Penyakit menular disebabkan oleh patogen. Agen pembawa penyakit itu terdiri dari virus, bakteri, fungi, protozoa, dan parasit. Kak Evi menulis nama-nama itu di papan putih dengan spidolnya. Ningsih telah mengenal istilah virus, bakteri, dan parasit. Mereka bermakna negatif, tetapi dia tidak dapat membedakan mereka. Kak Evi mencoba menerangkannya satu persatu dengan bahasa yang mudah dipahami.Namun, penjelasan Kak Evi yang paling menempel di kepalanya adalah bahwa virus, bakteri, fungi, dan protozoa tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Kata lain untuk mereka adalah kuman. Sementara itu, sebagian parasit berasal dari jenis hewan. Kak Evi lalu memberi contoh hewan parasit, yakni aneka cacing yang mengganggu kesehatan. Parasit mengisap zat makanan dari tubuh manusia dan hewan, tempat mereka menumpang hidup yang disebut inang. Dia tak sendiri, anak-anak lain pun tegang dan ngeri saat Kak Evi menerangkan perihal cacing-cacing tersebut, tentang bagaimana makhluk asing itu berkembang b
Ningsih sudah tak dapat lagi menghitung semua pengalaman pertamanya yang membuat lidahnya kelu. Namun, melihat laut adalah yang paling menggetarkan dadanya, bahkan tanpa diketahui yang lain, air telah bergulir di sudut mata gadis itu. Foto pantai di majalah bekas kini langsung dilihatnya sendiri. Hamparan pasir putih, buai ombak, dan nyiur tertiup angin, mengharukan. Matanya tertambat pada garis yang membentang di cakrawala. Dia menatapnya bagai laron yang jatuh cinta pada pijar cahaya lampu. Dia ingin pergi ke sana, ke kaki langit, mencari kedamaian yang telah dapat dia rasakan walau baru sekadar memandangnya dari jauh. Ningsih menoleh ke Kak Evi yang duduk santai dan tersenyum. Perempuan berhijab itu lalu mengajaknya turun ke hamparan pasir, menyusuri bibir pantai lalu naik ke dermaga kayu yang menjorok ke laut. Ningsih sudah tak sungkan menggenggam erat tangan Kak Evi yang memberi kehangatan. Sebelum magrib mereka bersiap pulang. Dua porsi dipesan sebagai buah tanga
Pak Su'eb tidak mau menunggu besok. Setelah Bang Amir pulang, dia melanjutkan menukangi mobil bekas hitamnya malam itu juga. Dalam kondisi temaram, dia membawa modul baterai hasil tukar pasang dan sebagian peralatan bengkel ke lokasi mobil di belakang gudang. Tak banyak yang dibongkar sebab kursi jok di dalam kabinnya telah dilepas. Dia yakin belum ada yang mengusik mobil bekas itu. Dari luar, interiornya terlihat kosong. Ditambah sampah yang bertebaran di atas kap, mobil hitam itu tidak akan menarik perhatian para tukang yang bertugas memereteli komponen untuk dijual. Masih banyak mobil di sekitarnya yang tampak lebih normal dan menjanjikan untuk digarap. Kepeduliannya mengondisikan mobil-mobil itu adalah bagian dari strategi untuk mengalihkan perhatian. Dia setuju dengan perkataan Bang Amir, semakin cepat semakin baik. Menunda-nunda hanya akan memperbesar risiko rahasia mobil itu diketahui orang lain. Jika malam ini status kapasitas dayanya mencapai 90 persen, itu sud
Persiapan pindah ke kota lain bagi mereka sangat sederhana. Tidak banyak barang yang harus dibawa. Seluruhnya ada tiga kotak kardus. Dua berukuran sedang dan satu yang agak besar berisi barang ibu dan adiknya. Selain itu, tidak ada sesuatu yang membuatnya berat untuk pergi. Teman-teman Ningsih adalah ayah, ibu, dan adiknya. Sebenarnya dia pernah punya teman pada masa kecil yang dia dapatkan saat ikut ibunya membantu di rumah warga, tetapi tentu saja tidak bertahan lama. Mereka mempunyai kehidupan yang berbeda. Demikian pula dengan anak-anak di rumah singgah yang sering dia temui. Mereka mempunyai lingkaran pertemanan sendiri, sementara, Babah kurang suka dia bergaul dengan para anak jalanan. Mungkin karena banyak dari mereka melarikan diri dari keluarga sehingga Babah takut dia ikut terpengaruh. Ningsih sempat memikirkan Bang Amir serta guru-gurunya yang sering berganti-ganti, termasuk Kak Evi. Namun, mereka tetap terasa asing dan berjarak. Dia tidak punya keber
