Bab 83
"Ma, sebelumnya aku minta maaf jika kejadian ini telah membuat hatimu terluka. Untuk saat ini, aku tidak masalah jika Mama ingin membenciku. Tapi meski sebesar apapun kebencian Mama, aku harap Mana jangan terlalu cepat mengambil keputusan untuk berpisah." ucap George. "Apakah kau ingin aku mengulur waktu?" "Bukan begitu, Ma. Berikan aku waktu selama kurang lebih dalam satu bulan ini. Aku akan membuktikan bahwa aku tidak bersalah. Aku akan mengembalikan kepercayaan Mama. Hanya satu pesanku, jangan terlalu cepat menyebutku sebagai lelaki hidung belang. Aku sama sekali bukan pengkhianat dan tidak pernah berniat untuk menjadi penghianat. Percayalah padaku, Ma." "Sekarang terlepas dari Mama percaya atau tidak, aku tidak masalah. Aku tidak akan berkata lebih banyak lagi. Tapi nanti buktilah yang akan kusodorkan. Bukti yang akan berbicara. Akan ku usut tuntas mas
Bab 84George diam menyimak ucapan demi ucapan yang terdengar dari rekaman suara yang dinyalakan oleh Richardo. Mukanya yang sedari tadi terlihat datar, perlahan mulai memerah. Jari-jarinya saling menggenggam satu sama lain. Aura menahan amarah terlihat jelas pada raut wajah George. "I ... itu suara Farid! Ya itu suara Farid! Dia adalah salah seorang satpam di perusahaan. Salah satu dari orang yang kupercayai. Ya Tuhaaan!" George mengepalkan tangannya. "Berarti memang ada yang sengaja membubuhkan obat tidur ke dalam minumanku. Farud! Astaga! Mengapa aku tidak sadar jika selama ini aku berada didekat orang yang nyata-nyata berniat buruk." "Pantas! Berarti ini jawabannya. Rupanya inilah sebabnya mengapa beberapa hari yang lalu aku merasakan ngantuk yang luar biasa di kantor. Ternyata dia pelakunya. Kurang ajar! keterlaluan! Farid! Dia harus di h
Bab 85"Bentar, lelaki itu menelponku!" Zea memberi isyarat pada Arza untuk menunggu sejenak. "Siapa? George menelepon? Bukankah tadi kau hanya mengirimkannya pesan?" tanya Arza. "Ya benar, tapi dia malah bales menelepon. Ini pertanda bagus. Oke aku angkat sebentar ya! Sst!" Zea menempelkan jari telunjuk ke bibirnya yang merona. Arza menganggukan kepala. "Halo Mas, selamat malam! Maaf kalau tadi pesanku mengganggumu." ujar Zea dengan nada tak enak. "Tidak apa-apa, Zea. Oh ya, kau beneran minta di jemput sama saya?" tanya George dari seberang panggilan. Zea tersenyum amat sumringah. Sebab barusan ia mengirimkan pesan pada George, agar lelaki itu bersedia menjemputnya yang sedang sendirian di bar. Zea beralasan karena tidak ingin terjebak dengan dunia malam.
Bab 86 "Senang sekali rasanya. Akhirnya sekarang aku bisa ketemu langsung sama Mas George malam ini. Berasa seperti mimpi saja!" ujar Zea tersenyum simpul. Tatapan kebahagiaan terpancar di wajahnya. Sedangkan George hanya bersikap datar. "Ya, aku juga cukup senang bisa bertemu sama wanita secantik kamu di sini, Zea." balas George. Dalam hatinya, ia berucap demikian hanyalah sebagai trik belaka. Senyum Zea semakin lebar dengan pujian dan sanjungan yang dilontarkan oleh George. Dalam hati ia berkata "kecantikanku memang bisa menaklukan siapa saja. Termasuk lelaki sedingin George." Zea merasa nenang. "Kamu amat cantik dan muda, Zea. aku tidak yakin jikakalau kau datang kemari sendirian. Lihatlah! Banyak lelaki yang melirik ke arahmu!" George melihat kepada beberapa pasang mata yang menatap Zea dengan sorot mata nakal. Ya pengunjung bar rata-rata memang lelaki mat
