Share

Bab. 4. Membela Tapi Tetap Terjadi

"Ibu! Kenapa ibu tega banget menyuruhku menikah dengan suami kakakku sendiri!? Kenapa Mama melakukannya! Apa salahku padamu Mah!?" Sahwa bangkit dari posisi duduknya dan berlari kecil ke arah mamanya yang berjalan ke arah dalam kamar.

Bu Narti yang mendengar teriakannya Sahwa segera menghentikan langkahnya itu dan tersenyum penuh arti melihat sikapnya Sahwa.

"Baiklah karena kamu bertanya dan ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa dan apa alasannya aku lebih memilih menukar kebahagiaan dan kebebasan kamu dengan kebahagiaan putriku Arumi itu karena kamu adalah hanya anak pungut saja! Kamu bukanlah anak kandungku sendiri!"

Bu Narti mengatakan hal tersebut tanpa peduli dengan perasaannya Sahwa yang sungguh terkejut mendengar perkataan dari mamanya itu. Tubuhnya linglung ke belakang saking terkejutnya mendengar perkataan dari mamanya tersebut.

"Itu tidak mungkin! Mamah pasti hanya bercanda dan sedang marah kan sehingga mengatakan hal ini!" Tampiknya Sahwa yang sama sekali tidak ingin mempercayai apa yang dikatakan barusan oleh mamanya itu.

Bu Narti kembali tertawa terbahak-bahak melihat sikapnya Sahwa," saya harus bilang apa padamu Sahwa! Karena kamu bertanya makanya saya jawab sesuai dengan kenyataannya. Saya dengan susah payah membesarkan kamu hingga detik ini, bukan biaya sedikit yang sudah aku habiskan untuk memberi kamu makan, membelikanmu pakaian hingga menyekolahkan kamu sampai ke perguruan tinggi," ungkapnya Bu Narti yang main hitung-hitungan kepada putri angkatnya.

"Mama pasti hanya bermain saja kan, hanya ingin memintaku untuk menyetujui permintaan kalian untuk menikah dan memberikan keturunan untuk Mbak Arumi," sangkal Sahwa sambil memegangi kedua lengan mamanya.

Sahwa berharap apa yang dikatakan oleh mamanya itu hanyalah candaan dan tipu muslihat saja agar dia dengan sukarela menerima lamarannya dari kakak iparnya sendiri.

Bu Narti menepis dengan kasar tangannya Sahwa," terserah kamu saja mau percaya atau tidak. Tapi, saya hanya meminta kepadamu agar kamu tidak menentang keputusan kami bertiga, anggap saja kamu berbalas budi padaku selama kamu numpang di keluargaku," ucapnya Bu Narti yang segera meninggalkan Sahwa yang berdiri mematung dengan tatapan matanya yang kosong.

"Tapi Mah, sejak aku berusia sembilan tahun aku juga sudah bekerja banting tulang untuk membiayai kehidupanku dan sekolahku. Aku hanya numpang tidur saja disini, sedangkan semuanya aku lakukan sendiri! Jadi kalau Mama menganggap itu hutang budi dari segi mananya sehingga dianggap hutang budi bahkan setiap bulan 90 persen gajiku Mama lah yang nikmatin bersama dengan Arumi!" Cercanya Sahwa yang tidak terima jika dikatakan hanya numpang gratis habiskan biaya hidup saja.

Bu Narti kembali menoleh ke arah Sahwa," ihh sekarang kamu sudah pintar main hitung-hitung denganku! Aku sungguh menyesal telah menyetujui suamiku memungut kamu ketika berusia lima tahun lalu. Aku sudah sungguh melakukan kesalahan yang cukup besar dalam hidupku karena menyetujui permintaan dari suamiku!" Teriaknya Bu Narti.

Sahwa terduduk di atas sofa lusuh yang ada di ruang tengah rumah sederhana itu, Sahwa mengusap wajahnya dengan gusar.

