"Ran, kamu mau aku jemput sepulang kantor terus mengunjungi Papa dan Mamaku?" ajak Aabid serius saat menghubungi. "Ayolah sayang, giliran kita makan malam dengan keluargaku sekarang."Khirani bersungut kesal menjawab panggilan suami. "Duh sayang, kenapa tidak bilang dari tadi siang 'kan aku ngga usah janjian sama Mas Ivan di rumah berdiskusi soal persiapan pernikahan."Oh, okay.Aabid pun mengerti istrinya harus menemani kakak dan orang tuanya membicarakan hal penting. "Ya sudah, nanti kalau Papa dan Mamamu mencari aku bilang saja sedang menengok orang tuaku.""Iya sayang, jangan lupa belikan sesuatu untuk mereka," pesan Khirani sungguh-sungguh. "Sampaikan salam hormatku juga!""Baiklah, cintaku!" seru Aabid mengakhiri panggilannya.Tiba-tiba saja ia merindukan keluarganya ingin membahas prilaku Alagar di Yogya beberapa hari lalu. Sesuatu membuatnya hadir walau sekedar makan malam dengan mereka, sayang Khirani tak bisa menemani karena urusan lain.Dalam perjalanan disempatkan membeli
"Jeany?" tegur Nyonya Nirmala bingung di saat kedua putranya berkumpul tidak satupun membawa istri atau kekasih tetapi gadis itu datang tanpa diundang. "Ada keperluan apa?""Iya, Tante." Jeany pura-pura berkelit meletakkan bingkisan di meja kecil dekat dinding untuk mendapatkan perhatian dari keluarga Tuan Andi Hakim. "Ini oleh-oleh dari Papa dan Mama sepulang liburan di Amerika."Oh, okay. Namun mereka tak membutuhkan itu.Alagar langsung bergegas menghampiri dan menarik lengannya. "Apa yang kau lakukan di sini, Jean?! Pulang sana, kau sengaja ingin merusak kenyamanan keluargaku!" hardiknya keras.Gadis itu meronta berteriak sekencang-kencangnya."Enak saja dirimu mengusirku untuk menyembunyikan hubungan kita selama ini," makinya bertubi-tubi. "Aku hamil gara-gara kau, Alagar!"Seluruh keluarga Tuan Andi Hakim terperangah. Lagi-lagi putra sulungnya berbuat ulah memilih wanita yang sengaja ingin menjebak menjadi menantu pengusaha kaya raya, terkecuali Amirah Lashira.Alagar! Teriakan
Bekerja seperti biasa sebagai sekretaris CEO namun dengan status berbeda membuat Amirah Lashira serba salah melayani boss juga calon suami. Mereka kembali ke Jakarta usai acara lamaran mendadak dan berakhir pekan bersama seluruh keluarga di Yogyakarta.Bude Tantri sedikit sedih saat melepas ponakan dan cucunya pergi. Terasa hilang rasa kebahagiaan sesudah Pakde Bambang berpulang. Rumah Joglo sepi tanpa kehadiran mereka lagi."Nduk jaga diri baik-baik, jangan berbuat macam-macam karena kamu sebentar lagi menjadi milik suamimu Kaivan." Pesannya terus terngiang sebelum mereka pamit pulang.Menjadi milik CEO Kaivan?! Pikiran Amirah merenung dalam-dalam.Hening sunyi sendiri di ruang pantry lebih menenangkan daripada berada di tempat kerja memandang berkas bertumpuk tanpa ada keinginan mengecek satu persatu kembali. Sendok kecilnya mengaduk kopi panas terus menerus seiring lamunan mengawang jauh."Ra, kamu lagi ngapain?" tegur Kaivan tiba-tiba namun calon istrinya malah terkejut tak sengaj
Duduk terdiam di depan teras. Pandangan Jeany kosong melompong sejak kejadian di kediaman Tuan Andi Hakim beberapa malam lalu. Alagar Hakim bersikeras mencampakkan begitu saja tak bertanggung jawab atas perbuatan yang mereka lakukan selama ini. Benar-benar celaka dia harus menanggung malu dan mengandung sendirian tanpa suami. Bedebah itu sama sekali tak menjawab panggilan bahkan memblokir nomor gawainya. Menutup seluruh celah agar tidak masuk ke kediaman mewah Alagar sampai ke dalam gedung kantornya. Jeany kebingungan kemana lagi harus mencari cara agar pria itu mendengarkan seluruh penjelasan darinya. Jalan satu-satunya membujuk Aabid Barak Hakim calon adik ipar mempertemukan dirinya dengan kakaknya. "Hai Bid, sorry ganggu ini aku Jean," ucapnya memperkenalkan diri sesaat panggilannya tersambung. Suara Aabid terdengar gugup di kejauhan tak mengira kekasih kakaknya berani menghubungi di jam kantor sibuk seperti ini. "Ya, Jean ... ada keparluan apa?" tanyanya to the point. "Kau ta
