Vira terus berlari tanpa mempedulikan tatapan para karyawan yang menatap heran, sebab Daffa mengejarnya dan terus memanggilnya."Vira, ... tunggu!" teriak Daffa terakhir kalinya sebelum Vira menutup pintu mobil."Kita jalan, Pak," ujar Vira seraya menghapus air mata yang menetes di pipinya."Tapi, Nya, Tuan Daffa terus memanggil, Nyonya.""Biarkan saja, atau Bapak ingin saya pulang sendiri?"Sang sopir yang takut jika dianggap mengabaikan Daffa, namun ia lebih takut jika Vira semakin marah hingga menyebabkan suatu kesalahan yang lebih fatal lagi."Baiklah, Nya." Mobil melaju dengan cepat, meninggalkan Daffa yang masih terus berteriak memanggil nama Vira.Sesampainya di rumah, Vira langsung pergi ke kamarnya, dan tak lupa ia juga mengunci pintu kamarnya. Vira terus menangis untuk menumpahkan semua rasa yang telah menghimpit dadanya.Di saat sedang menangis, Vira tiba-tiba saja ingat dengan perkataan Asih waktu itu, lalu apakah sekarang Vira boleh mulai merasa menyesal, karena tidak men
Setahun kemudian...Bugh ... Bugh ... Bugh ..."Bang, ampun ... Bang! Ampun ...." Suara jeritan Lukman terdengar hingga meja penjaga, namun para penjaga itu seolah tuli dan tidak mendengar teriakan kesakitan Lukman.Mereka sengaja membiarkan Lukman dipukuli terlebih dahulu, lalu baru beberapa menit kemudian salah satu penjaga itu akan datang untuk menghentikan aksi penyiksaan tersebut."Ampun, Bang. Kumohon ampun ...." Suara Lukman semakin melemah, ia hampir mati karena lemas sebab dipukuli dengan brutal."Brengsek! Rasain kamu, siapa suruh kamu mengambil makananku!""Enggak, Bang. Enggak ... bukan aku yang mengambilnya," sahut Lukman seraya menangis. "Halah, sekali pencuri ya tetap pencuri!" teriak lelaki itu seraya memukul dan menendang Lukman kembali.Kejadian ini sudah seperti makanan sehari-hari untuk Lukman, ia selalu difitnah mengambil makanan bos penguasa bilik penjara yang ditempatinya, lalu kemudian ia akan dihajar habis-habisan, padahal makanan milik bos itu telah dicuri o
Pagi yang begitu cerah, sungguh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang sudah menyakiti dua wanita cantik yang saat ini tengah duduk di gazebo taman belakang rumahnya Daffa."Vir, kamu sudah tidak merasa mulas lagi?" tanya Della yang masih khawatir, sebab beberapa hari yang lalu Vira mengeluh mulas seperti orang yang akan melahirkan.Ya, saat ini Vira tengah mengandung sembilan bulan, dan kemarin sebenarnya adalah hari perkiraan Vira melahirkan, namun ternyata malah mundur dari jadwal, dan sampai saat ini Vira belum merasakan kontraksi lagi.Vira menggelengkan kepalanya. "Enggak, justru sekarang aku tidak merasakan sakit apapun, padahal dari sebulan yang lalu pinggulku rasanya mau copot karena pegal banget."Della tertawa, "masa sih?""Yee ... dibilangin nggak percaya. Ntar deh kamu rasain sendiri kalau sudah hamil tua, dan kata orang-orang tua sih itu memang hal wajar, sebab bayi sedang mencoba mencari jalan keluarnya, balas Vira yang teringat obrolannya dengan para
Tepat pukul setengah lima sore, Vira sudah siap menyambut kedatangan suaminya yang sedang dalam perjalanan pulang dari kantornya. Wanita beranak satu itu tampak cantik dengan gamis berwarna pastel dan hijab instan yang berwarna senada.Lalu, tidak lama kemudian terdengar deru mobil yang berhenti di samping rumahnya. Dengan senyum yang mengembang, Vira langsung keluar dari ruang tamu untuk menyambut Lukman."Assalamualaikum." Suara lembut Lukman, disertai dengan senyuman manis di wajah lelahnya."Waalaikumsalam," sahut Vira yang langsung mencium tangan suaminya, lalu beralih meraih tas dan jas yang diberikan Lukman."Aku siapkan airnya dulu, Mas," ujar Vira seraya berjalan menuju kamar mereka, sedangkan Lukman hanya mengangguk seraya mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu.Lalu tidak lama kemudian, Vira keluar seraya membawa nampan berisi secangkir teh hangat. "Diminum dulu, Mas." Setelah menaruh teh itu di meja, Vira langsung berlutut untuk membantu melepaskan sepatu dari kaki Lukman
