"Dia lagi…" Alena terperanjat melihat siapa yang berkunjung di rumah kontrakan Sanjaya. Karena merasa bukan tempat tinggalnya sendiri, Alena menjadi was-was untuk membukakan pintu saat ada yang berkunjung. Tapi setelah mendengar ketukan pintu tidak lekas berhenti, akhirnya Alena memutuskan untuk mengintipnya terlebih dahulu sebelum memutuskan membuka pintu atau tidaknya. Dan lagi-lagi Alena harus terkejut karena menemukan Alvino yang berdiri di depan pintu kontrakan Sanjaya, dengan tangan yang tidak berhenti mengetuk daun pintunya. "Ck! Mau apa lagi sih orang itu!"Alena sedikit menghentakkan kakinya saat berjalan mendekati arah pintu. Rasa kesal dan tidak percaya bercampur di otaknya. Kemudian membuka pintu lebar-lebar yang disambut senyum Alvino yang terlihat menyebalkan di matanya. "Ayo, makan malam," ajaknya membuat Alena memicingkan mata. "Apaan sih, dateng-dateng ngajakin makan." "Ya daripada dateng-dateng diajak ribut. Kan enakan makan bareng daripada ribut terus. Udah j
Alena tidak bisa menyembunyikan kegugupannya saat Alvino mengatakan jika mereka saat ini makan malam dalam rangka berkencan. 'Bisa-bisanya dia bilang kencan tapi mukanya datar gitu. Sial! Mana aku jadi baper gini,' sesal Alena dalam hatinya. Rasa senang sesaatnya kalah dengan rasa kesal karena merasa dipermainkan Alvino. Dia merasa Alvino sedang mengolok-oloknya dengan mengatakan mereka sedang berkencan, tapi Alvino tidak melakukannya dengan sungguhan. Wajahnya terlalu datar untuk menunjukkan jika mereka memang sedang berkencan. "Kok diem aja?" tegur Alvino kemudian. "Udah laper, nunggu makanan datang aja." Alena beralasan. "Kan sudah diganjal susu almond. Emang masih kurang?" "Ya kurang lah," jawab Alena dengan cepat. Alvino mengedarkan pandangannya. Dia tahu pesanan mereka masih lama karena warung tenda tersebut cukup ramai. Terlebih mereka pesan banyak makanan dan proses masaknya pasti tidak sebentar. "Ada tukang cilok. Kamu mau gak?" Alena mengangguk dengan antusias. Memb
Sanjaya sampai di rumahnya tengah malam. Dia sengaja berjalan pelan saat mendekati istrinya karena tidak mau mengganggu tidurnya. Zahera sendiri sebenarnya tidak tidur sejak tadi. Dia selalu resah setiap tahu suaminya dalam perjalanan entah saat pergi atau pulang seperti sekarang. Sudah menjadi kebiasaan Zahera sejak dulu, meski dia tidak pernah bercerita kepada siapapun termasuk suaminya. Namun saat ini, Zahera berpura-pura tidur karena tidak mau salah tingkah saat melihat keberadaan suaminya. Zahera tidak yakin bisa sehangat dulu setelah mengetahui belangnya Sanjaya. Dan dia tidak mau suaminya curiga dengannya. Sanjaya berjongkok di depan Zahera yang pura-pura tertidur dengan tubuh yang miring. Punggung tangan kanannya diletakkan di dahi Zahera seperti sedang mengukur suhu tubuhnya. "Syukurlah kamu beneran udah gak demam. Jangan sakit lagi, Za. Aku gak mau kamu sakit. Aku sayang banget sama kamu," lirih Sanjaya membuat dada Zahera bergemuruh. Sanjaya masih betah berjongkok di d
"Aku ikut ambil raportnya Abi ya, Pa?" Zahera memohon. Pasalnya ini hari kedua Zahera harus berdiam diri di kamar sejak sakit kemarin. Padahal dia sudah merasa sehat, tapi Mama Anita dan Sanjaya masih saja melarangnya beraktivitas. Zahera hanya dibiarkan keluar kamar untuk sarapan di meja makan. Setelah itu, katanya Zahera harus tetap berdiam di kamar. "Gak dulu, Sayang. Biarkan papa yang ambil raportnya Abi kali ini. Mumpung papa gak kerja, papa mau sekalian ngajak Abi jalan berdua." "Yeay.. Papa mau ajak Abi jalan-jalan hari ini?" sahut Abimanyu dengan riang. "Ih, kok yang diajak jalan-jalan cuma Abi sih, Pa? Aku nggak?" "Kali ini gak dulu sayang. Papa mau jalan-jalan berdua sama Abi. Urusan laki-laki," jawabnya sambil mengerlingkan sebelah matanya. "Dih, gaya banget si papa. Pakai acara urusan laki-laki segala," gerutu Zahera tidak terima. "Nanti kalau kita punya anak perempuan, kalian juga boleh punya ladies time sesekali. Jadi kali ini, biarkan papa sama Abi berdua dulu,"
