Setelah mendapatkan kabar itu, Regan berubah menjadi diam. Sungguh dia tidak mengira kalau secepat ini Madam mendatanginya. Yang lebih membuat tidak percaya, Madam mendatangi rumahnya. Bagaimana bisa wanita itu tahu alamat rumahnya padahal tidak sembarang orang yang mengetahuinya? Pun saat dia kembali ke kolam renang, setengah sadar dia berjalan seperti orang linglung. Dia sama sekali tidak khawatir dengan hal lain seperti terbongkarnya identitas Jane yang sebenarnya di media, tapi dia tidak akan sanggup jika melihat Jane sedih mendapatkan cibiran serta hinaan yang pastinya dia dapatkan dengan sangat kejam. "Regan, Kau baik-baik saja?" Tanya Jane namun yang di tanya hanya melamun saja. Dia bahkan tidak menoleh ke arah Jane. Tatapannya kosong seperti orang yang baru saja mendapatkan kabar buruk."Regan?" Tangan Jane memegang bahu Regan dan seketika itulah Regan tersentak."Iya?" "Kau baik-baik saja? Apakah terjadi sesuatu?" "Ah tidak. Aku baik-baik saja."Jane mengerutkan dahinya.
Sepulang dari Moonlite, Regan tidak begitu saja kembali ke rumah. Mobilnya berhenti di sebuah danau, Dia memegang sebelah pelipisnya, memijatnya pelan dengan mata terpejam. Ucapan Madam berhasil membuatnya kepikiran. Menyerahkan separuh hartanya pada dia? Apa dia tidak salah dengar? Baginya, permintaan itu begitu berani mengingat kalau dia lah orang yang memaksa Jane untuk bekerja di sana. Jane juga terpaksa menuruti semua kemauannya karena tidak lagi mempunyai pilihan. Dia adalah penebus hutang ayahnya. Ini sudah bertahun-tahun lamanya. Semua hutang ayahnya mungkin saja sudah lunas,bukan? Tapi kenapa Madam masih menginginkan uangnya agar dia melepas Jane? Regan memukul kemudinya. Pembicaraan tadi di rasa sudah melewati batas. Dia bukanlah pria sembarangan yang mudah di ancam oleh wanita seperti Madam. Pun dia segera menelfon Mike. Pria tampan itu tak segera mengangkat telfonnya. Butuh beberapa menit dan akhirnya dia angkat. "Ada apa?" Tanya Mike di seberang. "Aku butuh b
Festival semakin lama semakin ramai di padati pengunjung. Bukan hanya di bagian penjual makanan dan aksesoris, tapi juga di sekitaran panggung. Jane baru tahu kalau Yohan amat sangat terkenal di kalangan gadis. Mengingat wataknya yang seperti itu mungkin saja gadis-gadis itu enggan untuk mendekatinya. Tapi ternyata sebaliknya. Banyak wanita yang berkerumun di depan panggung. Membawa banner dan foto Yohan dalam ukuran besar. Jane hanya mengangguk paham, tidak menyangka dia pernah memiliki hubungan asmara dengannya. Dengan pria terkenal."Mereka penggemar Kak Yohan. Kau terkejut, kan?" "Hem. Tidak aku duga sama sekali Yohan seterkenal itu.""Dia cukup mempunyai nama. Apa baru kali ini kau melihat Kak Yohan konser?""Yah, dulu pernah hampir pergi, tapi tidak jadi. Dan kau, apa mereka tahu kau adik Yohan?""Tentu saja."Jane menyipitkan matanya menatap Juan,"Apa kau juga memiliki penggemar?""Tidak ada." Juan tertawa."Aku tidak seperti Kak Yohan. Dimata teman-temanku, aku ini kutu buk
Di sepanjang perjalanan pulang, Jane terlihat diam saja. Yohan dan Juan saling berpandangan singkat. Mereka bahkan sama-sama melirik ke kursi penumpang tempat Jane duduk. Mendapati kalau Jane sedang melamun sambil menatap ke arah luar mobil. Sesekali bahkan mereka melihat Jane menghela napas panjang. Yohan tidak berani bertanya, apalagi Juan. Keduanya memilih untuk bungkam sampai mereka semua turun dari mobil saat sudah sampai di rumah. "Kenapa kau diam saja? Seharusnya kau ajak dia bicara," ucap Yohan saat masih berada di dalam mobil, sedangkan Jane sudah keluar lebih dulu dan sudah masuk ke dalam rumah. "Kau sendiri tahu wajahnya seperti apa. Mana berani aku mengajaknya bicara kalau moodnya kelihatan jelek seperti itu. Bukankah ini gara-gara kau, Kak Yohan? Kenapa kau harus memberitahu dia soal kedatangan wanita itu ke rumah kita? Awalnya dia bahagia setelah ku ajak ke festival, kau malah mengacaukannya." "Apa? Hei, berani kau bicara begitu padaku?" "Tapi ini semua meman
