Vero membaringkan dirinya ke ranjang. Belum beberapa menit, pria itu bangkit kembali. Menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Ia mendesis lalu menatap Stefany yang tengah bermain game cacing-cacingan di ponsel wanita itu.
“Ayang.. Mamas bikin kesalahan nggak sih?!” Hati kecilnya mengatakan ia telah membuat kesalahan, namun Vero tak menyadari bentuk salah itu apa. Keningnya menyerngit dalam, “Mamas kok tiba-tiba nggak tenang masa.” sepanjang perjalanan pulang tadi, Vero terus berpikir. Sayang pentium tiganya tak menemukan apapun. Ia terus bertanya-tanya tanpa mendapat jawaban.
“Kacang mahal!”
“Sebentar sih Ver! Ini kepala cacingnya aku diincer nih!”
Halah! Sama ulerku yang lebih ganas kamu nggak takut, sama permainan aja sampai cuekin suami Stef!! Mengesankan! Para wanita memang sulit untuk dijelaskan perangainya. Keistimewaan yang luar biasa- membingungkan. <
"Mischa udah standby di ruangannya?" Vero menumpukan siku kanannya pada meja bar. Ia saat ini sedang mengawasi coffee shop miliknya. Mengira-ngira besaran pendapatan hari ini melalui uang fiktif yang berada di atas kepala pelangganggannya. Harum bertambahnya pundi-pundi kekayaan semakin dekat tercium hidung Vero."Lima belas menit lalu izin, Pak."Selepas makan siang tadi ia belum melihat tampang menyebalkan Mischa. Kafe sedang ramai-ramainya, tapi pegawainya itu malah kabur entah kemana. Vero merasa rugi telah menggaji Mischa dua digit di depan enam angka nol, jadinya."Nitip pesen nggak?!" tanya Vero menyelidik."Jemput sekolah Adek Bos, katanya Pak."Tangan Vero tergelincir. Tubuh bagian sampingnya terbentur meja. "Saya Bos kamu!" ucapnya setelah membenarkan posisi.Shaker ditangan pegawainya terhenti, "iya maksudnya, Bapak." koreksi barista yang tengah meracik kopi orderan pe
Vero membaringkan tubuhnya. Dua tangannya menggenggam ponsel dalam posisi vertikal, sedangkan ibu jarinya aktif menekan-nekan kursor. Sudah pukul tiga dini hari dan matanya tak kunjung menunjukan tanda-tanda ingin tidur. Tidak adanya Stefany di samping laki-laki itu sepertinya mengganggu jam tidurnya. Sebuah kebiasaan yang mulai tercipta setelah beberapa bulan mereka menikah.Menikah memang mengubah banyak hal. Tidak hanya merubah sesuatu yang tak sejalan dengan pasangan, sifat-sifat dan kebiasaan baru juga ikut muncul seiring berjalannya waktu. Contohnya saja mengenai tidur yang harus bersamaan dalam satu ranjang yang sama pula.‘Bini lo nggak ada ngetok?’ Diseberang sana Justine yang tengah menemani istrinya jaga malam mengurus Princess ikut menanti kemungkinan tipis itu terjadi. Sudah dua jam mereka menghabiskan waktu untuk bermain games. Beruntung Clara memaklumi acara para bapak-bapak senggang seperti mereka. Wanita itu kooperatif, meski se
Tidak semua manusia mengerti jika hanya melalui sebuah kalimat bahkan kata, walau satu kecap saja, dapat membuat jiwa seseorang terluka begitu dalam. Lebih buruknya, borok itu membekaskan trauma berkepanjangan bagi si penderita. Sayangnya, orang lain kerap kali ingin dipahami, tanpa mau sebaliknya.Sekelumit hubungan timbal balik yang cacat itu nyatanya sering terjadi pada anak dan orang tuanya. Bagi sebagian orang, khususnya mereka yang berpikir telah melakukan segalanya untuk sang buah hati, acap kali menuntut adanya kesadaran agar anak-anak menjadi roket yang meluncur naik ke angkasa. Menjadi lebih tinggi sesuai harapan, namun lupa jika mereka ternyata masih sebongkah daging yang memiliki rasa. Sistem didik yang keras bertolak ukurkan kesuksesan, entah disadari atau tidak pada akhirnya menghilangkan kasih dan empati yang seharusnya tetap ada.'Kamu bukan investasi berjangka, Bang. Karena meski dilahirkan tanpa sukacita akibat ulah terkutuk Daddy, tapi be
Surga dunia. Belanja tak hanya menjadi hiburan bagi para makhluk yang setiap bulannya mendapatkan palang merah jika sedang tak berbuah. Nyatanya kegiatan menguras tenaga dan dompet itu juga disenangi oleh saingan gendernya- dua pria muda yang dalam satu jam saja berhasil memborong dua puluh kantong belanjaan tiap kepala.“Gesper gue yang buat kerja gitu belom ada Tin..”“Gue kirim aja.. Ada gue nggak kepake. Si Cla suka beliin tapi yang gue pake itu-itu aja.”Sebenarnya Vero juga demikian. Di tempat penyimpanan bajunya masih banyak pakaian yang belum ia sentuh. Mau bagaimana lagi, sudah menjadi sebuah tradisi dimana ketika seseorang memiliki hajat atau acara- semua yang dikenakan haruslah baru. Tak ada filosofi khusus memang karena semua dilakukan dengan harapan kehidupan akan jauh lebih baik dari sebelumnya.Baju baru, kehidupan baru..“Mobil gue nggak cukup kalau lo laper mata lagi Ver..” Justine mengedikkan dagu, mengarahkan pahatan runcingnya itu pada orang-orang dibelakang Vero.
