Begitu banyak kesialan akhir-akhir ini. Memang semua bisnis berjalan lancar, namun tidak dengan yang lain. Tekanan dari sang ayah yang mengharuskan Regan menjadi sosok sempurna. Wajah dari perusahaan terkenal di bidang teknologi. Tidak memperbolehkan dia cacat dalam penampilan juga sikap di depan media maupun masyarakat. Di usianya yang menginjak 27 tahun, Regan tidak sekalipun merasakan apa itu kebebasan. Kalau ke discotik, yah sesekali ia ke sana untuk mencairkan suasana hatinya yang memburuk. Besoknya, Dia pasti kembali menjadi sosok kaku yang dingin dan terlihat cuek di mata semua pegawainya.
Mau bagaimana lagi?Regan satu-satunya putra dari Abraham Foster yang sangat di andalkan. Mengingat putra pertama yaitu Yohan Foster yang kini berusia 28 tahun namun memilih bidang lain yang bertentangan dengan keinginan ayahnya.Iya. Yohan tidak tertarik sedikitpun dengan dunia bisnis. Aroma kantor membuatnya mual. Dia memilih menjalani hidup sebagai seorang musisi. Menciptakan nada yang di sebut musik dan membawanya di setiap panggung besar dengan tiket konser yang selalu habis terjual. Dia populer di kalangan wanita juga pria masa kini.Bukan hanya Yohan sebagai anak pertama keluarga Foster, juga Regan sebagai anak kedua, ada Juan Foster yang masih kuliah di jurusan bisnis. Dia masih muda, masih berusia 22 tahun. Amat berbeda bahkan berbanding terbalik dengan ke dua kakaknya yang memiliki watak kaku dan cuek. Juan lebih ceria. Dia pemecah suasana yang dingin. Dia menyukai dunia bisnis, juga dunia seni. Kalau boleh memilih, Juan lebih tertarik dengan seni lukis. Namun sang ayah tidak akan tinggal diam kalau saja Juan tidak menuruti kemauannya. Dia harus meneruskan jejak Regan di masa depan nanti. Harus menjadi pendamping sang kakak jika ayah mereka menyusul almarhum ibunya.Tiga bersaudara Foster memang berbeda dari sifat dan juga wajah. Namun bisa di pastikan kalau ketiganya memiliki wajah tampan dan menawan. Tentu saja dengan pesonanya masing-masing.Kembali lagi dengan ricuhnya keadaan perusahaan saat itu, Regan membanting daun pintu ruangannya sendiri hingga menimbulkan suara gebrakan yang cukup nyaring."Sial! Siapa yang membuat rumor gila semacam itu?! Kalau begini terus, Aku akan tamat. Perusahaan akan merugi. Bagaimana aku akan menyelesaikan masalah ini?"Di kala paniknya dia sekarang, Regan teringat oleh seseorang. Yaitu teman baiknya, Mike. Dia menekan nomor Mike, lantas menelfonnya."Ya?" jawab Mike di seberang."Kau ada dimana sekarang?""Di tempat biasa.""Satu jam lagi aku akan kesana. Jangan kemana-mana.""Baiklah."Saat itu masih pagi. Namun Regan memutuskan untuk pulang lebih dulu. Tak sempat dia mengganti pakaian kantornya dengan pakaian biasa. Sehingga dalam keadaan masih memakai jas, Regan pergi ke tempat di mana Mike berada yaitu bar yang menjadi langganannya setiap hari.Butuh waktu 30 menit untuk sampai kesana. Memang jauh, mengingat tempat Regan berada di tengah kota sedangkan bar yang ia tuju berada di perbatasan kota.Masih pagi. Belum juga pukul 10 pagi. Beberapa gerai yang berada di sekitaran bar juga masih tutup. Namun sepertinya bar yang ia tuju tidak mengenal kata tutup kalau Mike sudah datang ke tempat itu.Pintu VIP agak terdorong keras. Regan masuk dan sama sekali tidak terkejut saat mendapati Mike tengah di kerubungi beberapa gadis yang berpakaian minim. Pria itu malah menyeringai, pun Regan meraih botol wiski yang isinya tinggal separuh."Pemandangan menjijikkan ini membuat mataku sakit," ucap Regan meletakkan kasar botol wiski yang tadinya berada di tangannya.Mike hanya terkekeh saja. Lantas menyuruh semua gadis di sana untuk pergi keluar."Setidaknya pagiku tidak membosankan seperti dirimu. Oh ya, kemana kau selama dua hari kemarin? Ayahmu tiba-tiba menghubungiku mencari dirimu." Mike mengancingkan bajunya yang setengah terbuka."Di tempat