Varsha tertegun menatap sosok yang tengah membebaskannya itu. Bukankah sosok itu adalah...?
"Kau?" Varsha tertegun.Sosok yang mirip dirinya itu tersenyum, menatap Varsha sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.Ia adalah Fabian! Lelaki yang diselamatkannya tempo hari."Sudah kubilang, hubungi aku jika terjadi sesuatu." Fabian menyunggingkan senyum sambil menatap sinis ke arah para Polisi.Varsha mencoba mengingat. Ia mungkin telah melupakan apa yang dikatakan Fabian padanya malam itu.Sebuah kartu nama memang masih disimpan Varsha. Fabian meminta Varsha menghubunginya setelah peristiwa itu, namun Varsha belum sempat melakukannya karena telanjur mengalami peristiwa ini.Siapa sangka, kini lelaki itu telah membebaskannya dari penjara! Tentu ia punya kuasa sehingga semudah itu baginya membebaskan Varsha.Siapa sebenarnya Fabian?"Ikuti aku," titah Fabian.Para Polisi membungkukkan badan ketika lelaki itu berbalik meninggalkan ruangan, Varsha hanya bisa mengekori Fabian dengan perasaan yang campur aduk."Kau, tidak pakai sepatu?" Fabian menatap Varsha dari atas hingga bawah.Varsha hanya menggunakan sandal capit, kaus dan celana pendek. Wajahnya lebam, dan rambutnya bau air kencing."Astaga, kelihatannya sangat buruk. Kau harus ikut denganku!" titah Fabian sambil berdecak lidah.Fabian menyalakan alarm mobilnya yang sangat mewah. Varsha tidak tahu pasti mobil jenis apa itu. Seumur hidup, Varsha belum pernah melihat mobil mewah apalagi menaikinya! Impressive!"Mau kemana?" Varsha sedikit minder ketika Fabian membukakan pintu mobil."Ikut saja, aku tidak akan membuatmu dalam bahaya...," tutur Fabian meyakinkan.Ada banyak keanehan dalam hidup Varsha jika diingat-ingat. Beberapa waktu ke belakang, ada seorang wanita berusia senja yang sangat cantik menemuinya. Mereka mengatakan, bahwa Nyonya itu adalah pemilik Mall dimana Varsha bekerja. Bahkan wanita itu mengantarkannya bekerja!Lalu, Fabian ini siapa? Kenapa ia bertemu dengan orang-orang aneh belakangan ini? Apakah Fabian tokoh politik? Atau seorang pengusaha elite? Varsha menduga-duga."Kau, sudah makan?" Fabian menyetir sambil melirik Varsha baik-baik.Varsha sangsi menyebutkan bahwa ia belum makan. Namun perutnya bergejolak, meminta asupan nutrisi."Ah, tentu saja. Mereka membekukmu pada pagi hari bukan? Ini sudah sangat siang untuk makan siang sekalipun." Fabian menjawab kegamangan di raut wajah Varsha.Varsha hanya terdiam, ia tidak mampu mengatakan apapun karena ia bingung harus berkata apa. Namun satu sisi lain, Varsha melihat Fabian adalah sosok lelaki yang sangat beruntung! Bagaimana tidak? Di usia yang sepertinya sama, Fabian memiliki fasilitas yang sangat mewah. Sementara dirinya? Varsha hanya mendesah pelan. Bukankah, ini perasaan iri?"Aku datang ke lingkungan rumahmu, namun mereka mengatakan bahwa kau dibekuk Polisi. Ternyata, tidak serumit itu membebaskanmu...," ujar Fabian lagi.Varsha melihat lekat-lekat Fabian."Kenapa, kau membebaskanku?" tanya Varsha dengan nada sedikit bergetar.Fabian tertawa kecil."Kau sudah menyelamatkanku malam itu. Kita impas bukan?"Ah, balas budi rupanya! Jika mendengar pernyataan seperti itu, Varsha sedikit lega."Terimakasih, akan sangat sulit bagiku balas budi...," tutur Varsha sambil berusaha sesopan