Malam kedua bagi pasangan yang sedang dilanda kasmaran di pulau 'Kaledupa. Kembali merajut kasih, tanpa melewatkan setiap momen. Setelah seharian berkeliling di pantai. Kini terlihat berduaan di atas sofa panjang menonton film.
"Honey, lusa aku akan kembali bekerja. Aku tidak bisa meninggalkan perusahan berlama-lama, sebab Papa sama Mama pasti sudah tahu hari ini aku tidak pergi ke kantor," Ujar Zain.
Gadis yang terbaring di pelukan Zain, menatap wajah sang kekasih, "Iya Sayang. Perusahaan kamu jauh lebih penting. Aku juga tidak ingin beliau sampai marah terhadapmu."
"Terima kasih, Honey. Dalam satu Minggu ke depan, aku bakalan sibuk sekali. Jadi aku baru bisa menemuimu akhir pekan," tukas Zain sembari mengusap rambut Kinanti.
"Honey, besok bisa kah aku menemui orang tua kamu?" Tanya Zain dengan sorot memohon.
Gadis yang tengah memeluknya terdiam sejenak, dan kini saling bertatap, "Baik, besok aku akan mengantar kamu pulang. Apa ka
Sebuah mobil sport warna biru milik Zain Abraham, tengah berhenti di sekitar dermaga. Di dalamnya duduklah seorang pria tampan tangan kanan Zain Abraham yang tak lain adalah Alex.Setelah kapal berhenti dan menepi, Alex bergegas menghampiri sang majikan. Sementara dari dalam kapal, tampak Zain sedang menuntun Kinanti turun dari awal kapal."Selamat siang, Tuan, Nona. Selamat kembali," sapa pria tangan kanan Zain tersebut mengukir senyum menyapa pasangan sejoli yang baru saja turun dari awak kapal."Selamat siang, Lex," Jawab Zain singkat. Sementara gadis yang sedang berjalan di samping Zain pun mengulas senyum membalas sapaan Alex, "Selamat siang juga Tuan Alex."Ketiganya berjalan beriringan menuju mobil yang telah terparkir dipinggir dermaga."Ada berita apa hari ini?" Tanya Zain membenahi kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya, sebelum memasuki mobil."Maaf jika saya telat menyampaikan berita ini Tuan. Saya hanya bermaksud tid
"Assalamualaikum, Bapak, Ibu!" Teriak Kinanti.Bu Asri yang tengah menjemur padi hasil panennya, kaget mendengar suara seseorang yang mengucap salam. Suara itu tak asing lagi di telinganya. Dan wanita paruh baya ini pun bergegas menghampiri."Waalaikumussalam, wah...., Kinanti! Pak.... anak gadis kita sudah pulang Pak," teriak Bu Asri terkejut bahagia."Ibu....!" Kinanti seketika menghambur memeluk tubuh wanita yang sangat dirindukannya selama dua bulan terakhir ini. Dan keduanya berpelukan melepas kerinduan."Kinanti.... Nak...., panggil pak Firman lirih dengan suara gemetar dari dalam kamar.Mendengar suara sang bapak, gadis itu pun berlari dan melepas pelukannya dari sang ibu."Bapak...." Teriak Kinanti sedih, saat melihat pria paruh baya tengah terbaring di atas kasur dengan tubuh lemahnya."Huuuuu...., Bapak. Maaf kan Kinanti Pak," Kinanti memeluk tubuh lemah pak Firman dan keduanya tenggelam dalam Isak tangis kesedihan.S
Waktu terus bergulir, setelah adegan haru biru terjadi. Kinanti menyodorkan sebuah amplop warna coklat kepada sang ibu."Bu, ini adalah uang untuk Irfan mendaftar kuliah. Sisanya bisa Ibu pakai untuk keperluan sehari-hari nanti. Kinanti harus kembali untuk bekerja. Jika ada waktu senggang lagi, nanti kami pulang," ujar Kinanti yang tengah duduk di samping Bu Asri."Tapi Nak. Ini uang hasil jerih payah kamu, bagaimana bisa Ibu memakainya.""Ibu terima saja. Kalian lebih membutuhkan biaya di sini," mohon Kinanti.Setelah beberapa detik saling memaksa dan menolak, akhirnya Bu Asri setuju dan menerima uang pemberian anak gadisnya. Meski sebenarnya Zain Abraham bisa saja memberi mereka uang yang lebih, Namun hal itu tidak dilakukan Zain, semata demi menghargai wanita yang dicintainya."Kinanti balik ya, Bu. Ibu dan Bapak jangan terlalu banyak berpikir lagi masalah uang. Setiap bulan nanti akan Aku transfer ke rekening Irfan," tandas Kinanti.
