William melihat mereka dengan pilu. Hatinya terasa tertusuk. Dua telinganya tak mampu untuk mendengar pembicaraan memilukan mereka.Kedua kakinya terpaksa melangkah meninggalkan ruangan itu. Sesekali kedua ekor matanya melirik ke arah mereka. Hingga tanpa sadar bulir air mata terjatuh jua di pelupuk mata. Tanpa sengetahuan ketiganya ia menyeka pelan.Sementara Angel masih dalam pelukan Luna. Ia memeluk tubuh Luna dengan erat sekali. Tidak ingin melepaskan. Jemarinya yang lentik, membelai rambut Angel hingga ujung. Kedua tangannya lalu mendekap tubuh Angel. Bibirnya berat untuk terbuka. Jika tidak ada Anita disana, ia akan mengungkap kan perasaan rindu dan sayangnya pada Angel sekarang. Tapi, disana ada Anita. Luna tidak ingin dinilai oleh mereka merusak kehidupan mereka kembali oleh kedatangannya."Sayang ... Setelah ini kamu pulang ya," ajak Anita. Ia juga memperlakukan sama pada Luna. "Maafkan saya Bu Anita.""Kenapa kamu panggil saya ibu? Saya ini orang tua kandung kamu," ucap
"Mas Willy?" sapanya lirih. Saat kedua matanya membulat tak percaya. Dua polisi mengantarkan Luna sampai didepan kursi ruang tunggu dimana Willy menunggunya."Silahkan Ibu Nilam, Anda bebas." ucap salah satu pria berseragam lengkap tersebut."Bagaimana bisa mereka bisa berubah, memanggilku dengan sebutan Nilam? Apa yang sebenarnya terjadi." Wanita yang tidak lagi memakai baju tahanan berwarna biru itu berjalan pelan dan duduk di hadapan Willy."Sayang!" sapa Willy, ia berdiri dan memeluk tubuh Luna erat.Sementara Luna diam membatu. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa dia berubah? Dan sayang? Sapaan itu mengingatkannya pada saat ia menjadi istri William.William melepas pelukannya, ia memegang pipi Luna seraya mengatakan, "Sayang ... Maafkan aku ya? Aku akan menebus kesalahanku selama ini. Kamu mau kan maafkan aku?" Luna masih tidak mengerti. Apa maksud dari ucapannya.Pria itu menunggu Luna membuka mulutnya, menunggu ia bicara kembali. "Kenapa kamu diam? Apa kamu sa
"Kenapa mereka lama sekali. Bisa tidak mereka bekerja lebih cepat! Jika bekerja lama seperti ini, apakah mereka bisa menjamin keselamatan pasiennya? Benar-benar tidak kompeten!" William berdiri tidak sabar. Ia mengumpat dengan menggertakkan gigi-giginya.Berawal dari lampu merah padam, sampai mereka menunggu beberapa menit lagi mereka tidak kunjung keluar dari sana.William berjalan mendekati pintu, dan tak lama kemudian pintu terbuka. Seorang dokter dengan baju dinasnya bersiap memberikan informasi pada pihak keluarga."Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?" William tidak sabar."Maaf sebelumnya, Pak William. Saya harus menyampaikan sebuah kabar,-"Belum selesai dokter menjelaskan, William memotongnya. "Kabar apa dokter? Dokter harus menyelamatkannya, dia tidak boleh meninggal. Istri saya harus selamat, Dokter!"Kembali hening..."Tunggu Pak William. Biarkan saya menjelaskannya."Seno menarik lengan Willy. Ia menyuruhnya untuk menahan diri. "Sabar William. Dengar penjelasan Dokter."