"Kamu mau reward apa dari papa, Good boy?" "Papa mau kasih Abi hadiah?"Sanjaya tersenyum. Makin lama anak kesayangannya ini sudah semakin jelas kosakatanya. Meski masih ada cedal di beberapa kata, tapi belakangan ini sudah jauh lebih baik dari sebelum sekolah."Tentu saja. Anak ayah yang cerdas dan penurut ini sangat berhak mendapatkan hadiah dari papa. Ayo kita ke toko mainan!" "Yeay!" Abimanyu sangat senang karena diberikan waktu berdua dengan Sanjaya. Begitu selesai mengambil raport di sekolah, Sanjaya menjanjikan hadiah untuk Abimanyu yang boleh dipilihnya sendiri di toko mainan. Mata Abimanyu sudah berbinar-binar saking senangnya. Biasanya Abimanyu hanya akan mainan dari apa yang sudah dibelikan Zahera atau Sanjaya untuknya. Meski semua mainan yang dibelikan kedua orang tuanya selalu disukainya, tapi sensasi bisa memilih sendiri juga diam-diam diinginkan anak tersebut. Abimanyu berlari kecil saat sudah berada di depan toko mainan di sebuah mall. Bisa dipastikan akan ada bany
"Pa, kalian sudah pulang?" Zahera tersenyum senang melihat suaminya masuk ke kamar mereka, setelah pulang dari jalan-jalan berdua dengan Abimanyu. Tapi senyum itu cepat berubah dengan wajah kebingungan saat menyadari wajah suaminya sedikit berbeda. "Pa, kamu kena…"Belum selesai Zahera bertanya, Sanjaya sudah lebih dulu menjatuhkan dirinya dalam pangkuan Zahera. Bukan itu saja, Sanjaya juga menangis di pangkuannya. "Pa, ada apa? Apa Abi bikin masalah? Dia nyusahin kamu waktu jalan-jalan tadi ya?" panik Zahera yang tidak mengerti dengan tingkah suaminya. Sanjaya hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab dan menghentikan tangisannya. Zahera masih sangat syok karena ini pertama kalinya melihat Sanjaya menangis seperti ini. Dia sampai tidak bisa menduga penyebab tangisan suaminya tersebut. "Ada masalah apa, Pa? Kamu bilang sama aku," pinta Zahera sambil mencoba mengangkat kepala Sanjaya supaya dia bisa mencari tahu dari tatapan matanya."Ada apa?" desisnya lembut setelah Sanjaya meng
Seperti yang dikatakan Sanjaya sebelum pulang ke Jakarta, hari ini Alena dibantu asisten Sanjaya untuk mengurus kepindahannya ke rumah kontrakan baru untuknya. Dan kini, Alena sudah menempati tempat tinggal barunya yang beruntung cukup dekat dengan kantornya bekerja. "Dah berasa kayak wanita simpanan beneran nih, sampai disewakan tempat tinggal," kekeh Alena setelah menata barang-barangnya. Perutnya kembali merasa meronta setelah ingat dirinya belum sempat makan malam karena harus menemui orang suruhannya Sanjaya untuk membantunya pindahan. Dan setelah semua selesai, Alena baru memikirkan perutnya. "Males banget mau makan di luar. Beli mie instan di warung depan aja kali ya? Terus dimasak sendiri. Perlengkapan dapur juga cukup lengkap. Bahan makanannya saja yang belum ada. Besok belanja dulu sepulang kerja," monolog Alena lagi. Tanpa mengganti pakaiannya, Alena hanya mengubah gaya rambutnya menjadi dikuncir cepol secara asal. Kemudian mengambil sandal jepitnya dan pergi ke warung
Sejak masuk ke kamar, Alena sama sekali tidak keluar lagi. Tidak peduli kapan Alvino akan meninggalkan kontrakannya, bahkan tidak peduli jika rumahnya tidak dalam kondisi terkunci semalaman sekalipun. Kata-kata Alvino nyatanya cukup mengganggu pikirannya. Meski Alena harus kesulitan mengartikan perasaannya sendiri. Yang pasti, Alena merasa kecil hati karena tidak berhasil mendapatkan hati Sanjaya. "Apa aku seburuk itu, sampai gak ada yang tergoda?" Alena tertawa miris, sebelum kemudian dirinya berbaring dengan mata yang basah hingga terlelap dengan sendirinya. Orang lain mungkin akan menganggap Alena berlebihan. Tapi tidak bagi Alena sendiri. Dirinya yang pernah mengalami cinta sepihak membuat Alena merasa tidak percaya diri. Dan lagi-lagi, perasaan itu muncul saat kembali disadarkan jika Sanjaya tidak punya rasa yang dalam padanya. Atau mungkin justru sama sekali tanpa rasa. Lelah dengan pikirannya sendiri membuat Alena tertidur cukup lama. Dia baru terbangun saat alarm ponselnya