"Mas Ivan dan Mba Amirah jadi memilih ijab kabul di mana, terus pesta pernikahan mau di hotel atau gedung besar?" tanya Khirani serius ketika mereka sedang makan malam bersama.Amirah menggeleng lebih dulu lalu menoleh ke arah calon suami meminta persetujuan darinya, dan berkata, "Ga Ran, kami memilih di kediaman Mas Ivan saja karena rumahku kurang luas menyambut tamu dan kolega dari perusahaan juga kerabat keluarga."Oh, okay. Aabid yang menemani istrinya ikut mengangguk.Dulu Amirah dan Alagar juga menikah di kediaman orang tua padahal kakaknya sanggup mengadakan pesta perkawinan besar dan spektakular tetapi ditolaknya dengan alasan sama menghemat biaya."Ya sudah kalau itu kemauan Mba Amirah, kita ikuti saja ya Mas Ivan?!" sambutnya gembira memandang sang CEO ikut setuju atas pendapat calon istrinya."Terserah tunanganku apa maunya semua akan aku turuti," tukas Kaivan menggenggam tangan Amirah erat. "Lagipula rumahku butuh sentuhan wanita terlalu sepi sunyi tanpanya."Dua minggu ta
Jika bukan karena dipesankan Mama dan Papa tak akan mungkin Aabid mau mendatangi kantor Alagar lagi. Sejak kekacauan makan malam itu kakaknya belum mengontak orang tua begitu malu mengakui kesalahan berulang kali dilakukan tanpa pernah mau memperbaiki.Alagar acuh tak acuh melihat kehadiran adik bungsu di kantor. "Mau apa kau ke sini, brengsek?!""Kau ini manusia aneh, Mas!" balas Aabid sekenanya duduk berhadapan dibatasi meja CEO. "Apa tak ada cara menghargai perasaan Papa dan Mama harus setiap waktu menerima kondisi hidupmu seperti ini?!"Tersinggung dikatakan begitu dia pun mengelak tajam. "Bukankah kalian lepas tangan soal kehidupanku sejak bercerai dengan Amirah dan Renata lalu untuk apalagi mengurus tentang diriku huh?!""Mas Alagar tetap sebagai kakakku meski sering melakukan hal buruk mencemarkan nama keluarga merusak kepercayaan orang tua," ucap Aabid tegas. "Tapi berubahlah Mas, demi masa depan yang lebih baik lagi!""Aku mau berubah jika menikahi Amirah kembali demi putra k
Hampir waktu makan siang Kaivan belum kembali hingga Amirah memutuskan bekerja sendiri sampai CEO datang usai pertemuan bisnis kolega asing di luar kantor. Tumpukan berkas telah selesai diperiksa satu demi satu, sebagian dikembalikan ke lemari arsip dan sisanya menunggu ditandatangani.Terdengar pintu lift terbuka mengira Pak Arifin petugas kantor membawakan makan siang untuknya. Amirah tetap sibuk memasukkan berkas penting perusahaan membelakangi meja kerja tak tahu siapa yang tiba-tiba menegurnya."Taruh saja makanan di ruang pantry di sana lebih nyaman," suruhnya tanpa menoleh lagi."Ra .. "Oh, tidak.Amirah terdiam sesaat mendekap sisa berkas tanpa memilahnya lalu tergesa-gesa memasukkan semua dalam lemari dan menguncinya. Ia tahu yang menyapa tadi bukan orang asing baginya, tetapi mantan suami.Ketika berbalik Alagar tersenyum tipis padanya. Walau penampilan sedikit berantakan namun tetap tampan luar biasa. Duda dua kali dari pernikahan yang gagal selalu terlihat mempesona menje
Buket bunga cantik dan bingkisan coklat favorite tunangannya digenggam Kaivan erat. Nyaris setiap hari dia berusaha menyenangkan hati janda beranak satu dengan aneka kejutan yang tak pernah terpikirkan. Amirah patut dimanjakan calon suami pria kaya raya bukan seperti mantannya yang dulu.Ting! Pintu lift terbuka lebar.Senyumnya mengembang gembira tak sabar memberikan sesuatu yang istimewa. Pertemuan bisnis di hotel tadi pagi dengan kolega asing berlangsung lancar dan sukses.Semua berkat Amirah penyemangat hidupnya.Tetiba senyum itu berganti menggeram ketika melihat pemandangan menyakitkan di depan mata. Tunangan terkasih dipeluk seorang pria tak lain mantan suami dan kakak ipar Khirani.Keparat kau, Alagar!Teriakannya mengguncang seisi kantor CEO seakan meruntuhkan kebahagiaan miliknya seketika juga. Buket bunga dan sekotak coklat dilempar begitu saja lalu setengah berlari merebut Amirah dari pelukan Alagar."Apa-apaan kau ini!" maki Kaivan emosi. "Dasar pria tak tahu diri sembara