Rintik hujan mengalir dengan sangat deras membanjiri aspal jalanan menghempaskan debu-debu tebal yang sedari tadi beterbangan terhirup oleh hidung-hidung para manusia yang sedang berjalan di sekitar lokasi tersebut. Rintik hujan yang jatuh mewarnai jalan raya itu menciptakan sebuah bau menyengat menusuk ke dalam hidung.
Rintik hujan yang mengalir dengan sangat deras itu nyatanya mewakili setiap insan yang sedang diterpa berbagai macam ujian yang menyakitkan. Dimas salah satunya. Laki-laki itu baru saja merasakan sebuah kebahagiaan karena bisa bersatu dengan cinta masa kecilnya, dengan cinta pertamanya, dengan cinta abadinya. Namun nyatanya ketulusan cinta mereka terus saja selalu di uji.
Sebenarnya bagi laki-laki ini sendiri, sebesar apapun ujian yang datang, dia pasti akan kuat menghadapi semuanya asalkan sosok sang
Assalamualaikum semua. Sari mau ngucapin terima kasih nih kepada semua reader yang sudah berkenan membaca KCR. Semoga Sari bisa selalu menyajikan cerita yang menarik di setiap episodenya. Oh iya, Sari ada rekomendasi buku bagus nih untuk yang suka dengan cerita aksi. Judulnya JALAN PENDEKAR karya author Bangaw. Silahkan mampir juga ya! Terima kasih.
Satu minggu sudah Rania tak bertemu dengan sang suami Dimas. Satu minggu sudah setelah kedatangan sang suami yang merupakan pertemuan terakhir mereka hingga sampai saat ini wanita itu tak pernah mendengar kabar dari sang suami lagi.Sebenarnya ingin sekali dia menghubungi sang suami dengan sebuah ponsel yang sudah diberikan oleh Dimas saat awal mereka sampai di rumah laki-laki itu. Akan tetapi hatinya sangat ragu. Dia takut jika keadaan di sana sudah tidak seperti dulu lagi. Rania sadar kalau dia sudah berusaha untuk membebaskan sang suami. Dan kini di dalam pikirannya jika sang suami pasti sudah menerima pertunangan dengan wanita yang akan dijodohkan oleh Ayah Deni itu.Sejujurnya Rania baru tahu jika selama ini hubungannya dengan Dimas sangat ditentang oleh sang ayah laki-laki itu. Bahkan bukan hubungan hari ini saja me
Pagi harinya Pingkan pun sudah mengambil keputusan akan mulai bertindak. Sekarang dia tidak peduli dengan kata-kata sang ayah lagi. Bahkan sekarang dia tidak peduli dengan sang ibu yang hanya diam saja, tak mau melakukan sesuatu. Sang ibu sudah terlena dengan semua harta dan kemewahan yang diberikan oleh suaminya sehingga wanita itu pun tidak peduli dengan apa yang terjadi kepada kedua anaknya.Pingkan sangat takut kehilangan Dimas. Dia tidak mau kehilangan sosok kakak yang begitu dia sayangi itu. Selama ini Dimas yang selalu ada untuknya. Menjaganya, melindunginya, memanjakannya. Dimas adalah seorang kakak terbaik yang ada di dunia ini, menurut Pingkan.Semalam dokter mengatakan kalau pasien tak memiliki semangat untuk hidup. Oleh karena itu, kondisinya terus saja drop. Seberapa maksimalnya pun para dokter berusaha untuk
"Kak, aku mohon. Selamatkan Kak Dimas. Aku mohon," pinta Pingkan. Bahkan kini dia menurunkan tubuhnya ke lantai. Berlutut di hadapan sang kakak ipar."Aku… aku… " Rania masih tampak bingung.Melihat kebingungan dari sang anak, Ibu Tyas pun mendekatinya dan menggenggam erat kedua tangannya. Wanita paruh baya itu mencoba menyalurkan rasa semangat ke dalam hati anak perempuannya itu."Nak, ikuti kata hatimu, bukan pikiranmu. Jika kamu terlalu banyak berpikir maka kamu akan kembali dikalahkah oleh waktu. Jangan sampai langkah yang kamu ambil itu menjadi terlambat, Nak!" ucap Ibu Tyas.Rania pun teringat dengan masa lalunya. Ketika dirinya berhasil dikalahkan oleh sang waktu akhirnya dirin
"Kak, maafkan aku Kak. Maafkan aku. Aku terlalu bodoh untuk bisa mengerti perasaanmu kepadaku. Aku terlalu bodoh karena mengikuti ego dan juga hawa nafsuku. Aku benar-benar menyesal kak. Aku benar-benar menyesal. Ayo bangunlah Kak. Raniamu ini berjanji jika kamu bangun dan sembuh, kita akan memulai hubungan rumah tangga kita dari awal lagi. Bersama Rizky juga. Dengarkan aku Kak, Rizky sudah ada di rumah sedang menunggu papahnya pulang. Apa kamu tidak merindukan Rizkymu, Kak? Bangun kak. Aku mohon bangun," Rania terus saja berbicara. Dia tidak tahu apa yang dilakukannya ini bisa membantu sang suami agar cepat sadar atau tidak, yang jelas Rania sangat berharap kalau semua yang dikatakan olehnya masih bisa didengar oleh sang suami.Rania mendudukkan badannya di atas ranjang rumah sakit tepat di samping sang suami. Dan memeluk sang suami dengan sangat erat. Kepalanya terbaring tepat di atas