mungkin.Fabian melirik kemudian tersenyum."Pembebasanmu itu, bersyarat."Varsha mengkerutkan keningnya."Apa?"Fabian menganggukkan kepalanya. Jemarinya merutuk diatas stir mobil."Aku membebaskanmu, tidak gratis Varsha. Ada syarat yang akan kuajukan padamu."Oh sial. Varsha mulai mencurigai sesuatu, apakah lelaki disampingnya ini mempunyai sebuah rencana gila padanya?Mereka tak saling bicara hingga akhirnya mobil Fabian berhenti di kawasan hotel elite "Golden King" milik Triasono Group. Varsha sebenarnya was-was, terlebih lingkungan tempat kerja Varsha banyak sekali "ketidak normalan". Ia takut, Fabian tidak normal."Kenapa membawaku ke hotel?!" tanya Varsha curiga.Fabian terkekeh. Ia seolah mengerti kekhawatiran di wajah Varsha."Aku tidak akan melakukan hal buruk padamu. Kau 'kan harus mandi makannya kuajak ke Hotel! Barulah setelah itu, aku akan berbicara mengenai syarat yang harus kau lakukan untuk hutang budi...."Varsha menggigit bibirnya. Astaga, apakah kini ia telah dipermainkan oleh seorang pria muda kaya? Apakah ia akan diperintahkan melakukan hal buruk?Fabian meraih jaket di belakang kursinya, kemudian mengambil sebuah kacamata dan masker dari kantung. Diserahkan lah benda-benda itu pada Varsha."Pakai ini. Tidak ada yang boleh tahu bahwa wajah kita mirip!" titah Fabian.Kacamata Polarized yang super mahal, jaket merk branded, dan juga masker yang juga memiliki brand tersebut membuat Varsha merasa ketakutan. Benarkah ia harus memakai benda-benda semahal itu?"Cepatlah, sebelum ada yang sadar!" titah Fabian lagi.Varsha mau tidak mau memakai benda-benda itu. Fabian memakaikan sebuah topi dan langsung mengajak Varsha turun dari mobilnya.Bagaikan langit dan bumi. Penampilan Fabian yang perlente itu telah membanting Varsha yang hanya menggunakan sandal dan celana pendek. Namun semua petugas hotel itu membungkukkan badan, tidak ada yang berani menatap langsung pada Fabian ketika lelaki itu berjalan. Sepertinya, tidak ada yang memperhatikan Varsha juga."Ikuti aku," titah Fabian lagi.Varsha mengikuti Fabian ke kamar VVIP. Dimana hanya kalangan atas yang bisa menginap di kamar itu. Kakinya gemetar hebat, belum pernah ia menyambangi tempat semewah dan semahal itu! "Masuklah, ini tempatku istirahat. Aku juga punya beberapa baju ganti yang bisa kau pakai."Varsha awalnya ragu. Namun melihat sorot mata Fabian yang sungguh-sungguh itu, membuatnya percaya bahwa Fabian bukan orang yang berbahaya.Dengan ragu-ragu Varsha masuk ke dalam ruangan, kemudian Fabian memerintahkan Varsha untuk segera masuk ke kamar mandi yang dipenuhi ornamen emas yang mewah. Toilet yang canggih, bath tubh super mewah, dan juga lantai yang sangat bersinar! Ah Tuhan, benarkah ia akan mandi disana? Pikir Varsha.Varsha berusaha mencubit tubuhnya, ia memastikan apakah ini kenyataan atau sekadar khayalan?"Air hangat di tombol kanan. Kau bisa menggunakan air hangat," Fabian memberi petunjuk.Setelah memahami, Varsha memulai mandinya. Tubuh yang bau itu kini tersapu oleh sabun mahal yang wanginya sangat tajam, rambutnya yang bau air kencing kini beraroma sangat enak. Baru kali itu Varsha mandi dengan wewangian seharum dan semewah itu. Ia benar-benar senang!Ini adalah kenikmatan sesaat yang baru Varsha rasakan seumur hidupnya. Sebuah