Aku terduduk lesu setelah menguras tenaga mengusir dua parasit dari rumahku. Apa yang kurasa saat ini benar-benar membuat aku tak berdaya. Hanya bisa pasrah dengan nasib.
Kekuatanku habis terkuras sedari tadi. Kepala kini menjadi pusing, mereka benar-benar tidak tahu malu. Sudah membuat aku marah besar.
Andai saja Budhe ada di sini, dia mungkin bertepuk tangan memujiku. Selama ini aku terlalu bodoh dengan cinta yang aku punya.
Demi anak dalam kandungan, aku harus kuat menahan amarah ini. Jika aku stres, pikiranku pasti kacau dan semua menjadi runyam.
Perutku sedari kemarin terasa begitu nyeri. Belum lagi saat merasakan mules luar biasa, padahal usia kandungan ini baru menginjak 10 minggu.
Aku sadar dengan kondisi hamil seperti ini tidak akan bisa untuk mengurus perceraian ini. Setidaknya, aku bisa terlepas dari keluarga parasit itu. Sudah cukup penghinaan yang aku terima.
Aku mengambil ponsel untuk menelepon Budhe. Akan kuc
"Biarkan saja, Bu Endah. Setelah pulih aku akan mengajukan cerai. Bagus kalau dia sudah menikah lagi, jadi akan mempercepat prosesnya.""Kamu yakin nggak akan memberitahu keadaan kamu sekarang?" tanya Bu Endah."Nggak, Bu. Saya belum siap mendengar cacian dari Ibu lagi.""Ya, sudah. Ibu gemas sama mulut mertuamu yang harusnya dikasih cabai mercon."Aku tertawa mendengar ucapan Bu Endah. Wanita tua ini yang sering membela aku di depan ibu mertua. Kadang, Ibu langsung pulang karena malu dengan teriakan Bu Endah.Salah aku kenapa harus mencari jodoh yang dekat rumah. Benar kata Mamaku dulu, kalau Ibunya Reno itu matre."Bukan Ibu aja, Nina juga." Kini Nina menimpali ucapan Bu Endah."Bener, Nin. Dia lupa kali kalau punya anak gadis. Dia pikir, anak malas dan manja kaya Rena bisa hidup enak gitu?""Biarin aja, Bu. Nanti si Rena dapat mertua yang mulutnya dobel mercon."Kami tertawa mendengar ucapan Nina. Ada benar juga
Niat hati untuk memanjakan diri di salon, harus kandas saat sebuah telepon dari Bu Endang. Haduh, kenapa lagi sama mereka, sih? Bikin pusing aja.Nina sampai keheranan dengan aku yang tiba-tiba pamit pulang ke rumah. Rasanya ojek ini begitu lama berjalan, kalau punya pintu ajaib, sih, enak.Sesampai di rumah Pak RT aku langsung menghampiri Budhe. Aku terkesiap melihat keduanya berantakan. Wajah Budhe dan Ibu merah, sepertinya mereka main cakar.Pemandangan tidak enak juga aju dapatkan. Kedua pasangan menjijikkan datang menghampiri ibunya."Nih, calon menantu idaman saya. Nggak kaya ponakan situ, kere nggak bisa apa-apa pula," oceh ibu lagi."Idih, monggo kalau mau nikah lagi. Ponakan saya sudah cukup punya laki dan keluarganya yang parasit. Cuma numpang hidup. Idih, malu," timpal Budhe lagi."Sudah! Sudah Ibu-ibu, kalian tidak malu, belum kapok juga?" tanya Pak RT geram.Mulut ibunya Reno kayanya harus di cocol
Setelah membaca pesan masuk dari Pak Erlan, aku cepat-cepat membalasnya. Keadaan lagi genting, jika dia datang hanya akan memperkeruh suasana saja.Aku mengetik layar tipis itu dengan perasaan tidak enak. Akan tetapi, itu harus aku lakukan karena keadaan yang betul-betul membuat cemas.[Maaf, Pak. Tidak usah repot-repot, saya sudah sehat. Besok saja sudah masuk bekerja lagi.]Aku menggigit bibir saat tangan ini memencet kalimat sent di ponsel. Semoga Pak Erlan mengerti dengan keadaan ini. Tidak lama dia membalas, cepat aku membuka pesannya[Iya, oke selamat istirahat ]Aku menghela napas panjang. Entah apa yang akan terjadi jika Pak Erlan datang. Pasti akan mempersulit aku nanti.Jika Ibunya Mas Reno melihat, pasti semuanya akan runyam. Mereka akan berasumsi aku selingkuh dengan bos.Ah ... tambah mumet aja pikiran.Tidak lama ponselku bergetar, kulihat telepon masuk dari Nina. Segera kupencet tombol hijau pada laya
"Bawahan Bapak menyuruh saya mengambil minum. Memangnya saya OG? Saya datang ke sini untuk magang," ucap Rena dengan senyum kemenangan.Berani sekali dia bicara seperti itu. Gadis pemalas itu benar-benar tidak tahu diri. Dia pikir Pak Erlan akan membelanya? Lihat saja apa yang akan bosku katakan."Kalau kamu masih mau magang di sini, ikuti peraturan kami. Kalau tidak, silakan angkat kaki."Si pria kulkas. Itu julukan pantas untuk Pak Erlan. Lihat saja, berbicara tanpa ekspresi. Baru tahu, kan, kamu, Ren?"Iya," ucap Rena takut.Pak Erlan berlalu begitu saja. Sekarang wajah gadis pembangkang itu memerah. Entah, apa yang kini digumamkan dalam hati. Aku tidak peduli, yang jelas aku berhasil membuatnya tidak berkutik."Sudah sana, tunggu apa lagi?"Rena mengentakkan kaki, lalu berbalik badan meninggalkan aku. Begitu puas aku membuat anak itu kesal. Pastilah dia akan mengadu pada ibunya dan setelah itu akan terjadi perang dunia.