Rapat umum antar departemen telah dimulai. Pejabat eksekutif dari Badan Otoritas Kota hingga pimpinan divisi menghadiri rapat itu dengan berkumpul di ruang rapat masing-masing departemen. Sementara, seluruh staf dan karyawan diminta ikut menyaksikan di meja kerja mereka hingga nanti rapat berakhir pada jam makan siang. Andy pun telah bergabung secara daring di ruang studionya. Dia bahkan dimasukkan ke dalam room peserta rapat atas permintaan khusus dari Profesor Munir. Ini pengalaman pertamanya mengikuti rapat umum. Antusiasmenya bertambah karena kemungkinan besar isu yang akan dibahas adalah soal virus Z. "Pak William Wonk, Kami persilakan!" ucap Vivian yang menjadi moderator. William Wonk, Kepala Badan Otoritas Kota Betaverse, yang berusia 47 tahun, adalah penerus keluarga biliuner Wonk. Lima tahun lalu dia menjabat sebagai CEO Wonk Industries, perusahaan multinasional yang menjadi salah satu penyokong utama proyek Kota Betaverse. Setelah ayahnya meninggal dun
Virus tersebut melumpuhkan kesadaran orang-orang yang berdiam mematung di pinggir jalan. Kemampuan kognisi mereka berhenti. Demikian pula yang terjadi pada ibu Andy di dalam rumahnya. Tapi, apakah mereka benar-benar tidak merasa mengalami apa pun? "Bandingkan dengan robot di mal ketika sedang dinonaktifkan, mereka juga tidak merespons orang lain! Tapi, pengidap virus Z tidak sama dengan robot-robot humanoid itu," ujar Profesor Munir ke hadirin. Dia lalu kembali mengirim pesan singkat kepada Andy untuk melanjutkan videonya. "Dila, kaburkan wajah Mom and Dad di dalam video!" kata Andy di ruang studionya. Serta-merta Dila memasukkan perintah ke dalam aplikasi untuk mengaburkan wajah cantik Mom. Profesor Munir mengomentari setiap video dari Andy yang memenuhi layar di depan ruang rapat. Sang profesor harus menahan kecewanya ketika mendapati bagian wajah suspek pengidap virus Z—dalam hal ini ibu Andy—, dibuat kabur. Bagaimanapun, dia tahu bahwa Undang-Undang Informasi
Lamat-lamat terdengar bunyi pintu apartemen dibuka seseorang. Mungkin itu Martina. Terjaga dari tidurnya, Bob melihat jam di atas meja nakas, pukul satu lebih. Sinar terik matahari mengintip di sela sambungan gorden yang tertutup. Biasanya, apabila tidur pagi sehabis shift malam, Bob akan bangun pukul tiga sore, kemudian makan siang, lalu bersantai di ruang duduk dan menonton TV hingga waktu joging sebelum pukul lima. Sekarang dia punya waktu lebih untuk melakukan hal lain. Bob bangkit dari ranjang, merasa sudah tidak dapat tidur lagi meski badannya belum segar benar. "Dari mana kamu, Malyshka?" tanya Bob sambil memeluk Martina yang berdiri di depan bak cuci dapur. Diciumnya rambut keemasan wanita asli Rusia itu. "Kau sudah bangun. Tidurmu kurang lelap, ya?" balas Martina dengan aksen asing yang masih cukup kental. Alih-alih menoleh dan membalas kecupannya, Martina sibuk mencuci brokoli di bawah keran. Istrinya tampak tidak bersemangat dan enggan membicarakan kegiatann
Terakhir kali Bob datang ke kantor Departemen Kepolisian enam bulan lalu. Saat itu dia menemani Martina yang menjadi saksi untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di sebelah apartemennya. Yang menarik dalam kasus itu, Bob curiga dengan pengakuan si istri yang menjadi korban, bahwa semua yang diceritakan wanita itu kepada Martina tidak berdasar. Sistem pengawasan sosial di kota ini terlalu rapi sehingga semua orang melaporkan kondisi diri mereka setiap hari, sekalipun itu dilakukan secara tidak sadar. Dari teknologi face hingga voice recognition, tidak ada orang yang dapat menghindar dari pendataan mesin. Semua itu digunakan untuk keamanan mereka sendiri. Akibatnya, sebagai contoh, petugas kepolisian akan segera mendatangi alamat rumah seorang warga ketika satu hari saja keberadaannya hilang dari sistem. Selain itu, jika benar terjadi kekerasan, korban dapat dengan mudah mengaktifkan SOS dengan banyak cara sehingga sistem yang menggunakan artificial intelligence se