"Astaughfirullahaladzim, ini tidak mungkin ya Allah. Perempuan yang aku anggap ibu kandungku sendiri ternyata hanya ibu angkatku saja! Jadi dimana kedua orang tuaku ya Allah!? Apakah mereka masih hidup!"

Bu Narti tersenyum jahat melihat ketidakberdayaan yang dialami oleh Sahwa.

"Makanya jadi orang tidak perlu jual mahal segala,gini kan akibatnya kalau lebih memilih mempertahankan ego kamu!' cibirnya Bu Narti sebelum menutup pintu kamarnya itu.

Air matanya semakin menetes membasahi pipinya itu dengan meremas ujung hijabnya dengan rasa kecewa yang membuncah di dadanya itu.

"Aku bukan anak yang tidak tau balas budi, tapi tidak seperti ini caranya membalas kebaikan kalian padaku. Aku ingin dalam hidupku hanya sekali menikah dan jatuh cinta pun hanya sekali. Tapi, kalau seperti ini sama saja aku menjual diriku demi kebahagiaan kakak angkatku!' ratapnya Sahwa yang sesegukan dalam tangisannya itu.

Hingga tengah malam,Sahwa masih menekuk dan memeluk kedua lututnya itu dengan air matanya yang tak henti-hentinya menetes membasahi pipinya itu yang semakin tirus saja.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali pintu di rumahnya Bu Narti sudah diketok oleh seseorang dari arah luar.

Sahwa yang baru saja dalam hitungan jam memejamkan matanya sudah terbangun dari tidurnya saking kagetnya dengan suara gedoran dari arah pintu kamarnya. Sahwa mengucek kedua kelopak matanya sebelum berdiri untuk membuka pintu kamarnya itu.

"Astaughfirullahaladzim siapa sih sepagi ini sudah membangunkan aku. Padahal sudah aku sampaikan kepada Mama jika hari ini aku masuk siang," keluh Sahwa.

Sahwa berjalan ke arah pintunya dan tanpa berlama-lama segera memutar kenop pintu kamarnya. Hingga terlihatlah wajah yang sedari tadi tidak ingin dilihatnya.

"Cepatlah,kamu harus berganti pakaian dan sudah ada orang dari salon kecantikan yang akan mendandani kamu," tanpa basa-basi Arumi segera memerintahkan kepada adiknya.

Sahwa hanya berjalan tertunduk lesu tanpa berniat untuk menimpali perkataan dari kakak angkatnya tersebut.

"Tidak usah memperlihatkan wajah jelekmu di hadapan putriku! Kamu cepatlah mandi karena kamu akan segera menikah dan memberikan anak untuk Putriku Arumi," gerutunya Bu Narti.

Sahwa berjalan lunglai seperti orang yang belum makan selama seminggu saja. Terlihat jelas ada kantung mata di sekitar kelopak matanya yang menghitam seperti seekor panda saja.

Ya Allah ujian apa lagi yang Engkau berikan padaku! Apa salahku padaMu!?

Batinnya Sahwa berontak tidak terima dengan kenyataan yang akan terjadi padanya hari ini juga.

Arumi dan Dzaky duduk di sofa ruang tengah bersama Bu Narti menunggu Sahwa selesai mandi. Arumi membuka percakapan pagi itu dengan menjelaskan rencana mereka kedepannya.

"Mama setelah Sahwa menikah kami akan berangkat ke Bali dan kemungkinannya setelah melahirkan anak kami barulah Sahwa kembali ke Jakarta sedangkan aku tetap di Jakarta dan hanya mereka berdua yang berangkat ke Bali agar tidak ada yang curiga dengan rencana kami ini," ungkapnya Arumi.

"Jadi Sahwa akan tetap di Bali seorang diri sambil menunggu dia hamil dan melahirkan anak kalian? Tapi gimana kalau Sahwa tidak hamil dalam beberapa bulan kedepannya?" Tanyanya Bu Narti yang mulai mencemaskan rencana anaknya.

