Saat ku buka mata ternyata matahari sudah bersinar terang, tak terasa karena sepanjang malam kami lewati bersama dengan melepas kerinduan dengan kemesraan. Aku segera bangkit dari tempat tidurku kemudian membersihkan diri setelah selesai mandi saat ku sisie dan rambutku Arga terbangun. "Pagi sayang." Ucapnya memelukku dari arah barlakang saat aku menyisir rambutku di depan kaca rias. "Hemm!! Ternyata bangun juga juragan!" Ledekku. "Gimana semalam apakah kamu merasa puas!" Bisiknya di belakang telingaku."Apaan, sih!" Aku mencubit pipinya dengan berbalik badan ke arahnya."Maafkan aku, aku membuat kamu bahagia itu hanya sesekali saja, bahkan aku selalu tidak ada mungkin di saat kamu butuhkan." Ucapnya mengusap rambutku yang masih basah. "Iya, kadang aku selalu berpikir, kok gini banget hidup aku yang harus berbagi suami dengan wanita lain." Aku menundukan kepalaku. "Suatu saat nanti aku pasti milikmu seutuhnya, dan kita akan bersama-sama di setiap malam yang berganti." Arga memelu
Sejenak Naya diam memikirkan ucapan dari ibunya tersebut, memang Ibu Riska. Sangat sinis sikapnya, apalagi terhadap Alara. Rasa benci terhadap Ibunya Alara membuat Bu Riska sampai saat ini tak bisa melupakan masa lalunya tersebut."Dulu Ibu sangat membenci Ibunya Alara ketika Ibu ada di posisi kamu saat ini, ketika Ayahmu menemui wanita itu perasaan Ibu tak bisa tertahankan rasa sakit yang harus di lalui setiap hari karena perlakuan Ayahmu dengan wanita jalang itu. Oleh sebab itu Ibu selalu khawatir dengan keadaan kamu saat ini, dan Ibu selalu menegaskan kepada kamu agar sikap kamu bisa tergas terhadap Arga dan Alara. Jangan sampai wanita jalang itu menguasai Arga seutuhnya." Ucap Bu Riska dengan penuh kebenciannya."Bu. Aku tidak tahu kalau semua akan berlanjut seperti ini, ku kira Mas Arga akan meninggalkan Alara setela Alea lahir. Tapi ternyata hubungan mereka masih berlanjut sampai sekarang ini, dan aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku tidak ingin kehilangan Mas Arga." Lirih
"Bu Amelia?" Tanyaku hati-hati.Dia menatapku lama, sebelum tersenyum dan mengangguk mengiyakan."Ada paket nyasar tadi." Aku menyodorkan kotak paket yang di bawa."Oh, iya. Makasih banyak." Dia tersenyum sumringah sembari mengambil alih paketnya."Sama-sama. Sekalian kenalin, saya Alara. Baru pindah sebulan lalu." Kuulurkan tangan setelahnya.Dia menyambut uluran tanganku setelah meletakkan paketnya di bawah. Tampak sopan dan ramah sekali.Kami bejabat tangan. Menatap langsung kedalaman masing-masing."Saya Amelia. Lain kali mampir, ya. kebetulan kami cuma tinggal berdu sama suami. Itupun beliau pulan tiap enam bulan sekali." Ucapnya lembut."Loh, emang suaminya kerja apa, Bu? Maaf kalau saya lancang." Tanyaku."Suami saya pelaut, Mbak. Nahkoda kapal." Jawabnya dengan senyum kecilnya."Wah, pantesan. Siap-siap. Saya nanti sering mampir. Kalau begitu saya pamit dulu, yah." Pamitku padanya."Iya, iya, Mbak. Sekali lagi terimakasih, ya. Aneh memang, paket saya sering banget nyasar." Kat
"Sebenarnya saya lebih suka main tarik-menarikan Lingerie." "Uhuk, ohok, huek!" Batuk Arga semakin parah saja, dia bahkan lari sampai ke wastafel terdekat."Lah, batuk, pak haji?" Cibirku."Diam, Alara," sentak Arga.Aku terkekeh geli saat saat mendengar Arga saat meneriakiku.***Tak terasa hari yang di nanti Nila akhirnya tiba juga. Dimna hari yang selama ini di nantikan yaitu pulang kampung. Dan cuti untuk sementara waktu. Membawa oleh-oleh yang sejak sipersiapkan jauh-jauh hari."Ingat pesan-pesan saya, ya, Mbak. Untuk menjadi istri yang berbakti h- hmmpt." Kujepit mulut Nila dengan jari."Iya, iya, sana pergi. Nila menenepis tanganku dengan bibir mengerucut lima senti."Jadi, ngusir? Ya udah, deh. Pamit, ya, Pak, Mbak. Ucap Nila sembari menyalami tangan Alara dan Arga."Ya, hati-hati," sahut Arga sembari membantu memasukkan tas Nila kedalam taksi.Lambaian tangan kami mengiringi kepergian Nila. Setelahnya kutatap Arga senyum dengan penuh arti."Berhenti menatap saya dengan eks
