“Na, akhir pekan nanti kamu ada acara tidak?” Nerissa yang sedang membuat secangkir teh, bertanya pada Ana.“Tidak ada, Sa. Aku tidak ada acara.”“Bagus kalau begitu.” Nerissa tampak berbinar mendengar hal itu.“Memang kenapa, Sa?” tanya Ana penasaran.“Aku mau mengajakmu ke Bali bersama Pak Naven. Kita bisa menyelam seperti yang kita lihat di postingan Evelyn Manda.” Nerissa menceritakan dengan penuh semangat. “Benarkah kita bisa menyelam seperti Evelyn Manda?” Ana tak kalah semangat ketika mendengar hal itu.“Iya, Pak Naven sudah bilang jika kita bisa menyelam seperti Evelyn.”“Aku mau, Sa.” Ana tentu saja tidak akan melepaskan kesempatan itu. Apalagi liburan kali ini gratis.“Baiklah, nanti hari jumat kamu bawa baju sekalian. Karena sorenya kita akan langsung berangkat dari kantor.”Dengan cepat Ana langsung mengangguk. Dia akan melakukan seperti yang diminta oleh Nerissa.****“Hari ini aku mau makan di rumah. Apa di rumah ada bahan makanan?”Saat dalam perjalanan ke rumah Naven
Nerisa yang sedang makan langsung mengalihkan pandangan pada Naven. Dia sedikit terkejut mendengar perintah Naven itu.Namun, Nerissa memikirkan jika tidak ada salahnya jika dia melakukannya. Bukankah lebih baik jika dia tidur di kamar Naven dibanding di kamarnya yang gelap.“Baiklah, saya akan tidur di kamar Pak Naven.”Naven tidak menyangka jika Nerissa akan menerima tanpa penolakan sama sekali. Jelas itu membuat Naven senang.Mereka pun menikmati kembali makan. Naven yang senang pun sampai mengabaikan jika malam ini dia makan nasi. Padahal dia menghindari makan nasi. Dia berusaha keras untuk menjaga tubuhnya.Mereka menikmati makan bersama. Tak banyak bicara. Hanya sibuk dengan makannya.Usai makan, Nerissa mencuci piring, sedangkan Naven merapikan meja makan. Naven sedang dalam suasana hati yang baik. Jadi dia ingin membantu Nerissa.Nerissa sebenarnya merasakan sikap Naven yang berubah. Namun, dia tak mau ambil pusing.“Kapan Pak Naven akan menghubungi orang yang memperbaiki lamp
Mendengar apa yang dikatakan Naven itu membuat Nerissa yang sedang berusaha melepaskan diri dari Naven pun langsung menghentikan aksinya.Dengan perlahan, dia menengadah untuk melihat wajah Naven. Dilihatnya Naven masih tertutup. Dia menduga jika Naven sedang mengigau.“Aku pikir dia benar-benar sedang mengatakan cinta.” Nerissa bernapas lega, karena Naven pasti hanya mengigau.Naven mendengarkan gumaman Nerissa itu meskipun suaranya lirih. Dia merasa menunggu reaksi dari Nerissa.“Siapa kira-kira yang sedang di dalam mimpinya?” Nerissa tampak penasaran. “Untuk apa aku tahu pada siapa cinta itu diberikan? Yang jelas itu bukan untukku.” Nerissa yakin jika Naven tidak akan jatuh cinta padanya. Apalagi pria itu sendiri yang mengatakan untuk tidak menaruh hati.Setiap kata yang terucap Dari Nerissa jelas terdengar oleh Naven. Dari ucapan Nerissa terdengar jika Nerissa berpikir jika ungkapan cinta itu bukan untuknya. Naven menyimpulkan jika ada keraguan.Naven memang sengaja memancing Neri
Nerissa takut mengangkat sambungan telepon itu. Dia yakin Naven akan marah dengannya karena tidak mengabari. Namun, jika tidak diangkat, Naven pasti akan semakin marah.Akhirnya, Nerissa memutuskan untuk mengangkat sambungan telepon tersebut.“Di mana kamu?” Hal pertama yang ditanyakan Naven adalah itu.“Saya di apartemen Ana.”“Tetap di sana karena aku akan ke sana.”“Baiklah.”Kali ini Nerissa hanya bisa pasrah karena Naven akan datang ke sini. Karena itu, dia memilih untuk bersiap-siap saja.Satu jam kemudian, suara bel terdengar. Nerissa segera membuka pintu karena tahu jika yang datang adalah Naven.Benar saja. Saat pintu dibuka, ternyata ada Naven dan Kiki di sana.“Ayo pulang!” Satu perintah yang diberikan oleh Naven.Mendapati perintah itu Nerissa langsung mengangguk. Apalagi wajah Naven tampak begitu menyeramkan.“Ana, aku pulang dulu.” Nerissa segera berpamitan dengan Ana.“Iya, hati-hati di jalan.” Ana mengangguk.Nerissa segera keluar dari apartemen Ana. Mengekor di belaka
