St. Louis Cemetery Matahari sudah mulai menampakkan sinarnya. Menghangatkan kulit putih tanpa noda yang kini tengah berdiri tepat di depan tugu peringatan bertuliskan Fumiko Sora. Yohan menunggu Jane di dalam mobil yang terparkir jauh di dekat jalanan. Jane meletakkan sebuket bunga yang dia beli di jalan. Tersenyum dan sedikit mengusap tugu itu dengan pelan. "Ibu, Aku datang. Maafkan aku karena lama tidak ke sini. Akhir-akhir ini aku sibuk sekali. Ibu, sebentar lagi aku akan menikah. Iya, kau tidak salah dengar. Putrimu yang tidak pernah kau lihat pertumbuhannya ini sebentar lagi akan menikah. Bagaimana? Kau tentu bahagia jika mendengar ini secara langsung, kan? Aku sendiri tidak menyangka akan berumah tangga. Mempunyai suami, lalu memiliki anak. Padahal sebelumnya aku tidak memiliki pikiran akan menginjak ke jenjang pernikahan dan memiliki sebuah keluarga. Kau tentu bangga padaku, kan? Tapi sayangnya, calon suamiku belum pernah aku ajak ke sini. Aku janji, suatu saat aku akan m
Jane mendiamkannya. Sepanjang jalan dari kedai wanita itu tidak bicara sama sekali. Untuk apa bicara dengan Yohan? Mood Jane hilang entah sejak kapan. Mengetahui Yohan bisa bersikap biasa saja dengan seorang wanita yang pernah menyukainya, semakin membuat Jane kehilangan respect padanya. Padahal perasaan Jane sudah membaik untuknya, bisa menerima kebaikan serta bantuannya sebagai teman. Tapi lagi-lagi dia membuat Jane kecewa. Apa Jane cemburu? Tentu saja tidak. Kenapa cemburu pada pria ini? Jane sudah mempunyai Regan. Tidak perlu yang lain lagi untuk melengkapi kehidupannya yang kosong. Hanya saja, Jane tidak tahu kalau ternyata Yohan masih bisa berhubungan baik dengan wanita yang pernah menaruh hati padanya. "Kenapa diam saja?" Tanya Yohan tiba-tiba. Jane menatap keluar jendela malas. Lebih baik melihat lalu-lalang mobil daripada bicara dengan Yohan. Batin Jane. "Tidak apa-apa. Hanya malas bicara saja." Yohan diam sejenak, lalu kembali bicara."Perjalanan kita masih jauh. Alan
Setelah menangis keras seperti anak kecil di depan Regan, Jane pulang ke rumah Foster. Tidak dengan Yohan seperti saat di awal dia ke MH, tapi dia memang sengaja memilih pulang menggunakan taksi. Jane terus saja menenangkan dirinya. Tapi perasaannya masih tetap mengganjal. Dia percaya dengan semua ucapan Regan, tapi dalam hati yang terdalam dia masih sangat takut kalau ketahuan. Pun karena rasa cemas yang ia rasakan sangat berlebihan, Jane akhirnya jatuh sakit. Padahal tinggal beberapa hari lagi dia akan menikah, namun drama ini belum usai. Jane di diagnosa terkena stres berlebih dan harus beristirahat beberapa hari di rumah sakit untuk menenangkan diri.Mendapati calon menantunya sakit, Tuan Abraham segera menjenguknya di rumah sakit. Saat sampai di sana, ada Juan yang sedang bersama Jane. Tidak perlu bertanya kemana perginya Regan. Dia berangkat ke perusahaan setelah mendapatkan telfon penting. "Astaga, Caty. Aku sangat terkejut saat Regan menelfonku. Bagaimana keadaanmu? Apa kau
"Walau aku tidak tahu apa-apa, tapi aku sudah tahu segalanya. Kau tidak perlu berusaha untuk menyelesaikan masalahmu sendiri. Ada Regan, dan juga aku dan kak Yohan. Kami tidak akan tinggal diam."Jane terdiam kesekian kali. Matanya kembali mengabut merasakan haru yang luar biasa. Di usapnya air mata yang sempat melesat turun. Dia tersenyum menatap Juan yang kini juga perlahan menarik senyum padanya. "Kau tahu? Aku stres karena banyak memikirkan masalah ini. Ketakutanku luar biasa besar. Memikul rahasia yang tidak boleh bocor adalah sesuatu yang tidak bisa aku diamkan. Rasa bersalah ini terus saja hadir dan aku tidak tega menyembunyikan semua ini pada ayahmu yang sudah sangat baik padaku." "Perasaan itu memang wajar. Tapi kau juga harus sedikit egois demi kebahagiaanmu sendiri. Percayakan semua pada Regan, hm?"Jane tersenyum lalu mengangguk."Kau tahu? Kami sudah sangat sibuk mengatur pernikahanmu. Aku dan kak Yohan sudah berkeliling mencari tempat yang cocok untuk pernikahanmu nant