"Satu jam berapa, Neng?" Seorang pria dewasa mendekat padaku."Enam puluh menit?" Aku pura-pura tak paham."Maksud saya tarif kamu!" Pria itu nampak kesal.Aku menyunggingkan senyuman mengejek. "Oh, mohon maaf, Pak. Mungkin anda tidak akan mampu.""Cih! Jual mahal!""Kalau mau jual murah Bapak pake aja ayam, seekor cuman empat puluh ribuan di pasar.""Sialan!"Prang!Suara makian diiringi gelas yang pecah di hadapan, menandakan emosi pria tua maju ke depan. Emosinya semakin meluap ke level paling tinggi."Kalau gitu bersihin sepatu saya! Kalau kamu ngak jual diri, berarti ngebabu di sini!" cibirnya padaku."Emang iya, tapi saya bukan ngebabu buat situ." Kuinjak kaki lelaki tak tahu diri itu, kemudian berlalu pergi.Ternyata benar apa yng dikatakan salah satu novel karya khalid hussaeini yang berjudul A thaousand splendid suns, "Seperti jarum kompas yang selalu menunjuk ke arah utara seperti itu pula telunjuk lelaki Yang terus menunjuk wanitaHanya karena terlahir sebagai seorang pemim
"Alara sayang," panggil Tante Alesha.Sampai sesaat Tante Alesha datang menghampiri sembari mengibas kipas andalannya."Ya, Tan." Aku memutar kursi menghadapnya."Ternyata apa yang Roy bilang benar," ucapnya singkat.Aku mengerutkan kening??"Tentang cowok yang memperhatikan kamu seminggu ini?" Ucap Tante Alesha tanpa basa-basi.Aku Terdiam kaget!"Dia berani bayar lebih mahal budget yang kita tentukan." Rayunya.Aku dan Roy berpandangan??"Dandan yang cantik yah, sayang. Dia nunggu kamu di hotel Mawar lantai sepuluh!" Ucapnya jelas.***Puncak dari segala kegilaan ini adalah ketika aku harus dihadapkan dengan sesuatu yang kubenci berhadapan dengan lelaki yang mampu membeli bukan hanya kemewahan tapi juga harga diri.Sekali lagi aku bertekuk lutut dihadapan lelaki, rela melebarkan kaki hanya agar rekeningku penuh terisi.Membiarkan orang asing menyentuh tubuh ini tanpa permisi, merias diri dari ujung kepala sampai kaki, tak peduli meski remuk-redam di dalam hati.Kutanggalkan mantel
Aku melerai pelukan, menatap mata Roy dengan tajam."Satu-satunya penyesalan gue adalah pernikahan, Roy. Seandainya gue nggak menggantungkan harapan kepada seorang pecundang, setidaknya masa depan gue masih bisa diselamatkan." Penyesalanku.Alara Adelista adalah nama yang orangtuaku berikan, dan membuangku di panti asuhan dibandingkan yang lain. Aku di buang hanya sepekan dilahirkan. Di tempat penampungan anak terlantar aku tumbuh besar dan mengenal dunia yang terbatas. Pendidikan hanya berhenti sampai SMP. Karen pihak panti mengalami keterbatasan biaya, padahal aku tahu ada oknum yang korup dan memutar dana yang dikirim pemilik yayasan atau para penyumbang.Tak perlu kujelaskan bagaimana ku lewati hari-hari ditempat penampungan dengan oknum yang mata hatinya dibutakan dunia.Hingga di titik terendah. Kehidupan saat aku menerima uluran tangan dari lelaki yang menjanjikan kehidupan layak setelah pernikahan akan tetapi nyatanya, setahun setelah dia menciptakan indahnya cinta dan kehid
"Silahkan tanda tangan di sini!" Katanya.Aku tertegun saat melihat pria berusia tiga puluh dua tahun itu menyodorkan dokumen bersampul jingga.Sebuah kontrak kerja sama yang akan mengikat kita dalam sebuah kesepakatan tertulis.Saat ini aku dan Arga sudah berada di sebuah kafe untuk membicarakan tentang penawaran tempo hari."Saya tak ingin ada rahasia jadi orangtua saya maupun orangtua istri saya juga akan mengetahui tentang kesepakatan ini. Dalam setahun kita bukan hanya terikat sebagai rekan kerja, tapi juga suami istri." Jelasnya.Dahiku mengernyit dibuatnya."Jadi akan ada pernikahan nantinya?" Potongku begitu saja.Lelaki berjambang tipis itu mengangguk pelan."Hanya setatus tak ada kewajiban untuk menjalankan rumah tangga sebagai suami istri pada umumnya. Papa dan Mama adalah orang yang cukup paham mereka ingin setatus dan nasab cucunya jelas di mata hukum dan agama. Meskipun keluarga istri saya sempat menentang, mereka akhirnya bersedia setelah saya beritahu bahwa kesepaka