"Mas Dzaky akan tinggal selama sebulan di Bali karena kebetulan Mas Dzaky ada proyek besar yang dikelola oleh perusahaan kedua orang tuanya," jelas Arumi yang tidak bisa menutupi kebahagian ketika membayangkan jika Sahwa akan segera hamil calon anaknya.

Ibu Narti tersenyum sumringah mendengar perkataan dari putrinya itu," tapi kamu akan berikan Mama uang kompensasi karena Sahwa tidak akan bekerja selama kurang lebih setahun kan,"

Dzaky hanya geleng-geleng kepala mendengar perkataan dari ibu mertuanya itu," Mama tidak perlu takut dan khawatir masalah itu, saya akan transfer sejumlah uang dua kali lipat dari gajinya Sahwa di tempat dia bekerja jadi Mama tenang saja."

Ibu Narti semakin tersenyum kegirangan mendengar perkataan dari anak menantunya itu. Pembicaraan ketiganya terhenti ketika Sahwa muncul dengan berjalan seperti mayat hidup yang tidak punya gairah untuk hidup lagi.

Setelah membersihkan seluruh tubuhnya Sahwa, Dzaky dan Arumi segera berangkat ke bandara internasional Soekarno Hatta. Arumi memeluk tubuh Dzaky dengan erat dan tidak ada rasa takut sedikitpun apabila suaminya akan berpaling darinya dan berpindah ke hati Sahwa.

Arumi dan Dzaky duduk di sofa ruang tengah bersama Bu Narti menunggu Sahwa selesai mandi. Arumi membuka percakapan pagi itu dengan menjelaskan rencana mereka kedepannya.

"Mama setelah Sahwa menikah kami akan berangkat ke Bali dan kemungkinannya setelah melahirkan anak kami barulah Sahwa kembali ke Jakarta sedangkan aku tetap di Jakarta dan hanya mereka berdua yang berangkat ke Bali agar tidak ada yang curiga dengan rencana kami ini," ungkapnya Arumi.

"Jadi Sahwa akan tetap di Bali seorang diri sambil menunggu dia hamil dan melahirkan anak kalian? Tapi gimana kalau Sahwa tidak hamil dalam beberapa bulan kedepannya?" Tanyanya Bu Narti yang mulai mencemaskan rencana anaknya.

"Mas Dzaky akan tinggal selama sebulan di Bali karena kebetulan Mas Dzaky ada proyek besar yang dikelola oleh perusahaan kedua orang tuanya," jelas Arumi yang tidak bisa menutupi kebahagian ketika membayangkan jika Sahwa akan segera hamil calon anaknya.

Ibu Narti tersenyum sumringah mendengar perkataan dari putrinya itu," tapi kamu akan berikan Mama uang kompensasi karena Sahwa tidak akan bekerja selama kurang lebih setahun kan,"

Dzaky hanya geleng-geleng kepala mendengar perkataan dari ibu mertuanya itu," Mama tidak perlu takut dan khawatir masalah itu, saya akan transfer sejumlah uang dua kali lipat dari gajinya Sahwa di tempat dia bekerja jadi Mama tenang saja."

Ibu Narti semakin tersenyum kegirangan mendengar perkataan dari anak menantunya itu. Pembicaraan ketiganya terhenti ketika Sahwa muncul dengan berjalan seperti mayat hidup yang tidak punya gairah untuk hidup lagi.

Setelah membersihkan seluruh tubuhnya Sahwa, Dzaky dan Arumi segera berangkat ke bandara internasional Soekarno Hatta. Arumi memeluk tubuh Dzaky dengan erat dan tidak ada rasa takut sedikitpun apabila suaminya akan berpaling darinya dan berpindah ke hati Sahwa.

Sahwa mengambil beberapa barang penting pribadinya karena dia berencana setelah melahirkan anak untuk kakak iparnya, dia akan segera pergi dari semua kehidupan orang-orang.