Vero pulang menumpang mobil Mischa. Hal ini disebabkan karena Vano menangis, menanyakan papanya yang tak kunjung pulang. Memiliki anak ternyata semerepotkan itu. Vero tidak hilang ingatan masa kecilnya. Daddynya dulu juga kerap membawanya kemana-mana. Dibanding dekat dengan sang Mommy, ia justru tak ingin lepas dari laki-laki yang ia baru temui ketika usia tiga tahun.Waktu mendebarkan yang seumur hidupnya tak akan pernah Vero lupakan. Supermarket itu kini menjadi salah satu aset keluarganya. Daddy-nya ingin terus menyimpan sejarah dimana ia dipertemukan dengan wanita dan anak yang ia sia-siakan. Sebuah penebusan dosa yang indah, karena sampai detik ini Raynald Husodo tak sedikitpun melonggarkan usaha untuk membahagiakan mereka.Di dalam mobil milik istrinya yang telah dihibahkan, Vero berjanji pada dirinya sendiri. Kelak ia akan melakukan semua yang Daddynya lakukan untuknya. Anak-anaknya akan menjadi manusia paling beruntung karena telah dilahirkan ke dunia. Sama sepertinya yang tak
"Bini gue Tin! Ampun!" "Minta cerai?" Vero menggumpal kotak donat yang dirinya bawa, melemparkannya tepat mengenai wajah Justine. Sembarangan! Kalau Vero analisa, manusia seperti Justine ini ibarat netizen yang selalu menarik asumsi sebelum sebuah tayangan selesai ditayangkan. Asal ada bahan menarik, kelengkapan informasi tak lagi menjadi hal penting.'Siapa yang mau cerai Just?!' Vero membelalakan mata. Bucin membuat Clara menelan mentah-mentah ucapan suaminya. "Vero, Yang.." "Ngibul, Cla! Suami lo kurang jatah makanya taik banget congornya!" diseberang sana Clara misuh-misuh. Vero tak terlalu ingin menanggapi. Ia berkunjung di sela-sela aktivitas kerjanya hanya untuk membagi perasaannya. Berkonsultasi menangani ke-insecure-an wanita hamil. “Dia dateng-dateng mukanya asem banget, Yang. Pasien kamu nih kayaknya. Aku mau sambil nerusin kerjaan bentar. Kamu temenin dia ya..”‘Nggak mau! Paling receh masalahnya!’Mendengus, Vero segera menjawab penolakan manusia yang suaranya kelua
Langkah kaki Vero melambat. Penampilannya yang acak-acakan semakin kusut saat mendengar suara tawa menyeruak, memasuki gendang telinganya. Melewati ruang tamu, tawa tersebut justru semakin keras terdengar hingga kurcaci-kurcaci yang mendiami palung terdalam hati Vero berbaris rapi untuk upacara pengibaran bendera kecemburuan.Sepanjang dunia persilatannya dengan Justine, baru ini hatinya sesak melihat Justine menghibur seorang wanita. Sialnya wanita itu adalah istrinya dan laki-laki itu kini telah berhasil membuat Vero insecure untuk pertama kalinya.‘Apa yang lucu sih Mi, sampai kamu segitunya ketawa?’ Buku-buku jari Vero memutih menahan kepingan hati terakhirnya supaya tak ikut hancur. Tawa Stefany tak pernah selepas ini ketika bersamanya. Wanita itu juga tak pernah sampai menghapus air di sudut mata karena cerita dan tingkahnya. Lantas, mengapa bersama Justine respon wanitanya berbeda? Seperti bukan Stefany yang ia kenal. Mereka bahkan dulunya musuh bebuyutan. Anak-anak kalangan bo
"Abang tuh rajin banget sih masuk rumah sakit?!" Vallery menghentak kakinya. Ia panik sampai berlari seperti orang gila ketika mendapat telepon dari Mommy-nya, mengira jika kakak laki-lakinya kritis. "Kamu kok masih pake itu Dek?!" "Apa?" sentak Vallery galak. Ia meneruskan pandangannya pada apa yang Mellia lihat. Gadis itu berdecak. "Ya gara-gara Mommy!" melepaskan pengait apron khusus pegawai cafe-nya, bibir Valery tetap terus melanjutkan unek-unek dalam hatinya. "Makanya Mommy jangan telepon sambil nangis-nangis. Ngiranya Abang beneran parah, pake segala bilang Abang sesak napas.." tapi yang ia lihat pria itu biasa saja. Menempel erat pada kakak iparnya alih-alih terkapar tak berdaya layaknya penderita asma yang kambuh. "Ya emang!" Mellia mencubit pinggang putrinya. Ia kesal karena putrinya berkata seolah ia seorang pembohong. "Bukan kamu aja yang kesetanan, Valley! Mommy sama Daddy sampai nabrak orang." Anak kesayangan mereka berada diambang hidup dan mati, tak mungkin suaminya