Seiring dengan waktu yang berjalan, usia kehamilanku kini semakin besar, banyak hal dan perjalana yang aku dapatkan selama aku hamil, ternyata menjadi seorang ibu perjuangan yang sangat amat luar biasa. Andaikan dulu aku di rawat dan di besarkan oleh kedua orangtuaku, mungkin banyak ceritaku yang akn aku ceritakan tentang kisah hidupku ini. Tak begitu berharap banyak tentang sosok orang yang melahirkanku. Yang pasti dia bukanlah seorang ibu, jika dia seorang ibu maka dia akan merawatku dengan tulus meskipun keadaan yang sulit. "Alara!" Panggil Arga. "Iya," jawabku ketika aku sedang duduk di sofa."Mungkin nanti Naya akan ke sini!" "Mau ngapain?" Cetusku."Mungkin mauelihat keadaan kamu," "Emangnya aku kenapa? Aku baik-baik aja, kan. Ga!"Sebenarnya aku merasa tak ingin kalau Naya datang ke kosanku ini, karena aku yakin ada niatnya yang tersembunyi, kalau bukan karena itu tidak mungkin dia mau datang ke sini."Assalamualaikum." Suaran Wanita mengucapkan salam di depan ruamah.
"Terus jika sekarang kamu ikut dengan kami akan tetap menolak?" Tanyanya serius."Iya, aku tidak akan ikut dengan kalian, karena kamu tahu nggak mungkin ada dua ratu tinggal di satu istana. Kamu harus ingat meskipun status kita sama tapi posisi kita berbeda, menempatkan kita berdua dalam satu atap yang sama cuma bakal menciptakan lebih banyak luka dan perselisihan. Ngerti, kan. Sekarang?" Tututrku jelas.Nya terdiam dan merenung sejenak mendengar tutur kataku, kemudin di beranjak berdiri dari semula duduk dan berlalu menghampiri Arga kembali, menyuruhnya untuk segera mengemasi barang-barangnya.."Sayang, kita pulang sekaran! Aku merasa sudah gerah di sini. Dan sekaran kemasi barang-barang kamu!" Cetusnya."Loh, kok. Buru-buru, katanya kita mau makan bareng dulu, Alara udah masakin buat kita, loh, Nay." Protes Arga."Nggak usah, lagian Nila d rumah udah masak kesukaan kamu. Jadinya sayang kalau nggak di makan.Aku tahu Naya sedikit emosi karena dengan kata-kataku, maka dari itu dia
Sudah dua minggu ini aku tidak berjumpa dengan Arga, dia tidak menjumpai aku, dan tidak ada telepon ataupun kirim pesan, mungkin dia sedak menimati masa berdua sama Naya. Karena sudah lama tidak bersama, aku mengerti dengan posisiku saat ini, dan aku tidak bisa melarang atau menyuruh Arga ketika aku butuh padanya."Ala, kita ke rumah Nana, yuk?" Ajak Roy."Mau ngapain?" Tanyaku heran."Gue nggak mau lihat lo tiap hari bengong aja, mendingan kita ke sana, kan, lo udah janji waktu ketemu di puskesmas bahwa lo akan main ke rumah Nana." Tutur Roy."Oh, iya, yah. Gue lupa." "Yaudah, gue siap-siap dulua, lo tungguin aja dulu."Aku pun segera bersiap dan berganti pakaian. Memang waktu itu aku pernah janji sama Nana kalau aku akan ke rumahnya main, kalau bukan Roy yang ingetin mungkin aku tetap akan lupa."Ayo, Roy. Gue udah siap, nih." Ajakku yang telah selesai berganti pakaian."Terus, mau bawa apaan buat Nana?" Tanya Roy."Entar kita beli aja di jalan makanan kesukaan dia sama mainan."