Sebuah kotak kecil yang selalu dibawa-bawanya sejak kecil hingga dewasa yang berisi sebuah bando pita dan kalung kecil yang sudah tidak sanggup untuk dipakainya karena sudah kekecilan.

"Mungkin barang-barang ini yang bisa mengantarkan aku hingga bertemu dengan kedua orang tua kandungku. Andaikan aku ingat ketika kecil dulu mungkin aku bisa memiliki ingatan tentang mereka," Sahwa menyeka air matanya itu sambil memasukkan kotak tersebut ke dalam tas selempangnya yang warna tasnya sudah pudar.

Beberapa menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi sudah memasuki area airport Soekarno-Hatta. Sahwa berusaha keras untuk menyembunyikan kesedihannya karena tidak ingin terlihat lemah dan tidak berdaya di hadapan orang lain.

"Kalau sudah sampai di Bali mas nelpon yah," ucapnya Arumi sambil melerai pelukannya.

Sahwa tanpa berucap sepatah katapun tanpa berpamitan kepada kakaknya itu. Dia terlalu sedih dan kecewa dengan sikap keluarga yang dimilikinya itu.

Dzaky berjalan terlebih dahulu ke arah dalam ruang keberangkatan tanpa menunggu Sahwa. Sedangkan Sahwa yang baru saja ingin berjalan tangannya dicekal oleh Arumi. Sahwa menautkan kedua alisnya itu melihat sikapnya Arumi kakak angkatnya.

"Ingat baik-baik jangan sekali-kali kamu memakai hati dan perasaan jika tidak ingin terluka dan kecewa! Aku tidak perlu menjelaskan secara detail padamu apa maksud dari perkataanku ini," Arumi mewanti-wanti adiknya walau dia ketahui suaminya tidak akan berpaling darinya.

Sahwa segera melepaskan pegangan tangannya Arumi," kamu tidak perlu ingatkan aku sudah paham betul apa yang seharusnya aku perbuat,"

Sahwa berjalan mengekor di belakangnya Dzaky dan tidak peduli dengan tatapan matanya Arumi yang marah dengan sikapnya.

"Semoga saja dia tidak berubah pikiran jika tidak aku akan membalas dan menunjukkan padanya posisinya yang sesungguhnya!" Geramnya Arumi yang menatap nyalang kepergian suaminya dan adiknya.

Singkat cerita mereka sudah sampai di Denpasar dan telah bersiap untuk menikah secara agama. Semuanya sudah dipersiapkan oleh anak buah kepercayaannya Dzaky.

"Galang gimana dengan persiapannya apa sudah beres?" Tanyanya Dzaky sebelum masuk ke dalam rumah yang akan dipakai untuk pernikahan keduanya.

"Kalau gitu cepatlah suruh makeup wajahnya secantik mungkin, karena aku tidak ingin melihatnya selalu jelek seperti ini terus," sarkasnya Dzaky.

Dzaky hanya menatap sekilas ke arah Sahwa yang cuek ketika mendengar perkataan Dzaky dan ia segera melangkah ke arah dalam rumah pak penghulu yang akan menikahkan mereka.

"Kalau aku jelek kenapa meski memilih aku menjadi istri Anda Tuan Muda Dzaky yang terhormat!" Cicitnya Zahwa.

Galang terkekeh mendengar perkataan dari Sahwa sedangkan Dzaky hanya melempar pandangan mata jengah ke arah Sahwa.

Galang melirik sekilas ke arah Sahwa dan memperhatikan gerak geriknya Sahwa dari ujung kaki hingga ujung hijabnya.

Perempuan ini masih muda, tapi sayangnya hanya akan dinikahi secara siri dan mesin pencetak keturunan saja.

Galang membungkuk sedikit sebelum menjawab pertanyaan dari Dzaky," Alhamdulillah semuanya sudah beres Tuan Muda,"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status