. Panik, khawatir, takut, dan merasa tak ada tempat mengadu, membuat wanita itu merasa kian menderita. Dia merasa sangat tertekan. Seolah-olah ribuan ton beban sedang menghimpit dadanya.Sesak, sedak, sakit, takut …. Alisya semakin lemas.Jika kemarin yang memisahkan dia dengan putranya adalah Deva, hatinya masih sedikit tenang. Sebab Adante tak akan ke mana-mana. Adante berada di tempat yang aman, di tangang yang peduli dan juga sangat menyayanginya.Tetapi kali ini situasinya berbeda. Adante tak tau di mana, entah berada di tangan siapa. Bagaimana kalau dia disiksa oleh penculiknya? Bagaimana kalau putranya yang tampan itu mengalami pelecehan sexual. Bagaimana kalau Adante di sod*mi?“Tidak! Aku harus menemukan Adante sekarang juga! Aku tidak mau anakku kenapa-napa! Adante …!” teriak Alisy