kenikmatan yang Varsha impikan sejak dulu. Yakni, sebuah kemewahan!Mandi itu selesai dengan cepat. Varsha keluar dari kamar mandi dengan senyum yang ditahan-tahan. Fabian tengah merokok sambil menatap keluar jendela kamar. Ia kemudian menoleh, menatap seksama Varsha."Astaga, kau sangat mirip denganku. Bagaimana mungkin aku bertemu doopelanger seperti ini!"Varsha hanya diam dengan kikuk. Fabian beranjak, meraih beberapa pakaian dari lemarinya. Kemudian, diserahkan baju-baju itu pada Varsha."Pakailah, kau juga bisa memakai parfum dan deodoran milikku. Semuanya belum pernah kupakai. Kuharap selera kita sama."Varsha adalah sales parfum, ia tahu betul bahwa parfum yang Fabian tunjukan bernilai fantastis. Walaupun bekerja menjual, ia sendiri belum pernah menggunakan parfum semahal itu! Lalu kini? Ia memakai semua itu cuma-cuma!Fabian, sebenarnya siapa? Kenapa ia bisa kaya raya? Itu yang selalu berputar dalam otak Varsha saat ini.Varsha memakai pakaian brand ternama itu dengan was-was. Ia benar-benar takut memakainya. Jika rusak, ia tidak mampu mengganti! Namun Fabian terlihat cuek sambil menyesap rokoknya."Kita pesan makan saja ya? Kurasa di restoran akan sangat beresiko jika kita datang bersama." Fabian meraih telefon di sudut ruangan.Varsha tidak menolak. Ini semua terlalu mewah, tidak mungkin ia menawar untuk sebuah makanan. Ia memilih mengangguk patuh pada sang "Tuan" yang membuatnya lebih dari sekadar tercengang.Fabian kemudian duduk, ia meraih kopi dari kulkas. Disodorkannya kopi itu pada Varsha."Mau rokok?" Fabian menyodorkan rokok mahalnya pada Varsha.Varsha turut mencoba rokok mahal. Ah, sungguh rasanya sangat berbeda dengan rokok filter biasa. Varsha merasa sangat beruntung!"Kini, hotel ini beroperasi atas namaku. Semoga kau tidak terkejut.""Uhuk!"Satu tegukan kopi membuat tenggorokan Varsha sakit saat mendengar pernyataan Fabian. Fabian melihat Varsha dengan tawa berderai."Astaga, kau sangat terkejut rupanya? Sudah, tetap anggap aku orang biasa, oke?" Fabian tersenyum.Pemilik hotel?! Astaga! Varsha benar-benar minder berhadapan dengan Fabian meskipun wajah mereka sangat mirip. Bagaikan langit dan bumi, nasib mereka sungguh berbeda jauh!Fabian mendesah sambil menyesap rokoknya, perlahan ia menyandarkan tubuh sambil mendongak."Aku lelah dengan hidupku," keluhnya.Varsha tertegun. Lelah? Yang seharusnya lelah itu manusia miskin macam Varsha!"Kurasa hidupmu sempurna, menjalani hidup sepertiku justru lebih menyedihkan," tutur Varsha sambil memainkan kopinya.Fabian menoleh, menatap lekat-lekat Varsha sambil tertawa kecil."Bagus! Kita sama-sama lelah dengan hidup kita bukan?" tanya Fabian.Varsha memutar bola matanya. Matanya menyipit ke arah Fabian."Lalu?"Fabian menatap Varsha penuh arti."Kalau begitu, apa kau bersedia bertukar peran denganku?"**Varsha membelalakan matanya. Keningnya berkerut-kerut. Mempertanyakan tukar nasib yang tengah Fabian tawarkan. Rokoknya hampir saja terlepas dari kedua jari Varsha yang tengah mencapitnya."Kau terkejut?" tanya Fabian, melihat gelagat Varsha yang aneh.Varsha mendesah pelan sambil menyesap rokoknya yang hampir habis."Ini terlalu beresiko dan gegabah, kau seorang pemilik Hotel. Tidak mungkin aku menyamai kepintaran dan keahlianmu! Orang-orang pasti akan curiga...," tutur Varsha resah.Fabian tersenyum sambil meneguk gelas kopi perlahan."Aku tidak pernah melakukan apa-apa. Bawahanku yang bekerja. Seperti itulah orang kaya raya, uang yang harus bekerja untuk kita. Bukan kita yang harus bekerja," Fabian menyeringai."Apa?"Varsha hanya menelan saliva dengan kebingungan. Walau ini terdengar menggiurkan, Varsha tidak boleh gegabah! Jabatan pemilik Hotel itu bukan kedudukan yang rendah. Ada ribuan karyawan berada di ba