Lukman refleks menggenggam tangan Vira, ketika ia melihat raut wajah istrinya berubah muram."Mas, maaf jika Vira masih banyak kekurangannya, hingga membuat Mas ingin menikah lagi. Tapi, apakah Vira memang sudah terlambat untuk memperbaiki kekurangan itu?" tanya Vira sendu dengan mata yang berkaca-kaca.Hati Lukman langsung berdenyut nyeri ketika ia mendengar Vira malah berpikir bahwa istrinya itu memiliki kekurangan, hingga ia memutuskan ingin menikah lagi, padahal kenyataannya istrinya itu sudah sangat sempurna baginya."Dik, jangan berbicara seperti itu. Mas kan belum selesai bicara, jadi dengarkan dulu ya?" ujar Lukman panik."Bagiku kamu tidak memiliki kekurangan sedikit pun, Sayang. Allah sudah begitu baiknya padaku, karena telah mengirimkan bidadari yang sempurna sepertimu, tapi masalahnya ini bukan ada di kamu. Namun ...." Lidah Lukman terasa kaku untuk melanjutkan ucapannya."Lalu apa, Mas? Dan, siapa wanita itu?" desak Vira tidak sabar.Lukman sejenak mengatur napasnya, lalu
Hembusan angin membelai lembut wajah cantik Vira, yang sedang duduk di kursi taman panti asuhan Kasih Bunda. Di depannya, segerombolan anak berlarian saling kejar-kejaran satu sama lain, mereka tampak tertawa bahagia, seperti tidak ada beban yang mereka pikul. Padahal, rasa sepi karena tidak memiliki orang tua, selalu menggelayuti hati mereka."Vira." Suara lembut Asih, membangunkan Vira dari lamunannya."Bunda, apa kabar?" Vira langsung memeluk Asih dengan erat. Ia begitu merindukan wanita yang sudah merawatnya dari sejak ia masih bayi ini."Alhamdulillah, baik. Kamu sendiri bagaimana?" sahut Asih seraya tersenyum."Alhamdulillah, Vira juga baik, Bunda.""Syukurlah, Bunda sangat merindukanmu. Tapi, kamu tidak pernah mengunjungi Bunda."Vira meringis memamerkan gigi putihnya. "Maaf, Bunda. Insya Allah lain kali Vira akan lebih sering datang ke sini.""Iya, Bunda tunggu," sahut Asih seraya tertawa, lalu kemudian mereka berdua berjalan menuju teras samping rumah tersebut."Bunda, sekara
Setelah obrolan ringan yang panjang, Vira kemudian mengutarakan apa yang mengganjal di hatinya."Bun, ada yang mau Vira ceritakan pada Bunda," ujar Vira setelah hening sejenak.Asih yang melihat raut wajah Vira yang berubah serius, ia jadi deg-degan sendiri menunggu cerita Vira. "Ada apa, Nak?"Vira menundukkan kepalanya. "Bun, semalam Mas Lukman meminta izin ke Vira, dia bilang ia ingin menikah lagi," ujar Vira sendu.Asih sontak menutup mulutnya terkejut, ia tidak menyangka jika Lukman bisa sampai seperti ini. Dalam ingatan Asih, Lukman adalah laki-laki yang sopan dan tidak aneh-aneh, ia dulu juga terlihat seperti sangat mencintai Vira. Lalu kenapa tiba-tiba ...."Vira, kenapa bisa seperti ini, Nak? Coba ceritakan semuanya sama Bunda," pinta Asih lembut.Lalu, Vira menceritakan semuanya tentang perkataan Lukman semalam. Vira juga mengatakan bahwa ia mengenal Ayu, dia adalah wanita yang baik. Vira pun juga tidak ragu mengatakan kepada Asih, tentang apa yang ia rasakan saat ini."Saya
Sesuai dengan rencana awalnya, kini Vira melajukan motornya pergi ke pondok pesantren Al-Hikmah, yaitu tempat Naura menimba ilmu. Namun sebelum ke sana, Vira terlebih dahulu mampir ke salah satu warung makan untuk mengisi perutnya.Sebenarnya Vira sudah ditawari makan siang oleh Asih, namun Vira menolaknya karena alasan ingin segera bertemu dengan Naura. Padahal lebih tepatnya ia tidak enak jika harus bertemu dengan Yusuf lagi, dan entah mengapa ia menjadi secanggung ini dengan laki-laki yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya itu.Sedangkan di rumahnya Asih. Yusuf yang baru saja masuk ke ruang makan, ia segera menanyakan keberadaan Vira kepada ibunya tersebut."Vira ke mana, Bun? Kenapa tidak ikut makan siang juga?" Asih tersenyum mendengar pertanyaan Yusuf. Lalu kemudian ia menjawab, "Dia sudah pergi, katanya mau mampir ke pondoknya Naura juga.""Oh ...." sahut Yusuf datar."Emm, Yusuf. Tadi Vira cerita ke Bunda, katanya semalam suaminya meminta izin untuk menikah lagi, Bunda jadi