"Ajak aku bersamamu. Kita pergi bersama ke Moonlite."Jane tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar."Apa? Tapi tidak, terima kasih. Aku bisa pergi kesana sendirian. Kau jangan ikut campur urusanku. Tolong jangan melewatu batas." "Aku bisa melindungimu. Kau tahu ini sudah jam berapa?! Jane, tolong jangan lagi menolak kebaikanku. Aku tulus membantumu." "Mereka tidak akan berani melukaiku kalau hal itu yang kau takutkan. Aku bisa menjaga diriku sendiri." Jane berbalik arah, berniat untuk pergi mencari taksi. Tapi selarut itu, entah dia bisa menemukannya atau tidak. "Apa aku perlu menghubungi Regan?" Langkah Jane berhenti. Tubuhnya berbalik dan mendapati Yohan memegang ponselnya."Dia dan aku tidak akur. Tapi kalau bersangkutan denganmu, Aku rela bekerja sama dengannya untukmu," ucap Yohan. Jane berdecak. Dia kembali berjalan mendekati Yohan."Apa yang harus aku lakukan padamu? Kau tidak berhenti saat ku suruh. Kau tetap berlari saat kedua kakimu lelah. Sebenarnya apa yan
Suasana saat itu terasa tidak enak. Madam diam, Jane pun diam. Mereka bersitatap sinis seolah dengan saling beradu pandang saja keduanya mengerti dengan apa yang akan di bicarakan. Yohan menunggu di depan ruangan, bersama dengan satu penjaga pintu yang di awal sudah Jane bicarakan. Memang sengaja agar Yohan tidak terlalu tahu dengan apa yang akan mereka bahas. Masalah kontrak dan segala hal tentang perjanjian tidak ada yang boleh tahu kecuali Madam, Jane dan Regan. "Aku tidak percaya kau akan ke sini pukul empat pagi. Kenapa tidak menunggu besok saja?" ucap Madam memecah kesunyian. "Jam berapapun akan aku terjang kalau aku sedang banyak pikiran. Kau tahu sendiri kebiasaan ku. Aku tidak akan pernah tenang dan tidak akan bisa tidur kalau ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku," jawab Jane sinis. Dia duduk di sofa, sedangkan Madam duduk di kursinya sendiri. "Yah, Aku tahu benar kebiasaan jelekmu itu. Kau sudah seperti anakku sendiri," ucap Madam dengan tersenyum miring. Ja
St. Louis Cemetery Matahari sudah mulai menampakkan sinarnya. Menghangatkan kulit putih tanpa noda yang kini tengah berdiri tepat di depan tugu peringatan bertuliskan Fumiko Sora. Yohan menunggu Jane di dalam mobil yang terparkir jauh di dekat jalanan. Jane meletakkan sebuket bunga yang dia beli di jalan. Tersenyum dan sedikit mengusap tugu itu dengan pelan. "Ibu, Aku datang. Maafkan aku karena lama tidak ke sini. Akhir-akhir ini aku sibuk sekali. Ibu, sebentar lagi aku akan menikah. Iya, kau tidak salah dengar. Putrimu yang tidak pernah kau lihat pertumbuhannya ini sebentar lagi akan menikah. Bagaimana? Kau tentu bahagia jika mendengar ini secara langsung, kan? Aku sendiri tidak menyangka akan berumah tangga. Mempunyai suami, lalu memiliki anak. Padahal sebelumnya aku tidak memiliki pikiran akan menginjak ke jenjang pernikahan dan memiliki sebuah keluarga. Kau tentu bangga padaku, kan? Tapi sayangnya, calon suamiku belum pernah aku ajak ke sini. Aku janji, suatu saat aku akan m
Jane mendiamkannya. Sepanjang jalan dari kedai wanita itu tidak bicara sama sekali. Untuk apa bicara dengan Yohan? Mood Jane hilang entah sejak kapan. Mengetahui Yohan bisa bersikap biasa saja dengan seorang wanita yang pernah menyukainya, semakin membuat Jane kehilangan respect padanya. Padahal perasaan Jane sudah membaik untuknya, bisa menerima kebaikan serta bantuannya sebagai teman. Tapi lagi-lagi dia membuat Jane kecewa. Apa Jane cemburu? Tentu saja tidak. Kenapa cemburu pada pria ini? Jane sudah mempunyai Regan. Tidak perlu yang lain lagi untuk melengkapi kehidupannya yang kosong. Hanya saja, Jane tidak tahu kalau ternyata Yohan masih bisa berhubungan baik dengan wanita yang pernah menaruh hati padanya. "Kenapa diam saja?" Tanya Yohan tiba-tiba. Jane menatap keluar jendela malas. Lebih baik melihat lalu-lalang mobil daripada bicara dengan Yohan. Batin Jane. "Tidak apa-apa. Hanya malas bicara saja." Yohan diam sejenak, lalu kembali bicara."Perjalanan kita masih jauh. Alan