Varsha hanya terperangah mendengar cerita detail keluarga Fabian yang cukup rumit di dengar. Varsha mengamati satu persatu foto keluarga yang Fabian tunjukan."Jadi, saat ini Ayahmu menikahi Kakak iparnya?" tanya Varsha mencerna cerita.Fabian mengangguk."Menarik sekali bukan kisah keluargaku? Ayah bahkan tidak berminat untuk mengelola perusahaan milik Kakek dan memilih menjadi Presdir di Suryakancana Group. Karena itu, sebagai cucu satu-satunya aku menjadi korban harapan!" keluh Fabian.Varsha baru menyadari bahwa Fabian adalah orang yang memiliki kepribadian menarik. Kepribadiannya lugas, cara bicaranya menyenangkan, dan juga sangat ramah. Jauh berbeda dengan Varsha yang dingin dan juga sulit membuka diri.Bertukar peran ini akan sangat menyulitkannya!Suara ringtone lagu Dionysus terdengar dari ponsel Fabian. Fabian meraih ponsel dan menempelkannya di telinga."Halo cantik, ada apa menelefon?" sapa Fabian deng
Varsha benar-benar penasaran dengan perjodohan itu. Kira-kira siapa orang yang Nyonya Keiyona maksud?"Mendiang Tuan Giri telah menuliskan wasiat tersebut sejak lama. Jadi, tidak ada bantahan sama sekali untuk perjodohan ini." Nyonya Keiyona mengangkat gelas wine.Seluruh orang mengangkat gelas. Varsha sedikit kikuk. Ia sama sekali tidak suka minuman keras! Haruskah ia minum juga?Tegukan demi tegukan terlihat membasahi kerongkongan para anggota keluarga konglomerat itu. Varsha berakting meminumnya.Varsha sedikit tertekan. Astaga, sampai pukul berapa ia harus menegak minuman-minuman keras ini?"Kurasa, Fabian lah yang akan segera dijodohkan! Bukankah, ia adalah penerus kerajaan bisnis yang paling kompeten?" Keyhan tersenyum sambil melirik ke arah Varsha penuh arti.Varsha belum tahu bila Fabian termasuk orang yang paling suka bercanda saat bersama Keyhan. Karena itu, ia menyikapi semua berdasarkan intuisinya sendiri.
Fabian duduk di halaman salah satu mini market sambil memegang satu cup mie instan. Diseruputnya mie instan itu dengan mata terpejam-pejam."Astaga, enak sekali makan mie instan!" tutur Fabian dengan senyum mengembang.Ia memesan beberapa sosis, ayam krispi, snack kentang dan minuman-minuman dingin.Baginya duduk di minimarket tanpa pengawalan adalah anugerah. Fabian selalu pergi kemanapun bersama para pengawal, dan itu cukup mengganggu."Ah, aku ingin hidup bebas. Menyenangkan bisa makan dan minum kemasan seperti ini." Fabian bermonolog.Orang-orang memperhatikan Fabian dengan tawa mencibir. Ia dianggap orang aneh! Tapi ada juga beberapa wanita yang kagum akan ketampanan Fabian yang sangat menyita hati sebagian perempuan itu.Nampak dari kejauhan, mobil CRV terparkir di halaman mini market. Seorang pria keturunan Jawa yang berkulit gelap itu turun bersama seorang wanita muda.Fabian menggelengkan kepalanya.