biasanya. Yah, Aku hanya tidak ingin pulang. Lalu kau sendiri? Bukankah masih terlalu pagi untuk pergi ke bar?""Regan, ayolah. Jangan mendadak menjadi sosok yang tidak seru. Aku ini Mike. Kau tahu sendiri kan kalau aku ini penderita insomnia.""Aku tahu kau itu insomnia. Sesekali pergilah ke dokter. Bukan ke bar dan di kerubungi gadis-gadis itu."Mike diam. Dia menjauhkan pandangannya. Menyipitkan matanya aneh menatap Regan yang nampak gelisah."Apa?" Tanya Regan curiga sendiri dengan tatapan mendadak semacam itu."Kau ada masalah?" Tebak Mike."Bukankah itu sudah jelas? Memang apa alasanku pagi-pagi begini mencarimu sampai ke sini?""Jadi sungguh ada masalah?""Hm.""Kan sudah kubilang. Ceritakan apapun masalahmu padaku. Kita ini teman, Kan? Kau terlibat masalah apa?"Regan meraih ponselnya, mengotak-atiknya sebentar lantas melemparkannya pada Mike. Pria itu terkejut, lantas melihat layar ponsel Regan yang menyala. Reflek ia membaca rentetan tulisan di sana dan beberapa detik kemudian dia tertawa terbahak-bahak."Wah... Berita macam apa ini?" Mike masih tertawa keras, hingga air matanya sedikit keluar."Lucu?""Sudah jelas ini lucu. Wah gila, orang ini hebat sekali menyebarkan gosip tentang dirimu," tambah Mike lagi di sela tawanya."Kau merasa ini lucu? Pagi-pagi aku sudah berhadapan dengan singa gunung itu," ucap Regan menyebut ayahnya sendiri."Dia tidak percaya pada anaknya sendiri. Hanya karena aku tidak pernah berkencan dengan gadis manapun, Dia meragukanku."Dengan sesekali tertawa, Mike menjawab,"Wajar. kalau dia meragukanmu. Aku yang setiap hari bersamamu saja tahu bagaimana dinginnya kau saat para gadis bar itu mendekatimu. Saranku, Kau memang harus segera menikah.""Kau gila? Calon saja belum ada, masak iya langsung menikah?""Menikah adalah jalan satu-satunya untuk membersihkan gosip anehmu itu, Regan."Regan diam. Mendadak kepalanya terasa pusing. Lebih baik di hadapkan dengan masalah kantor yang menumpuk, daripada harus berhadapan dengan masalah yang melibatkan pernikahan. Karena bukan kali ini saja, dulu dia juga pernah di jodohkan oleh ayahnya sendiri dengan dalih ingin mempersatukan perusahaan dengan jalan pernikahan bisnis. Namun sayang sekali, Regan pergi setelah 5 menit duduk di restoran. Dia mendadak merasa bosan saat wanita yang menjadi calonnya itu bicara panjang lebar. Menceritakan hal positif tentang dirinya sendiri. Cerewet seperti nenek-nenek kalau Regan bilang."Sungguh aku tidak ingin terlibat dengan dunia pernikahan. Kau tentu tahu bagaimana sifatku. Masih terlalu dini sampai aku harus menjalani ikatan itu," jelas Regan panjang lebar. Namun sebenarnya ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. Alasan di balik dingin dan enggannya dia untuk berhubungan serius dengan gadia manapun."Yah, itu kan hanya saran. Karena kau tidak mempunyai pilihan lagi selain itu."Mereka berdua saling diam berpikir. Regan masih memijat kepalanya sendiri, sedangkan Mike masih saja tersenyum melihat temannya itu di landa kegelisahan yang menurutnya lucu. Dan saat itulah ide gila terbesit di otak Mike."Aku punya ide. Bagaimana kalau kau mulai dengan berkenalan dengan seorang gadis? Kau bisa menggunakan uangmu untuk menyuruhnya menjadi kekasihmu. Kalau bisa sampai kau menikah.""Apa katamu?""Seperti yang sudah kau dengar. Kau ingin segera menyelesaikan masalahmu, kan? inilah jalan satu-satunya yang bisa aku sarankan.Wanita yang bisa menjadi kekasih pura-puramu, adalah wanita yang jauh dari keluarganya, yang tidak terikat oleh hubungan apapun. Wanita yang benar-benar sendiri."Mendengar Mike mengucapkan ide gila itu, Regan terhenyak untuk sesaat. Mau protes, tapi seperti apa yang Mike katakan, tidak ada jalan lain lagi untuk lari dari masalah ini. Bukannya mendapatkan jalan keluar, Regan khawatir kalau ayahnya akan menjodohkan dirinya dengan wanita pilihannya."Dimana