"Hem. Perlihatkan padaku."Regan mengeluarkan laptop dari dalam tas kerjanya. Dia mengotak-atik sebentar sambil bicara,"Ini rekaman ilegal yang dia dapat saat bicara dengan salah satu temanmu yang bernama Rose.""Rose?" Batin Jane terkejut. Mengira kalau Rose tahu hal gila yang Madam lakukan. "Mike meletakkan pulpen kamera di saku kemejanya. Dia merekam semua percakapannya antara Rose kemudian Madam. Lihatlah." Pun Regan menekan tombol play dan video itu pun di mulai. Adegan pertama menunjukkan saat Mike baru sampai di depan Moonlite. Dia masuk saja tanpa di curigai. Mike pun duduk di kursi bartender dan memesan koktail. Tidak lama kemudian, ada satu wanita yang menghampirinya dan dia adalah Rose. Begini percakapannya."Halo, Aku Rose. Siapa namamu, Tuan Tampan?" Dan Regan tiba-tiba menekan tombol pause.Dia menatap Jane."Kenapa di hentikan?" Tanya Jane bingung mendapati Regan menatapnya terus. "Apakah semua wanita di sana selalu memanggil tamunya dengan sebutan Tuan Tampan?""A
"Apa ini membuatmu yakin sekarang?" Melihat ada kartu hitam dengan limit tanpa batas itu, Rose terpana untuk beberapa saat. Dia mengambil kartu itu lalu mengusapnya,"Aku tidak pernah menyentuh black card secara langsung seumur hidupku. Wah, butuh berapa tahun lagi aku bisa memiliki ini?" Gumam Rose tentu saja membuat tawa Mike terdengar. Rose berdehem, lantas meletakkan kembali black card milik Mike."Ternyata kau bukan pria sembarangan. Baiklah, katakan padaku dengan jujur. Kau ini sebenarnya siapa? Apa pekerjaanmu hingga memiliki itu?" "Aku tidak bekerja. Hanya beruntung memiliki orang tua kaya raya." "Dari penampilan dan apa yang kau kenakan sekarang, Aku percaya kau anak orang kaya. Ikutlah denganku. Aku akan mengajakmu untuk bertemu dengan pemilik tempat ini. Katakan keinginanmu itu padanya." Mike berdiri saat Rose juga berdiri. Wanita itu mengajaknya naik ke lantai atas, dan di kamera hanya terlihat lorong panjang dengan lampu temaram berwarna merah. Di ujung sendiri, seo
Dengan kasus separah itu, tidak mungkin Moonlite akan bertahan. Memang selama ini, apalagi di Amerika, tempat pelacuran seperti Moonlite sudah legal di mata hukum sana. Surat izin, pajak dan juga surat kepemilikan gedung memang sudah ada dan di bayar secara rutin. Tapi soal penculikan anak dan penjualan gadis di bawah umur, sudah lain ceritanya. Saat itu, memang Mike tidak bisa membawa anak kecil itu pergi. Walaupun Gisel merengek dan menangis, Mike tidak mungkin mengeluarkannya. Pun dia memberi pengertian padanya, berjanji akan kembali jika Gisel tidak membuka mulutnya pada siapapun. Tentang dirinya yang mengaku sebagai seorang polisi, juga tentang dia yang banyak menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan kedatangannya. Gisel mengangguk saja dan berjanji akan menutup mulutnya. Setelah Mike pergi dari Moonlite, Dia mendatangi Regan yang saat itu berada di kantor dan menyerahkan rekamannya. Seperti yang dikatakan Regan pada Jane, Dia membawa bukti rekaman itu pada seorang jaksa
"Tidak. Jangan salah paham dulu. Aku hanya ingin bertemu Madam untuk terakhir kalinya. Tolong ijinkan sebentar saja." Mendengar permintaan itu, Regan tidak langsung menjawabnya. Dia bingung dan juga ragu. Dia tidak ingin Jane bertemu dengan Madam. Namun di sisi lain, Regan juga tidak bisa menolak permintaan Jane. Pun dia sendiri juga masih merasa khawatir kalau tiba-tiba saja Madam membuka mulutnya dan membongkar semuanya di depan publik. Dia masih punya urusan dengan Madam. Urusan yang belum terselesaikan. "Baiklah. Aku mengijinkanmu. Tapi tidak lebih dari sepuluh menit," jawab Regan dengan penuh pertimbangan. "Tidak akan butuh waktu selama itu. Cukup lima menit saja. Aku juga tidak ingin berlama-lama di sana." Regan tersenyum lantas mengangguk."Bisakah kita istirahat sekarang?" Jane berdiri dari duduknya lantas duduk di pangkuan Regan dan melingkarkan kedua lengannya di leher Regan."Kau yakin tidak ingin melakukan apa-apa? Percayalah kalau aku sudah sangat sehat." Regan me