Varsha berdecak lidah saat Alindra memaksanya untuk pergi. Gadis itu menarik lengannya sambil sesekali menyesap tangan Varsha seperti pada seorang kekasih.Ah, sialan itu!Varsha benar-benar bingung dengan hubungan seperti apa yang tengah dijalin antara Fabian dan Alindra. Lelaki itu bahkan tidak mengatakan apa-apa terhadapnya!"Ayolah Fabian, kau sudah berjanji padaku..., jika pada akhirnya kita tidak bisa menikah, tolong! Biarkan aku menyerahkan kesucian ini," tutur Alindra sambil terus mencengkram lengan Varsha.Varsha risih. Sungguh! Belum pernah ia berdekatan dengan wanita manapun kecuali keluarganya sendiri. Alindra memang cantik, tapi bagi Varsha, gadis itu bukan seleranya."Alindra, aku tidak mau hal ini menjadi masalah untuk kita berdua. Nyonya Keiyona bisa membunuh kita berdua!" tutur Varsha berusaha mencari alasan.Alindra menggelengkan kepalanya."Aku tidak peduli! Aku tidak bisa menikah dengan orang y
Varsha tiba di gang menuju ke arah rumahnya yang sudah nampak sepi dari aktifitas. Ia menyesap rokok dan membuang sisa rokok tersebut ke sembarang arah.Jalanan rumahnya terasa becek karena hujan mengguyur kota Jakarta sejak sore hari. Varsha berjalan semangat agar tiba di kediamannya lebih cepat. Ia sudah bisa membayangkan wajah sumringah adik dan Ibunya saat Varsha membawa uang sebanyak itu.Dengan uang sebanyak itu, apa yang akan ia beli untuk pertama kali? Varsha merasa hatinya amat sangat membuncah, harapannya begitu tinggi memikirkan hal tersebut. Ia akan membeli berkarung-karung beras, bahan pokok, dan juga kalung emas untuk Ibunya.Ibu dan adiknya, pasti bahagia sekali! Varsha tersenyum senang.Varsha akhirnya tiba di kediamannya itu. Sedikit aneh! Ia mendapati pagar rumahnya terbuka tanpa ada yang menutup kembali. Apakah Alvia lupa mengunci?Perlahan Varsha masuk ke halaman rumah itu dan menutup pagarnya. Baru saja Varsha me
"Jangan bunuh diri!" ujar gadis itu sambil memelototi Varsha.Varsha tertegun menatap seorang gadis cantik berbalut kemeja dengan tangan terkepal."Siapa kau?!" tanya Varsha dengan mata terbelalak.Gadis itu melayangkan jitakan di kepala Varsha secara spontan. Varsha benar-benar kaget atas perlakuan gadis pemberani itu."Selelah apapun hidupmu, tidak sepatutnya kau bunuh diri! Berapa banyak orang yang memohon untuk hidup dibawah sini, sedangkan kau malah ingin mengakhiri hidup!" bentak gadis itu lagi.Varsha menarik napas dan berdecak lidah."Apa urusannya denganmu? Memang kau tahu aku siapa?!" bentak Varsha tak kalah sengit.Gadis itu terdiam. Ia menarik napas. Varsha berharap gadis itu pergi dan meninggalkannya agar ia bisa mati."Aku tidak peduli kau siapa, tapi jika kau butuh teman bicara... kau... kau bisa bicara padaku! Aku akan mendengarkanmu!" Gadis itu berapi-api.
Varsha menatap salah seorang ajudan Fabian yang menyerahkan sebuah dokumen diatas meja. Disamping dokumen tersebut, terdapat sebuah bolpoin mahal dengan ukiran nama Fabian."Ini surat perjanjian kontrak, bahwa kau bersedia untuk menjadi Fabian Suryakancana dengan kontrak selama satu tahun. Jika misi yang ditentukan itu gagal, maka dengan sukarela anda harus menyerahkan nyawa." Ujar ajudan Fabian.Varsha menelan saliva.Bukankah hal ini sangat berat? Apakah ia harus benar-benar menjadi alat Fabian? Sebenarnya hati Varsha bertolak belakang, namun jika ia mendekam di penjara pun hidupnya akan semakin sengsara. Ia tidak punya banyak pilihan untuk hidup."Baik."Varsha meraih bolpoin itu, menandatangan perjanjian diatas materai dan juga meninggalkan sidik jarinya diatas sana. Fabian tersenyum licik sambil meneguk whiski dengan sekali tegak."Menjadi diriku, kau akan belajar juga seperti apa sifatku, sikapku, dan kebiasaan