Setelah dua malam tidak pulang, maka malam itu sepulang dari Perusahaan, Zain kembali pulang ke rumah. Walau sebenarnya dirinya enggan untuk pulang."Malam, Pa, Ma." Sapa Zain saat baru masuk ke dalam rumah, di mana kedua orang tuanya tengah duduk di teras. Entah sebuah kesengajaan atau bukan."Malam, dari mana saja kamu? Masih ingat kamu jalan pulang?" Cibir Retno yang tengah bersendekap, membuang muka."Mama, anaknya pulang bukannya disambut. Malah dijutekin begitu," protes Yazid.Zain diam tak menjawab, hanya mencium punggung tangan kedua orang tua nya bergantian, beranjak masuk ke kamar."Zain....!" Teriak Retno saat sang putra berlalu masuk menuju kamarnya.Retno bergegas mengikuti langkah Zain, dan terus mengoceh di belakang sang putra."Berhenti Zain! Mama ingin bicara."Langkah kaki Zain yang sudah sampai di depan pintu kamar terhenti, berdiri tanpa menghadap sang ibunda."Mama tahu kamu pasti sedang bersam
"Silahkan Tuan bicara, saya akan dengarkan!" Ujar gadis yang kini duduk di samping Mikal."Kenalkan, namaku Amikal Soedibyo, putra tunggal 'Soedibyo Grup." Pria di hadapan Kinanti itu mengulurkan tangan dengan congkaknya."Kinanti," jawab pelayan itu singkat. Membalas uluran tangan Mikal."Pantas saja CEO sombong itu tergila-gila padamu," celetuk Mikal menyindir, dengan senyuman sinis."Itu bukan urusan Tuan, sebaiknya cepat Tuan katakan! Atau biarkan saya kembali bekerja," ujar gadis yang tengah mendudukkan tubuhnya di samping Mikal dengan ketus."Aku mau kamu menjadi pacarku, lepaskan CEO songong itu, apa pun yang kamu minta pasti aku berikan," Pria yang tengah menikmati asap rokok itu terus berusaha menggoyahkan hati Kinanti."Maaf , Tuan. Masalahnya bukan pada materi, akan tetapi ini," ucap Kinanti tangannya memegangi dada."Ha ha ha ha..." Kekeh Mikal."Kamu pikir CEO sombong itu akan menikahi mu, gadis b
Pagi yang cerah dan semangat membara, Zain bersiap untuk melakukan kunjungan kerja ke beberapa anak cabang perusahaan di luar kota. Berharap satu Minggu ke depan adalah hari yang menyenangkan dan berjalan dengan lancar, agar bisa segera bertemu kembali dengan sang pujaan hati.Di tempat yang berbeda Alex yang kini resmi menjadi asisten Zain Abraham, juga mulai bersiap datang ke perusahaan untuk mengawasi jalannya kinerja para staf, tanpa kehadiran CEO selama satu pekan. Seluruh karyawan dan staf tampak menundukkan kepala saat orang kepercayaan sang CEO tiba di perusahaan dengan jas hitam dan tubuh tegapnya yang setara Zain Abraham berjalan menyurvei ke beberapa divisi."Selamat pagi, Tuan Alex," sapa setiap staf yang meja kerjanya didatangi Alex untuk melihat laporan kerja setiap divisi."Pagi juga," Jawabnya singkat.Meski jarang tersenyum dan jarang keluar kata dari bibirnya, ketampanan Alex boleh dibilang di atas dari para pekerja 'MAHARDIKA COMPANY. K
Dua hari berselang, setelah pertemuannya dengan sang Chairman. Akhirnya Salim berhasil menemukan alamat Kinanti bekerja. Dan malam itu pun ia langsung mendatangi Klub malam tersebut, untuk menyelidiki apakah gadis yang dicintai putra Chairman Yazid adalah wanita genit yang suka menggoda pria kaya atau sebaliknya."Selamat malam, Tuan. Mau pesan apa?" Tanya seorang gadis cantik yang berpenampilan sederhana dan bersahaja. Saat pria berusia empat puluh tahun itu baru saja mendudukkan bokongnya di kursi meja tengah.Salim menatap gadis yang sedang berdiri di depan nya saat itu. Dari sekian pekerja yang ada, hanya gadis ini lah yang terlihat paling sopan dan sederhana. "Apakah dia gadis itu?" batin Salim terus mengamati gadis tersebut dari ujung rambut hingga ujung kaki tanpa berkedip."Ah, mana mungkin Tuan muda Zain, menyukai gadis sederhana seperti dia," batin Salim secara tidak sengaja mencibirnya."Tuan, mau pesan apa?" Tanyanya membuyarkan la
Keesokan harinya, Salim menghubungi Chairman Yazid. Perihal penyelidikannya tentang Kinanti. Dan pagi itu Yazid secara langsung mengundang Salim untuk datang ke kediamannya. Hal yang sama juga, sepertinya dilakukan oleh Mikal, keponakan Retno.Mobil kedua pria yang secara tidak sengaja datang bersamaan, tengah memasuki halaman Mansion. Berjalan beriringan. Salim dan Mikal, sama-sama keluar dari dalam mobil. Mikal menatap sinis pria yang tengah berjalan di sampingnya. Sementara di balik kacamata hitam nya, Salim menatap wajah Mikal, yang seolah tidak asing baginya. Bodyguard bayaran Chairman Yazid itu pun mengerutkan dahi. Berusaha mengingat di mana ia pernah bertemu. Seketika ingatannya tertuju pada obrolan semalam di Klub."Bukan kah itu pria semalam yang sedang berbicara dengan Bartender, sedang apa dia di sini" batin Salim.Yazid dan Retno kebetulan tengah duduk berdua di teras depan, sang Chairman yang terkenal dingin dan sangat