Cinta. Sebenarnya apakah itu cinta? Cinta adalah sebuah anugerah terindah dari Yang Maha Kuasa. Sejak kita lahir ke alam dunia ini, kita sudah dipenuhi dengan cinta. Cinta dari orangtua, cinta dari keluarga. Beranjak remaja, kita juga mendapatkan cinta dari teman dan dari sahabat. Masuk ke ranah dewasa, cinta yang datang semakin indah saja terasa. Apalagi cinta yang dirasakan untuk pasangan kita yang sudah ditakdirkan oleh Allah menjadi pendamping kita di sisa usia kita di alam dunia ini. Akan tetapi terkadang demi untuk mendapatkan sebuah cinta sejati, kita selalu diberikan sebuah ujian sebagai pertanda apakah kita memang layak atau tidak untuk mendapatkan cinta yang sangat indah tersebut. Akan tetapi terkadang juga cinta itu datang tanpa di duga dan tumbuh begitu saja di dalam hati tanpa kita sadari.Inilah cinta yang dirasakan oleh Rania. Cinta sejati untuk sang suami yang tidak pernah dia sadari kehadirannya di dalam hatinya sendiri. Sebuah cinta sejati yang tak pernah di
Suara burung-burung kecil bernyanyi bersahutan sambil terbang dari satu dahan pohon ke arah dahan pohon yang lain terdengar sangat jelas. Sinar cahaya matahari pagi yang masih sangat terasa hangat bagi tubuh yang berjemur di bawahnya, kini mulai masuk menusuk melalui celah-celah jendela kamar rumah sakit dan memberikan efek udara yang agak sedikit panas kepada para penghuni di dalamnya. Udara sejuk sang pagi hari juga saling beradu dan saling berlomba untuk menyentuh pori-pori para insan yang masih tertidur dengan sangat lelapnya. Agar para manusia malas itu bisa merasakan dingin dan pada akhirnya mau membuka matanya karena hari sudah siang.Beberapa orang yang sedang berada di rumah sakit sudah mulai beraktifitas seperti biasa. Para pasien sudah mulai terbangun sedangkan para saudara yang bertugas menunggu ada yang sudah berjalan-jalan ke luar rumah sakit hanya untuk mencari sarapan pagi untuk mengisi perut mereka yang sudah mulai keroncongan.Berbeda dengan kes
Sebuah kotak besi meluncur dari lantai paling atas rumah sakit menuju ke lantai bawah atau lantai utama rumah sakit mengantarkan tiga manusia yang sedang dipenuhi dengan rasa bahagia di hati mereka masing-masing. Berdiri di bagian depan sepasang suami istri, Rania dan juga Dimas. Dengan tangan Dimas yang masih bergelayut manja melingkar di bahu sang istri. Begitu juga Rania yang terus berusaha berdiri dengan tegak dan tangan yang melingkar di pinggang sang suami berusaha agar dirinya bisa menjadi penopang bagi laki-laki itu. Sedangkan di posisi belakang, bak patung yang diabaikan, Pingkan hanya berdiri sendiri menatap kemesraan kedua kakaknya itu dengan tangan yang memeluk tas sang kakak. Mengeluh? Tidak! Justru Pingkan sangat senang jika melihat sang kakak bahagia. Dia akan selalu melakukan apapun demi untuk kebahagiaan sang kakak. Bahkan gadis ini siap untuk berdiri paling depan untuk melawan siapa saja yang menginginkan penderitaan bagi sang kakak.“Kakak benar-benar
Tangan Dimas mengepal dengan sangat kuat. Laki-laki ini benar-benar sangat emosi saat mendengar sang ayah berkata menghina sang istri tercinta. Dimas tahu kalau yang mengatakan hal itu adalah ayah kandungnya sendiri akan tetapi dia juga tahu jika seseorang yang sedang laki-laki tua itu hina adalah istrinya sendiri. Dimas tidak bisa menerima hal itu. Sampai kapanpun dia tidak akan pernah suka mendengar siapapun juga menghina istri yang selalu dia cintai itu, walaupun itu adalah sang ayah kandungnya sendiri yang bicara.“Sudah cukup Ayah. Jangan berkata apa-apa lagi. Apalagi menghina istriku yang sangat aku cintai. Jangan sampai aku sebagai anak sulungmu lepas kendali dan membunuhmu saat ini juga jika ayah berani menghina Rania lagi. Sekarang katakan apa maumu ayah?” ucap Dimas pelan dan menggeram. Namun dengan tatapan yang menunduk. Kedua matanya sudah merah karena menahan amarah yang begitu bergejolak di dalam hatinya. Ayah Deni pun tersenyum.“Mudah