Semua orang yang menyaksikan satu-persatu bubar saat Nana memberi komando. Takut di pecat? Mungkin. Apalagi kedudukan gadis itu sebagai Manager cafe, sekaligus anak dari pemilik tempat mereka bekerja. Dan mau tidak mau mereka hanya bisa saling berbisik satu sama lain di belakang.
Airin melangkah gontai ke belakang, mencari tempat persembunyian sementara dari orang-orang yang tadi memergokinya. Bukan takut jadi gunjingan. Tapi, gadis itu tengah menetralkan detak jantungnya yang sejak tadi ingin meledak.
"Astaga, ada apa dengan jantungku? Dia 'kan cuma orang asing, kenapa bisa berdebar seperti ini?" Menyandarkan tubuhnya ke dinding, gadis itu mengingat kembali sketsa wajah laki-laki yang tadi terjatuh bersamanya. Mata tajam, hidung mancung, serta rahang tegas seakan memukau dirinya sejenak. Airin juga menyadari jika lelaki itu juga tadi memperhatikannya. Hingga pintu terbuka dengan keras, memaksa dirinya harus cepat-cepat bangkit dari posisi y
Malam menyapa, Alex mengendarai mobil dengan santai. Menyusuri jalanan kota yang sedikit lengang, lelaki itu melirik jam di pergelangan tangan, menunjuk pukul sepuluh malam. Alex terlihat lega karena meeting berjalan dengan lancar. Lelaki itu tersenyum sumringah, mengingat proyek besar baru saja dia dapatkan. Alex kembali fokus ke kemudi. Melintasi sebuah jalanan yang sedikit sepi, lelaki itu melihat keributan dari arah depan. Tampaknya seorang supir taksi dan dua orang berkendara sepeda motor sedang bertikai. Alex menepikan mobilnya sejenak, mengamati dari jarak yang lumayan jauh."Cepat, serahkan semua barang berharga milikmu!" teriak seoarng pria berwajah sangar."Maaf, Tuan? Tapi, saya tidak punya barang berharga apapun." Supir taksi terlihat ketakutan. Tadinya dia tidak ingin turun, tapi mereka terus berteriak dan menghalangi jalannya."Alahhh, aku tidak percaya. Cepat! Serahkan! Atau...?" seorang lagi mengarahkan pisau persis di
Alex sudah kembali ke mobil. Lelaki itu diam sejenak, mengatur deru napasnya yang masih tidak beraturan. Mengamati taksi di depan sana yang masih belum bergerak. Alex begitu heran, padahal tadi sang supir sudah berpamitan padanya, ingin segera mengantar gadis yang tadi hampir di lecehkan oleh kedua begal itu. Namun, sudah lebih dari sepuluh menit, lelaki itu malah melihat keduanya keluar dari dalam taksi tersebut."Pak, bagaimana ini?" Airin kebingungan, dengan penampilannya yang seperti ini, tidak mungkin untuknya mencari kendaraan lain. Sedangkan malam sudah mulai larut, ponsel yang dia bawa pun sudah lowbet sejak tadi."Maaf, Nona. Saya akan mencarikan taksi lain untuk Anda." Pak Supir menyesal, karena tidak bisa mengantarkan gadis itu sampai tujuan."Tapi, apa masih ada kendaraan lain yang lewat?"Sang supir diam, mengamati jam di pergelangan tangannya. Lalu dia sadar, apa yang di katakan gadis di depannya ini benar juga. Jam menunjuk pukul dua belas
"Bunda...?" Airin mengerjap, merasakan tubuhnya yang sudah terasa membaik. Tadi, setelah Ayah Bagas menyuruhnya masuk kamar, Bunda langsung mengobati luka-luka di tubuh gadis itu dan memintanya untuk beristirahat.Airin tak bisa menolak, dia pikir akan turun nanti setelah dia mengganti pakaiaannya. Gadis itu ingin menjelaskan semuanya kepada sang ayah, sekaligus berterima kasih pada laki-laki yang telah menolongnya tadi. Tapi, baru saja Airin merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, gadis itu sudah tidak merasakan apa-apa lagi.Airin bangkit dari tempat tidur dengan cepat. Gelagapan sendiri, mengingat akan Alex yang tengah di introgasi oleh sang ayah."Kamu mau kemana?" Bunda yang sejak tadi menunggu gadis itu terbangun langsung mencegah, menahan langkah putrinya yang hendak meninggalkan ranjang."Turun, Bun. Mau nemuin Alex."Bunda sampai melongo di buatnya. Apa dia pikir mereka akan membiarkan laki-laki itu tetap disini hingga pagi?
