Cemburu kerap dibilang sebagai bumbunya cinta. Lalu, jika cemburu terus menerus, apa artinya cinta itu semakin manis karena lebih sering diberi bumbu? Tentu saja itu anggapan yang salah. Terlalu sering cemburu akan berimbas pada tak baiknya hubungan antara pasangan ataupun pertemanan.Cemburu yang terus-terusan justru bisa menyebabkan pasangan meragukan cinta itu sendiri, ia akan merasa bahwa seseorang yang mencintainya tak memiliki rasa percaya. Malangnya lagi, cemburu bisa mengingatkan seseorang pada masa lalunya. Dan ... Ammar menjadi pria yang punya rasa cemburu sangat-sangat tinggi. Bahkan melewati batas kewajaran. Ia kadang tak bisa menempatkan diri, ia lupa siapa dirinya sekarang untuk Ayudia. Bagaimana masalalu dari kegagalan yang pernah dilalui dengan Ayudia tak ia pikirkan. Padahal begitu banyak hal buruk terjadi akibat ego terhadap cemburu yang begitu besar, namun tak juga ia perhitungkan.Tanpa terasa Adam sudah meninggalkan Ayudia selama satu pekan. Hari ini menginjak har
Ammar sudah siap ketika jarum jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Dengan jantung berdebar tak karuan, Ammar berusaha untuk tetap tampak rileks dan biasa saja. Ia juga sudah mulai membiasakan diri untuk berhati-hati ketika hendak berbicara, dengan siapapun. Takut jika ucapannya kembali melukai hati seseorang, terutama Ayudia.Lisan memang memiliki kapasitas lebih besar untuk menyakiti hati seseorang. Bahkan karena lisan, seseorang bisa sampai terluka dan sulit untuk memaafkan. Kini Ammar menghindari berbicara tanpa dasar, ia akan mulai berpikir lebih dahulu saat akan mengungkapkan apapun.Sebelumnya Ammar telah mengirimkan pesan lebih dahulu ke Ayudia agar ia menunggu di depan rumahnya. Dan benar saja saat Ammar sampai, Ayudia sudah bersiap dengan gamis hitam berpadu kerudung warna latte. Sungguh perpaduan yang sempurna untuk wajah Ayudia, Ammar menelan ludah kepayahan, ia gugup. Tapi mendadak fokusnya pecah saat mendapati Ayudia yang tiba-tiba berdiri dan mondar-mandir sambil meme
Ayudia masih bisa hidup layak setelah dua bulan kepergian Adam. Ternyata di dalam tabungan yang Adam berikan, berisi lebih dari seratus juta rupiah. Sepertinya Adam memang bukan tipe pria yang boros. Jikalau Ayudia hanya hidup dari mengandalkan upah honornya, jelas tak akan mencukupi semua kebutuhan yang semakin hari semakin mahal.Ayudia tak serta merta bersantai dan merasa tenang dengan adanya tabungan tersebut. Jika uang tersebut dipakai terus menerus pasti akan habis. Ia memutar otak, berpikir bagaimana cara agar uang tidak cepat habis dan malah menjadi semakin banyak. Namun, bukan dengan menggandakan uang layaknya lintah darat ya, itu jelas dilarang oleh agama dan sudah tertulis jelas di dalam Al-Qur'an.Akhir-akhir ini Ammar sering sekali membelikan Ayudia kudapan. Entah nasi bowl ataupun jajanan lain. Sore ini, Ammar kembali mengirimkan makanan, dan hampir semua wadahnya menggunakan styrofoam. Ayudia memandangi wadah itu cukup lama, lalu sebuah ide mampir di kepala."Kenapa nda
Ammar melajukan motor matic dengan sangat santai, ia sengaja menutup helm agar tak dilihat orang lain kalau bibirnya sedang melengkung akibat senyum yang sulit diredupkan.Ia lihat jarum indikator bensin sudah jatuh ke huruf E, yang berarti emergency atau darurat. Ammar berbelok ke toko yang menyediakan bahan bakar ecer. Membuka helmnya dan memanggil pedagang."Isi penuh ya, Pak.""Mas Ammar mau kemana, tumben pakai motor sendirian? Oya, kemarin Pak Joko mencari Mas Ammar lho, tapi ndak ketemu." Kata pemilik toko yang tangannya trampil menuangkan bensin ke teng motor.Ammar masih berada di komplek kelurahannya, jadi sudah menjadi hal biasa kalau semua warga satu kelurahan mengenali wajah dan tahu namanya. Tidak heran. Beda lagi dengan Ammar yang hanya mengenal beberapa gelintir orang saja."Pak Joko? Rumahnya dimana, Pak? Ada perlu dengan saya apa bagaimana?"Pria berkacamata minus itu menaruh selang bensin pada tempatnya, lalu kembali berbalik dan menerima uang dari Ammar seraya menj