Bab 87"Ada apa, Zea? Kau kelihatan gugup?" George bertanya. "Hmm . Tidak! Tidak ada apa-apa. Hanya kesal. Sebab tadi ada seorang laki-laki yang mencoba untuk menggodaku. Iseng, kukatakan saja kalau aku sudah punya pasangan. Ketika kau datang, dia malah buru-buru pergi. Mungkin dia merasa segan padamu." Zea menggandeng tangan George.George menuruti langkah Zea menuju ke kursi bar, dimana mereka duduk sebelumnya. Raut mukanya tidak menunjukkan kecurigaan apapun.The Exotic Bar, merupakan salah satu bar terbaik yang ada di kota tersebut. Sesuai dengan namanya, bar terseybit di bentuk dan didesain sedemikian rupa dengan suasana eksotik namun terkesan elegan. Suasana cukup menghibur dengan suguhan-suguhan menu khas hiburan malam yang membuat para penggemarnya ketagihan untuk datang ke sana. Ditambah dengan pelayanan para bartender yang berwajah ayu nan rupawan, semaki
Bab 88"Laki-laki yang teramat aneh! Sok suci. Lihatlah kau, George! Akan kudatangi istri yang kau banggakan itu!" Zea melangkah geram. "Zea, mau kemana kamu?" Arza berteriak ketika melihat Zea melangkah cepat menujuj ke arah keluar bar. Zea semakin memprcepat langkah kakinya. Ia merasa malas jika pria itu mendekat. Sudah pasti lelaki itu akan melemparkan banyak pertanyaan soal pekerjaan Zea yang bisa di katakan tidak berhasil. Zea merasa kecewa pada dirinya sendiri. Merasa malu. Sebab ia sama sekali gagal untuk merayu George.Zea tetap tak peduli. "Zea! Tunggu!" Arza kembali berteriak. "Aku sedang ada urusan penting! Tidak ada waktu lagi untuk berbicara denganmu." tanpa menopleh lagi Zea berlalu.***Nadine sedang melangkah menuju ke salah satu butik miliknya yang sselama ini ia per
Bab 89 Namun Zea berpura-pura menyembunyikan keterkejutannya. Sama sekali ia tidak ingin harga dirinya jatuh di depan Nadine, wanita yang ia anggap sebagai saingan berat dalam misinya meraih cinta George "Oooh, kau bangga telah memiliki butik seperti ini? Padahal semua ini kau dapatkan dari uang George, bukan? Haha ... kau pikir aku tidak tahu apa." ucap Zea asal menebak. "Maaf, aku tak perlu menggunakan uang George jikalau hanya untuk sekedar memiliki butik seperti ini. Aku bukan wanita sepertimu yang hanya bisa bertumpu pada uang laki-laki. Meskipun itu pada suamiku sendiri. Apalagi kepada suami orang lain. Ah tidak, Zea! Asli, itu bukanlah sifatku." Nadine menyambung ucapan. Zea kembali merasa tersindir. "Tak perlu kau berkata seperti itu. Bagaimanapun kau bicara, aku bisa melihat, bahwa kamu bukanlah siapa-siapa. Bukan
Bab 90 Arza hanya diam tak banyak berekspresi ketika Zea sibuk membahas masalah George. Sepertinya lelaki itu sudah bosan dengan celotehan Zea. Ruangan kamar yang bernuansa gelap, yang merupakan kamar apartemen yang di sewa Arza sejak dua bulan lalu, seolah menjadi saksi atas pertengkaran Zea dan Arza yang kerap kali terjadi. "Aku sudah mengeluarkan banyak uang untukmu, Zea! Namun kau belum juga berhasil untuk menggoda laki-laki tersebut." ujar Arza mendengus. "Hal wajar jika kau mengeluarkan banyak uang. Aku juga sudah banyak membuang waktu dan ruang untuk menjalankan keinginanmu." balas Zea. "Tapi, kalau usahamu tidak membuahkan hasil, ya sama saja bohong!" potong Arza seperti berkeluh kesah, kecewa. Ia kecewa dengan cara kerja Zea. "Belum apa-apa kau sudah mengatakan kakau aku tidak berhas
Bab 91"Selamat siang, Pak George! Menikmati betul sepertinya." Seorang laki-laki menghampiri George yang tengah menikmati makan siang di resto perusahaan. Pikiran George yang sedang tertuju pada wajah Nadine istrinya, kurang begitu berkenaan dengan seseorang yang baru saja datang tersebut. Jelas, Ia yang tengah mengalami gejolak masalah dalam rumah tangganya merasa terganggu. Namun George tetap memaksakan diri untuk menoleh. Ia menghembuskan nafas panjang setelah melihat siapa yang datang. Rasa benci dan jijik menghampirinya. Akan tetapi, kebencian itu terkalahkan oleh rasa penasaran dengan apa lagi yang akan dilakukan oleh laki-laki yang baru saja datang tersebut, membuatnya berpura-pura untuk berlaku sebiasa mungkin. "Iya, Arza." jawab George datar.