Nerissa langsung membulatkan matanya. Tidak menyangka jika Naven meminta hal itu. Sepertinya Naven mengambil kesempatan di saat seperti ini.“Apa Pak Naven mengambil keuntungan dari saya?” tanya Nerissa kesal.“Apa menurutmu begitu?”“Iya, karena seharusnya meminta maaf tidak mesti begitu. Tinggal bilang saja ‘maaf’ dari hati yang tulus.” Nerissa benar-benar kesal dengan aksi Naven itu.“Itu versimu, beda versiku.” Naven dengan enteng menjawab.Kesabaran Nerissa benar-benar diuji.“Kalau tidak mau terserah. Aku malas bicara denganmu.” Naven langsung memutar tubuhnya. Membelakangi Nerissa. “Aku juga malas ke Bali sepertinya.”Mendengar hal itu Nerissa langsung membulatkan matanya. Tidak menyangka jika Naven akan mengurungkan niatnya ke Bali. Padahal Nerissa sudah mengajak Ana. Jika sampai batal, pastinya akan sangat malu sekali.Nerissa tampak menimbang-nimbang apa yang diminta oleh Naven. Dia sadar jika tidak mudah bagi Nerissa untuk mencium Naven. Apalagi dia kemarin menghindari Nave
Naven yang sedang menikmati makannya langsung mengalihkan pandangan ke arah Nerissa.Dahinya berkerut dalam ketika mendapati tuduhan itu. Padahal dia sedang bahagia, bukan sedang menginginkan sesuatu.“Aku sedang mau memasak saja. Bukan karena ingin sesuatu.” Dengan tegas Naven menyangkal tuduhan Nerissa itu.Nerissa menerawang dalam ke dua bola mata indah milik Naven. Dia merasa jika sang suami memang tidak sedang berbohong.“Biasanya Pak Naven berbuat baik selalu ada maunya. Jadi saya berpikir jika Pak Naven menginginkan sesuatu.”Naven sadar betul memang itulah dirinya. Dia tidak pernah memberikan sesuatu tanpa mendapatkan sesuatu. Jadi wajar jika Nerissa berpikir seperti itu.“Aku sudah dapat.” Naven melanjutkan menikmati makannya dan mengabaikan Nerissa.Nerissa tampak berpikir keras. Apa yang sudah didapatkan oleh Naven. Dia benar-benar tidak mengerti.“Apa?” Nerissa tampak penasaran.Mendapati pertanyaan itu membuat Naven bingung. Nerissa tidak peka sekali. Sampai tidak tahu apa
Naven memberikan sesuatu pada Nerissa.Untuk sesaat Nerissa terpaku. Sejak tadi pagi dia sudah melihat suaminya itu aneh, dan kini keanehan itu semakin bertambah lagi.“Sa.” Ana menyenggol Nerissa yang diam saja ketika suaminya itu memberikan bunga.Nerissa masih melihat bunga yang diberikan oleh Naven. Sungguh baginya ini adalah keanehan yang luar biasa. Nerissa tidak mengerti kenapa Naven tiba-tiba memberikan bunga.“Kenapa diam saja? Kamu tidak mau?” Naven menatap Nerissa lekat.Jika sekarang tidak ada Ana, mungkin dia akan bertanya apa yang diinginkan Pak Naven sampai memberikannya bunga seperti ini.“Aku mau. Terima kasih.” Mau tidak mau Nerissa langsung menerima bunga tersebut. Senyum manis pun menghiasi wajahnya.Ana yang melihat merasa Naven benar-benar pria yang romantis.“Apa hanya ucapan terima kasih saja?”Mendapati pertanyaan itu membuat Nerissa benar-benar bingung. Tidak mengerti apa yang diinginkan Naven.“Lalu mau apa?” tanyanya ingin tahu.“Menurutmu?” Naven menyering
Ketika dipanggil ‘sayang’ oleh Naven, jantung Nerissa berdebar-debar. Entah kenapa panggilan itu membuat perasaannya aneh.“Iya, saya ingat.” Nerissa tetap berusaha tenang.“Kalau kamu ingat, artinya kamarmu bukan bersama Ana.”Sejenak Nerissa sadar ketika Naven mengatakan hal itu. Yang Ana tahu dirinya dan Naven menikah sungguhan. Jadi akan aneh jika dia tidur terpisah dengan Naven.“Kamu juga aneh, Sa. Bagaimana bisa kamu tidur denganku? Kasihan suamimu tidur sendiri.” Ana langsung tertawa.Sebenarnya, Ana juga tadi sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan Nerissa. Namun, belum bisa berkomentar karena Naven sedang mengajak bicara Nerissa.“Aku pikir karena ini liburan. Jadi aku bisa tidur denganmu. Lagi pula suamiku bisa tidur dengan Kiki.” Nerissa mencari alasan yang tepat untuk diberikan.Naven dan Kiki saling pandang. Mereka langsung bergidik ngeri membayangkan akan tidur dalam satu kamar.“Jangan biarkan suamimu tidur sendiri. Kasihan dia.” Ana mendorong tubuh Nerissa agar men