"Iya, juga sih, Mah." Waktu pun sudah sore, waktunya pulang. Bu Nita pasti sudah menunggu, kami semua beranjak pergi, dan setelah mengantarkan Nana, aku dan Roy pulang ke rumah. Rasa rinduku pada Nana sudah terbalaskan. Sekarang aku kembali di kosanku, karena capek seharian jalan-jalan aku pun terbaring di sofa dengan tubuh terlentang. "Roy!" Panggilku."Apaan sih, lo. Teriak-teriak." Jawab Roy dengan membawa segelas jus alpukat untukku "Nih" Roy menyodorkan jusnya. "Perhatian banget, sih lo. Thanks yah!" "Pijitin kakiku dong, pegal banget," lanjutku.Mata Roy membelalak karena dia juga merasa lelah dan butuh istrihata, tapi jika aku yang minta Roy tak tega, karena aku sedang hamil dan Ibu hamil itu gampang capeknya. Akhirnya Roy pun menuruy kepadaku."Ala, kok, kaki lo kayak yang bengkak gitu?" Tanya Roy sembari memijat-mijat kakiku."Iya, gue juga aneh, emang Ibu hamil kayak gini yah?" Aku merasa aneh."Mungkin!" ***Di lain tempat Arga dan Naya sedang berada di sebuah cafe,
Bu Amelia terdiam sejenak, sebelum menjawab semua pertanyaan Arga. Mungki dalam pikirannya ia tidak menyangka kalau rahasia beberapa tahun silap bisa terungkap oleh orang yang tak ia kenal "Siapa suami dari Alara memangnya?"tannyanya penasaran."Suami Alara adalah, dia!" Arga menunjuk Andre yang baru saja datang sejak tadi dari toilet.Semua menoleh kearah yang di tunjuk Arga, yaitu Anre. Mata Bu Amelia membelalak ketika yang di tunjuk Arga itu adalah Andre. Tak bisa percaya dengan kenyataan yang saat ini dia hadapi, serasa mimpi tapi sebuah kebenaran yang baru saja terungkap. Andre bingung semua tatapan tertuju padanya, membuat dia melihat semua arah belakang, pinggir dan depan. "A-ada apa?" Andre bingung semua menatapnya serius apalagi Bu Amelia yang masih mematung di tempatnya, tak percaya bahwa lelaki yang selama ini bersamanya adalah mantan suami putrinya."Tidak, tidak, ini tidak mungkin, aku yakin ini hanya mimpi buruk!" Bu Amelia menepuk sebelah pipinya rasa tak percaya yang
Sontak saya aku kaget dengan kedatangan Bu Amelia apalagi dia tiba-tiba memelukku dan menangis, tak tahu bagaimana ceritanya Bu Amelia bisa tahu alamatku saat ini."Bu Amelia!" "Alara," maafkan aku, karena aku tak merawatmu! Tolong maafkan aku, sayang!" Aku hanya bingung entah apakah yang harus aku lakukan, semua perkataan Bu Amelia aku tak mengerti. Apa maksudnya? "Bu, bangun, Bu. Tolong ada apa ini jelaskan sama saya?" Tegasku sembari membangunkannya dari lantai yang ketika sedang bersujud padaku. "Roy, kenapa ini? Ada apa dengan Bu Amelia?" Lanjutku. "Gue aja nggak tahu siapa Ibu ini, apalagi masalahnya," Roy juga bingung dengan sikap Bu Amelia yang terus saja menangis."Alara, sayang. Sekarang Ibu pasrah dengan sikap apapun yang akan kamu berikan pada Ibu, karena memang Ibu adalah Ibu durhaka, Nak! Bu amelia sedikit demi sedikit menjelaskan. "Maksud Ibu apa? Tolong yang jelas, Bu. Agar saya paham dengan masalahnya," ucapku tepat di hadapannya duduk dengan memegang kedua tang
Aku kesulitan menyeimbangkan langkah Mas Arga yang lebar, saat kami sampai rumah sakit tujuan, belum reda keterkejutan karena dia mengendarai molil seperti orang yang kesetanan, dia juga sempat membentak, karena aku menghambat perjalanan dengan muntah di jalan.Jujur, aku mengaku salah karena hanya memikirkan diri sendiri dalam dua pekan terakhir. Namun, siapa yang tahu bagaimana semua takdir berjalan, begitu juga dengan waktu persalinan Alara, yang tiga pekan lebih cepat dari tanggal yang su jadwalkan.Seharusnya seminggu sebelum persalinan kami tiba di batam, mengurus segala hal bersama Dokter Antoni sampai persalinan dilaksanakan di tempat yang sudah direncanakan, yaitu rumah sakit awal, Batam.Namun, semua di luar perkiraan Alara justru terpaksa harus melahirkan di rumah sakit Umum, Jakarta. Awalnya aku hanya ingin menikmati detik-detik kebersamaan bersama orang terkasih sebelum akhirnya membagi semua hal itu dengN orang lain.Sebenarnya aku menyayangi Alara. Aku juga senang saa
"Bunda pernah tanya ke Mas di awal-awal kehamilan, agar Mas jaga batasan, biar semuanya nggak larut terlalu dalam selama tujuh bulan Mas bahkan nggak berani sentuh Alara, Mas pertahankan komitmen yang udah kita bangun di awal. Tapi, lihat aja yang sekarang terjadi? Sejak memutuskan menandatangani kontrak seharusnya kita udah siap dengan segala kemungkinan besar. Aku tahu pasti jadi seorang Ibu itu nggak mudah, mengandung fan melahirkan belum tanggung jawab untuk mendidik satu generasi. Saat Ms datang menawarkan kesepakatan dan uang, Alara udah setuju untuk mewujudkan harapan kita untuk menjadi orangtua, dia setuju menyewakan rahim dan sebagian kecil waktunya untuk mengandung anak kita. Dia datang untuk pergi, Mas. Di datamg hanya untuk singgah sebentar. Bukan untuk menetap dan merampas kebahagiaan yang selama tujuh tahun kita impikan!"Ms Arga memalingkan pandangan. Beberapa kali di usap wajah kasar."Kamu nggak ngerti, Nay!" "Apa yang aku nggak ngerti, Mas?" Dia kembali membungk