kita akan mencari wanita yang mau di bayar untuk menjadi kekasihku? Dan lagi, dia tidak mempunyai siapa-siapa katamu?"Mike tersenyum, lantas meraih kembali wiski sisa yang tadinya Regan minum."Percayalah padaku. Kita akan segera menemukannya." Di dasari rasa percaya terhadap teman baiknya, Regan akhirnya pulang dan urung kembali ke perusahaan. Masa bodoh kalau ayahnya mencarinya. Dia enggan untuk bertemu dengan siapapun kali ini. Dan yah, Regan akhirnya memilih pulang saja. Menuju tempat singgahnya yang dia sebut sebagai tempat persaingan daripada rumah. Mau bagaimana lagi? Dia tinggal di satu atap bersama kakak serta adiknya. Tiga bersaudara, Laki-laki semua, kalau bukan tempat persaingan l
Besoknya... Beberapa kali Regan membenahi penampilannya dengan berkutat di depan cermin sejak setengah jam yang lalu. Kemeja hitam yang ia padukan dengan celana bahan sutra mungkin saja terlalu resmi kalau Mike bilang. Namun kebiasaannya berpenampilan rapi, membuatnya tidak nyaman jika harus berpakaian biasa kalau kemana-mana. Wajah tampan sekaligus mempesona, rahangnya yang tegas serta tinggi 180 cm membuat visual yang di milikinya tidak main-main. Kalau saja dia tidak menjadi Direktur di perusahaan ayahnya, kemungkinan besar dia akan melamar sebagai model atau bisa juga menjadi aktor. Yah tapi mau bagaimana lagi. Kewajiban tetaplah menjadi yang utama. Dia tetaplah seorang putra yang tidak ingin mengecewakan sang ayah. Mercedes-benz berwarna hitam ia kendarai memecah jalanan malam itu. Rintikan hujan yang semakin lama kian menderas tidak menjadi penghalang untuk Regan memenuhi niatnya di satu tujuan. Dia harus mendapatkan seorang wanita malam ini. Dia akan membayar sebesar apa yan
"Tuan? Apa yang tuan lakukan di sini?" Jane berbalik tanya. Merasa kebingungan juga melihat Regan ada di restoran yang sama dengannya."Aku ada janji bertemu dengan seseorang. Tunggu. Apakah Mike yang mengirimkanmu ke sini?" tebaknya dan menganggap Jane adalah salah satu wanita kenalan Mike yang dia kirimkan padanya. "Mike? Siapa Mike? Saya juga ada janji dengan seseorang. Saya kira ruangannya di sini. Ternyata salah. Karena kita sudah terlanjur bertemu, bolehkah saya duduk di sini sebentar?" pinta Jane dengan mata berbinar. Apalagi saat melihat hidangan mewah yang kini ada di depannya."Ya. Boleh saja." Jane tersenyum."Saya sedikit lapar. Melihat piring anda masih bersih, sepertinya anda belum makan sama sekali. Karena saya baik, Saya akan membantu anda untuk menghabiskan semua makanan ini." Regan melongo saja saat Jane mengambil sumpit dan mulai mencicipi makanan yang masih utuh di depannya."Jangan pelit. Kapan hari saya sudah mentraktir anda dengan minuman mahal. Memberi sediki
"Kana?" Nama itulah yang keluar dari bibir Regan. Merasa tidak asing dengan wajah polos tanpa make up yang kini dia pandang dengan teliti. Kenapa Regan tahu dengan gadis bernama Kana? Siapa yang menduga kalau pria yang memakaikan Jane mantel dan sepatu beberapa tahun yang lalu adalah Regan? Saat itu memang gelap. Salju turun dengan lebat. Namun Regan tidak pernah lupa dengan gadis tak bersepatu waktu itu. Wajahnya pucat, dan tubuhnya terlihat kurus. Karena make up tebal yang Jane pakai sekarang, juga perawakan Jane yang berubah drastis, Regan tidak mengenalinya lagi setelah beberapa tahun berlalu. Tapi setelah dia lihat-lihat, ternyata benar mereka mirip. "Setelah beberapa kali bertemu, tidak kusangka kau adalah gadis musim dingin itu. Kau bahkan mengganti namamu menjadi Jane," gumam Regan meletakkan kembali foto yang sempat dia ambil. Takdir macam apa yang mempertemukan mereka kembali setelah lamanya tak bertemu sekian tahun? Bahkan Jane menjadi seorang wanita penghibur di ru