"Sebenarnya aku tertarik dengan Najma, tapi aku nggak tau gimana caranya menyampaikan pada gadis itu. Aku butuh bantuanmu, Dia."Ayudia manggut-manggut dengan senyuman bahagia, "Ndak perlu diminta aku pasti akan membantumu agar lebih mudah mendekati Najma."Di teras luar, Ammar melongo. Merasa tak yakin dengan pendengarannya sendiri. Beberapa detik kemudian, ia tersenyum merasa sangat bodoh. Bisa-bisanya ia sudah cemburu sebelum tahu maksud Andre yang sebenarnya. Untung saja ia berhasil mengelabui emosinya dengan daun aglonema yang kini tampak koyak beberapa helai."Astaghfirullah, bodoh! Jadi rusak semua bunga Dia." Gerutunya sambil memukul kepala pelan, lalu Ammar petik daun yang hancur oleh ulahnya.Ayudia menoleh ke arah halaman, ia kemudian beranjak untuk memastikan sesuatu di luar yang kedengaran sreek ... srekk sangat mencurigakan."Kak Ammar? Ngapain?" Ayudia bertanya sambil melihat Ammar yang tengah berjongkok.Ammar diam lalu berbalik pelan sambil nyengir, "hehe, ini ... tad
Ammar berusaha terus menggali informasi tentang gejala yang dialami oleh Ayudia. Pasalnya, semakin mendekati hari prediksi lahiran, Ayudia semakin resah dan sering ngelantur membicarakan siapa nanti yang bisa ia percaya merawat anaknya. Bukan untuk dijadikan baby sitter, melainkan menjadi ibu sambung.Ammar miris sekali mendengarnya, ia yakin Ayudia memang tidak baik-baik saja. Mengingat dulu saat memiliki Han dan Mim, Ayudia begitu telaten merawat dan memberi ASI. Kini, Ayudia sama sekali tak kepikiran untuk membesarkan calon bayinya.Ammar berhasil mendapatkan nomor ponsel milik temannya yang berprofesi sebagai dokter kejiwaan. Beruntung karena sosial media miliknya masih intens digunakan. Ammar mencoba mengadukan semua gejala yang Ayudia alami, tanpa terkecuali. Termasuk mulai dari kehilangan Han dan Mim.Nino mendiagnosis Ayudia mengalami Prolonged Grief Disorder, suatu gangguan kesedihan yang berkepanjangan. Penyebabnya yaitu ditinggalkan oleh orang terdekat. Hanya saja kata Nino
Ammar menginjak pedal gas saat mobil yang ia kendarai sudah menghadap bangunan berwarna hijau pandan. Rumah yang sebulan terakhir selalu ramai oleh ibu-ibu dan beberapa santri yang ngelibur. Alhamdulillah usaha yang Ayudia mulai dari barang bekas, kini semakin bersinar. Saat ini semuanya diambil alih oleh Najma.Najma mengembangkan usaha tersebut, tak hanya sekedar memproduksi kaktus saja, namun juga pembibitan berbagai jenis sayuran. Buah-buahan juga sedang Najma kembangkan. Tidak sia-sia Najma kuliah di pertanian, ia memiliki jalan untuk mengeksplor ilmu yang sudah didapatkan dari perkuliahan. Ayudia dan Najma menggunakan pekarangan belakang untuk aktivitas usaha. Bersyukur karena bisa membantu perekonomian ibu-ibu sekitar lingkungannya.Ramai membuat Ayudia sering lupa masalahnya. Hal itu berdampak positif dan Ayudia bisa pulih perlahan dengan sendirinya, tetap juga dengan bantuan Ammar. Yang penting Ayudia tak boleh dibiarkan keseringan sendiri."Nanti sore kita ke makam ya, hari
Habibi yang hendak menoleh, urung ... ia lebih fokus ke mobil silver yang baru saja dimatikan mesinnya."Kenapa, Mas Ammar? Itu sepertinya Bu bidan sudah datang." Tutur Habibi.Ammar melambai agar Habibi mendekat. Bidan Diva lari tergopoh-gopoh, langsung membuka ruang bersalin dan menyiapkan ranjang untuk Ayudia."Ayo Mas, bawa masuk ke dalam. Sepertinya sudah ngajak keluar dede bayinya." Bidan Diva tersenyum di dalam balutan kecemasan.Sekalipun sudah terbiasa menghadapi orang melahirkan, tetap saja bidan Diva berdebar setiap kali menangani kelahiran. Terutama pada persalinan ibu muda yang masih awam dengan melahirkan. Bahkan tidak jarang ibu muda mengejan dengan berteriak kencang seperti yang selalu mereka lihat di adegan telenovela.Ammar menggendong Ayudia sendiri dan menolak bantuan Habibi. Namun, Habibi tetap ikut masuk ke dalam dan bertanya pada bidan Diva. "Ibu sendirian?""Iya Mas, saya sendiri. Biasanya ada yang bantu, tapi hari ini izin karena sedang ada urusan.""Bagaimana