"Sebaiknya perjodohan ini di batalkan." Alex mengulanginya lagi meski dengan kalimat yang berbeda.Papa Wahyu diam sejenak, mencerna ucapan dari Alex yang baru saja dia dengar. Begitupun dengan Bu Lasmi, perempuan paruh baya itu yang tersadar lebih dulu langsung menutup mulutnya tidak percaya.Apa??Brakkkk!Papa Wahyu langsung menggebrak meja keras, hingga terdengar suara sendok dan piring yang saling bersentuhan.Tangannya mengepal hebat, siap melayangkan pukulan pada siapapun yang ada di depannya. Kata-kata macam apa itu! Geram.Seorang pelayan berlari ke arah sumber suara, mengira ada sesuatu yang jatuh. Tapi, ketika melihat situasi yang memanas, langsung berbalik dan memilih meninggalkan tempat itu lagi."Apa maksudmu, hahhh!""Aku minta maaf, Pa? Karena tidak bisa melanjutkan perjodohan ini." Meski melihat sang papa sudah murka, Alex tetap melanjutkan ucapannya."Kamu sadar? Apa yang kamu ucapkan?" Papa Wahyu masih b
"Hallo...? I-iya...?"Sudah tidak tahu sepucat apa wajah Papa Wahyu sekarang, saat mengetahui siapa yang menghubunginya saat ini."Sekali lagi, maafkan aku, Wahyu. Sungguh, aku tidak punya niat sama sekali mempermainmu dan juga putramu. Tapi ini benar-benar murni kesalahan putriku. Aku hanya tidak ingin setelah menikah nanti, putramu akan menyesal. Sekali lagi, maaf. Aku harap pertemanan kita tidak akan putus sampai disini."Sumpah demi apa, Papa Wahyu sampai menjatuhkan telepon yang sejak tadi dia gengam. Hingga benda itu jatuh begitu saja menyentuh lantai. Bibik pelayan rumah yang kebetulan berada tidak jauh dari tempat itu, langsung bergegas menghampiri majikannya."Tuan? Anda tidak apa-apa?"Pria paruh baya itu masih bungkam, tangannya pun masih menggantung di udara, "Bik, Katakan. Apa saya sedang bermimpi?"Yang di tanya melongo heran, menatap wajah sang majikan ada di depannya."Tuan, Anda tidak apa-apa?" tanya Bibik sekal
Malam itu, Elisa yang tengah berguling di bawah selimut harus segera beranjak, menemui laki-laki yang sudah menunggunya di teras depan."Maaf, Nona, ada Tuan Roy di depan," ucap salah satu pelayan di rumahnya."Kak Roy?" Wanita itu segera bangkit, merapikan sedikit rambutnya yang berantakan, lalu melangkah menuruni anak tangga.Sampai di pintu depan Elisa sempat berhenti, menimbang lagi langkahnya yang terasa berat. Dalam hati Elisa terus bertanya, ada apa dengan Roy, hingga malam-malam datang kesini?"Kak...?" panggil wanita itu, setelah berhasil membuka pintu rumahnya. "Ayo masuk."Roy yang tadi tengah duduk langsung beranjak, menatap ke arah sumber suara, lalu mengamati penampilan Elisa malam ini.Kenapa dia terlihat bertambah cantik?Roy berbisik sendiri di dalam hati, sejenak dirinya terdiam. Masih dengan posisi yang sama, laki-laki itu terus memandang ke arah Elisa."Ayo masuk, kenapa menunggu di luar?" ajak Elisa s
Bu Lasmi dan Papa Wahyu sudah berdiri di samping mobil tengah menunggu Alex yang masih bersiap di dalam. Hari ini, tepatnya seminggu setelah kejadian itu, Papa Wahyu mendesak Alex untuk segera mengenalkan mereka kepada keluarga besar sang gadis. Gadis yang tidak sengaja Alex selamatkan dari percobaan pemerkosaan, lalu akhirnya Alex sendiri yang harus bertanggung jawab, karena ayah gadis itu mengira Alex lah laki-laki yang hendak menodai putrinya."Lex..?" Perempuan paruh baya itu kembali bersuara untuk yang ke dua kalinya. Memanggil nama sang anak yang tak kunjung keluar dari dalam rumah.Sebenarnya apa yang laki-laki itu lakukan, hingga berdandan selama ini...Tidak sabar, akhirnya Papa Wahyu kembali melangkah memasuki rumah. Mencari keberadaan Alex, pria paruh baya itu langsung menuju kamar pribadi putranya."Apa yang kau lakukan? Kenapa lama sekali!" Papa Wahyu menggedor pintu keras, membuat seseorang yang berada di dalam sana sampai terlonjak.
Semua bergegas mencari di mana sumber suara itu berada. Mereka mengira bahwa suara tadi dari arah belakang, tapi ternyata suara itu berasal dari lantai dua, tepatnya dari kamar milik anak gadis mereka, Airin."Yah...?" Bunda menatap wajah sang suami, ingin melihat apa yang terjadi, tapi mereka merasa tidak enak meninggalkan kedua tamunya."Ayo, kita lihat apa yang terjadi." Ayah Bagas terpaksa meminta maaf untuk ketidaknyaman ini, pria paruh baya itu pamit untuk ke lantai dua guna melihat sendiri apa yang menjadi penyebab kegaduhan baru saja."Bu, mana Alex?" Perempuan paruh baya itu menatap sekitar, mencari keberadaan putranya yang tak kunjung kembali usai berpamitan ke kamar mandi sejak tadi."Mungkin masih di kamar mandi, Pa."Saat ini hanya ada mereka berdua di ruang tamu. Menunggu sang putra yang tak kunjung kembali, Papa Wahyu akhirnya memutuskan untuk ikut melihat apa yang terjadi di lantai dua.Di Dalam Kamar."A