Malam itu Luna diperbolehkan oleh dokter pulang. Keadaannya sudah lebih baik dari sebelumnya.Beliau berpesan kepada keluarga Bhaskara untuk tidak memaksa mengingat semua tentang masa lalunya. Ingatan Itu akan datang sendiri seiring berjalannya waktu.Karena itu akan menyebabkan kontraksi pikiran dan otaknya yang menimbulkan rasa sakit luar biasa di kepala.Meski dengan berat hati akhirnya Willy dan Seno membawa Luna pulang. Dokter sudah menjelaskan satu persatu keluarga yang sering datang membesuknya. Dan perlahan-lahan Luna mau menerima. Meski ia sama sekali tidak ingat dengan mereka."Pelan-pelan, Sayang!" ucap Willy saat memapah tubuh Luna yang hampir terjatuh.Luna mencoba menyingkirkan dua tangan itu dari kedua bahunya. Membuat Willy merasa sedih. Namun William bukan tipe pria yang mudah menyerah. Willy akan tetap berusaha untuk merawat dan menjaga istrinya sampai ia mengingat semuanya.Saat pintu kediaman Bhaskara terbuka, tampak seorang malaikat kecil sedang berdiri di sana me
Seorang pria lansia sesekali menggebrak meja dengan keras. Ia memuntahkan rasa kesalnya dengan tindakan refleks.Ia mencibir, bahkan mengumpat. Akan keputusan dirinya yang ia ambil namun nyatanya adalah jalan yang salah.Penyesalan tidak datang di awal, setelah tindakan yang ia buat, kali ini harus berpikir keras untuk melanjutkan sandiwaranya.Bukan ia melakukan untuk dirinya sendiri, namun untuk cucu dan istrinya yang teramat menginginkan wanita itu kembali ke rumah mereka.Ia harus bekerja lebih keras lagi untuk mengembalikan ingatan Luna. "Ah! Bodoh sekali! Kenapa aku tidak berpikir, jika amnesia Luna membawa keberuntungan? Jadi aku tidak perlu memaksa wanita itu untuk menjadi istri palsu William."Seperti orang tidak waras saja. Pria berumur itu menarik ujung kumisnya yang tipis. Merasa kesal, dan akhirnya ia mengangkat dua sudut bibirnya untuk tersenyum."Ha ha ha, ya. Jika dia amnesia maka semuanya akan menjadi mudah. Ia tidak perlu mengaku lagi, jika dia adalah Luna. Meski aku
Beberapa saat dokter telah memeriksa dan memberikan sebuah suntikan untuk memulihkan keadaannya. Tubuhnya demam. Membuat William semakin cemas. Dokter menenangkan agar ia tidak perlu khawatir. Ia hanya membutuhkan istirahat dan perhatian. Semua dihimbau agar tidak memberikan berita atau informasi mengejutkan, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.Selepas dokter pergi ..."Sebenarnya apa yang menyebabkan Nilam pingsan? Adakah kalian tahu sebabnya?" tanya William.Kedua matanya saling menyelidik. Disana berdiri dengan wajah ketakutan Bibi Kira dan Marni menundukkan kepala. Dan Anita menggeleng kepalanya.Hanya Angel yang berusaha menjawabnya. "Papa, maaf sebelumnya ...""Maaf Angel. Papa ingin bertanya pada mereka karena keadaan Mama." William memotong ucapan Angel."Tapi Pa-, Angel tahu kenapa Mama sampai pingsan. Karena Mama dan Angel tadi membaca sebuah berita di media sosial. Jika papa sebelumnya memasukkan Mama ke dalam penjara. Bukan begitu Pa?" Angel menunjuk dengan jar
Shireen mengambilnya, dan membuka isi dompet. Terlihat beberapa lembar uang pecahan seratus ribuan.Kembali ia menutupnya, dan memasukkan ke dalam saku baju. Menoleh ke sana kemari tidak ada seseorang yang mencari. Gegas dia membawanya pulang. Sedikit kegembiraan terlukis di wajah Shireen. Daffa yang menunggunya, duduk di kursi ruang tamu kecil, melihat kedua tangan Shireen yang tidak membawa apapun.Sebelum ia membuka mulut untuk memarahinya, Shireen buru-buru menutup pintu dan memperlihatkannya pada Daffa."Mas, aku menemukan uang ini di sebelah warung tetangga sebelah. Kita pakai, atau kita kembalikan saja ya?" tanya Shireen, meski hatinya berharap untuk memiliki uang itu. "Dasar bodoh kamu! Ya kita pakai saja! Kamu tahu sendiri kita sedang kekurangan uang. Ini namanya rezeki," jelas Daffa. Ia lekas meraih dompet itu dan mengambil seluruh isinya.Daffa menghitung jumlahnya, dan itu cukup untuk satu Minggu kedepannya. Tidak ada kartu identitas disana. Ia anggap aman.Ia menyerahk
"Sebenarnya apa yang telah papa lakukan?" William tidak percaya. Saat itu Seno menjelaskan jika semua adalah rencana Seno. Ia telah menukar hasil tes DNA antara Luna dan Nilam.Tubuh William gemetar. Ia tidak habis pikir, perbuatan itu bisa dilakukan oleh papanya."Papa gila! Papa tidak memikirkan bagaimana sedihnya perasaanku! Papa melakukan permainan dalam rumah tanggaku dengan Nilam." William terduduk di kursi. Tubuhnya nyaris lemas."Untuk sementara ini, biarin saja Mama kamu dan Angel menerima Luna sebagai Nilam. Biarkan saja hingga Anita sembuh. Papa akan pikirkan langkah selanjutnya.""Entahlah, Pa. Aku bisa melanjutkan hidup ini atau tidak. Willy yakin, tidak akan sanggup." Pria itu keluar ruangan dengan segera. Dan membanting pintu ruang Seno keras, menunjukkan amarahnya. *****Brak brak brak!Semua yang ada di meja kerja di banting berserakan di lantai. Pikirannya kembali penuh -- tidak menyangka jika kebahagiaan yang hanya sebentar ini berawal dari sandiwara Seno.Ia men