"Budhe jangan buat keributan di sini," ucap Mas Reno."Ibu kamu yang buat Budhe naik pitam. Dia bilang kehamilan Widya itu bohong, enak saja kalau bicara." Budhe tak mau kalah bicara."Bener itu, Bu?" tanya Reno pada ibunya."Widyanya aja yang baper. Kalau benar juga salah ibu bilang gitu?""Wid, bawa saja Budhe kamu pulang. Nanti makin panjang urusannya," ujar Mas Reno."Enak saja. Budhe mau selesaikan dulu, biar dia tidak menghina kamu terus. Sudah mau cerai sama anaknya, masih saja mencari-cari kesalahan Widya. Situ waras?""Enak saja mengatai aku gila!""Siapa yang bilang gitu? Kalau waras, mana ada orang tua yang bangga anaknya pisah dan membujuk menikahi janda?"Budhe semakin kalap, segera aku menarik Budhe untuk pulang. Kami sudah menjadi tontonan warga. Mau taruh di mana mukaku ini.Budhe masih saja kekeh bertahan. Sampai akhirnya pengurus RT sekitar datang. Pak Ramli ketua RT menggelengkan kepala mel
Sebulan sudah aku menempati rumah kontrakan baru ini. Semenjak pertengkaran Budhe dan ibu, aku cepat mengambil keputusan untuk segera pindah rumah.Rumah peninggalan orang tuaku sengaja aku kontrakan. Sekarang semua tinggal kenangan. Surat gugatan cerai pun sepertinya sudah sampai ke Mas Reno. Tinggal menunggu panggilan saja.Untuk beberapa waktu, Budhe memilih pulang ke kampung. Menurutnya, urusanku sudah selesai. Aku pun sudah tak berdekatan lagi dengan rumah mantan mertua. Itu sudah aman menurut Budhe Sri..Gosip beredar sangat santer di kalangan tetangga rumah dulu. Mas Reno sudah menikah dengan Ningrum. Padahal perceraianku belum selesai. Biarkan saja, itu keinginan mereka."Mikirin apa?" tanya Nina."Pikir kenapa bodoh banget aku dulu. Mau aja selama lima tahun jadi sapi perah."Nina tertawa lebar. "Baru sadar. Ke mana aja? Kebanyakan bucin si.""Yang penting sekarang sudah sadar."Aku dan Nina bergegas
Apa aku tidak salah dengar? Parasit ini meminta kembali padanya? Hah ... hanya wanita bodoh yang mau jatuh ke lubang yang sama. Bukan karena Pak Erlan, tapi memang murni keinginanku.Dengan percaya diri meminta aku kembali padanya, apa dia sehat? Lalu, Mas Reno berpoligami? Satu istri saja dia tidak bisa adil, ini malah dua. Ih, amit-amit deh. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran manusia satu ini."Dek, kamu mau, kan, kalau kita bersama lagi?""Aku tidak bisa kembali padamu, Mas. Kalau pun aku mau, banyak syarat yang akan aku ajukan. Contohnya, semua gaji kamu, berikan padaku. Anggaran untuk Ibu, aku yang mengatur. Untuk Rena, tidak ada uang foya-foya. Bekerja kalau mau, atau menikah saja dengan orang kaya."Mas Reno bergeming. Aku tahu dia tidak akan mau melakukan apa yang aku pinta. Tetap saja seperti Reno yang berada di bawah ketiak ibu."Ajukan syarat yang lain, Dek. Jangan seperti ini.""Sudahlah, Mas. Silakan pulang.""D
Setelah bertemu orang yang mengontrak rumah, aku merasa lega karena sudah mengurus masalah kebocoran rumah. Jangan sampai aku datang ke sini lagi, deh. Bukan hanya karena ibu saja. Namun banyak orang di sekeliling sini yang sangat ingin tahu kehidupanku.Seperti ibu Ayu tadi, kalau saja dia tidak memanggil mantan mertuaku, kejadian tidak akan terjadi. Rasanya ingin cepat selesai urusan perceraian kami.“Widya!”Suara itu mengingatkan aku pada beberapa bulan lalu. Saat masih menjadi istri Mas Reno.Akan tetapi, kenapa suara itu nyaring terdengar sangat dekat? Apa ini halusinasi? Ah, ternyata ini nyata saat melihat mantan ibu mertua berada di halaman rumah.Orang yang mengontrak rumah sampai kaget mendengar suara nyaring ibunya Reno.“Duh, Bu. Biar saya yang ke luar, ibu di sini saja.”“Iya, Neng.”Gegas aku menghampiri mantan mertuaku agar dia tidak semakin menjadi. Takut membuat t