Mendengar persetujuan Jane, tentulah Regan merasa senang. Semua rencananya akan berjalan lancar, Jane juga pasti akan membantunya untuk menjadi normal. Walau di katakan dia memang normal seperti halnya pria lain, tapi Regan selalu merasa dirinya tidak normal.Tapi Jane berkata jangan senang dulu, karena cobaan pertama Regan kini ada pada Madam. Dia harus mendapatkan persetujuan wanita itu juga kalau Regan tidak ingin mendapatkan masalah. Dengan rasa percaya diri Regan berkata,"Aku bisa memastikan kalau Madam tidak akan menolak permintaanku."Well, keduanya kini berjalan menuju ke ruang madam yang berada di lantai dua. Di depan pintu, di jaga dua pria berwajah sangar dan berbadan kekar. "Madam di dalam?" tanya Jane pada salah satu pria itu."Iya."Jane membuka saja pintu yang tertutup itu dan mengajak Regan masuk dengan menggandengnya. Saat sudah berada di dalam, Mereka berdua di hadapkan dengan seorang wanita bermake up tebal dengan baju yang nampak berlebihan. Yah, seperti penampil
Dengan membawa barang apa adanya seperti yang Regan suruh, Akhirnya Jane hanya membawa pakaian yang menurutnya sopan dan sesuatu yang sekiranya penting seperti foto saat masih remaja yang ia letakkan di nakas. Tidak pernah Jane kira akan merasakan hal yang tidak pernah dia sangka sebelumnya. Berhubungan dengan Regan bisa membuat dia keluar dari neraka itu walau hanya sebentar. Saat di dalam mobil, senyum senang tidak pernah luntur dari bibirnya. Dia memang sebahagia itu sekarang. "Aku akan membuatmu layak sebelum akhirnya ku perkenalkan pada semua orang." Regan memecah keheningan."Maksud anda?""Etika, sopan santun saat berbicara. Kau harus mempelajari itu sebelum bertemu dengan ayahku.""Baiklah. Oh ya, selama di sana, apakah saya boleh keluar untuk bermain?" "Boleh. Hanya saat bersamaku. Itupun harus di malam hari. Aku tidak ingin anak buah ayahku memergoki kita."Jane mengangguk paham. Protes pun juga percuma. Hidupnya kini berada di tangan Regan. Uang yang di bayarkan di awal
"Siapa kau?"Jane terkesiap. Lidahnya kelu menatap dua bola mata tajam seakan ingin menerkamnya. Kedua lengannya bahkan pria itu cekal kuat. Siapa lagi yang bersikap seperti itu selain Yohan. "Saya? Jane."Rasa takut Jane seakan menghilang entah kemana. Dibandingkan dengan pria hidung belang di luar sana, Yohan tidak ada apa-apanya. "Jane? Siapa Jane ?" Yohan mengerutkan dahinya. Baru pertama kali dia mendengar nama itu. Apakah gadis ini pelayan baru?"Kau pelayan baru? Bagaimana seorang pelayan bisa selancang ini masuk ke dalam kamarku?" Lanjutnya.Yohan berdiri, Jane reflek juga ikut berdiri."Maaf, Tuan. Saya mengira kamar ini adalah kamar Tuan Regan. Apakah anda saudara Tuan Regan?" Yohan diam saja. Tanpa ekspresi dia menatap Jane dari atas sampai bawah. Dia merasa ada yang janggal. Wanita di depannya memakai pakaian handuk, bahkan tali bra-nya kelihatan saat baju di pundaknya turun. Dia tidak merasa malu, bahkan tidak ada rasa sungkan sama sekali. Padanya di hadapannya adalah
Juan melongo. Regan tertawa dalam hati. Sepertinya Yohan sudah bertemu dengan lawan yang seimbang. Yang tidak takut padanya, yang tidak bisa dia injak seenaknya."Bagaimana? Saya juga akan bersama anda kalau anda membayar sama besarnya seperti Tuan Regan," tambah Jane semakin membuat Juan menganga tak percaya. Ternyata ada juga wanita tangguh seperti itu, yang bisa melawan kakak pertamanya. Batin Juan."Kau wanita yang tidak mempunyai harga diri?" Ucap Yohan akhirnya membuka suara. Mungkin dia merasa sudah tidak di hargai sejak pertama melihat Jane. Insiden pertama kali bertemu adalah salah satu alasan Yohan tidak menyukai Jane. Sudah bukan wanita baik-baik, tapi banyak tingkah. Jane menaikkan kedua bahunya,"Harga diri saya sudah menghilang sejak bertahun-tahun yang lalu."Yohan menyeringai, Jane hanya tersenyum saja seperti mengejeknya. Suasana panas itu segera di tengahi Regan yang berdiri dari duduknya."Aku pergi bekerja dulu. Dan aku tidak mau tahu. Sebisa mungkin kalian rahasiak